Hunting KOPI TUTU BADUY

Mencari kopi asli baduy di acara Seren taun 2022.

SUKABUMI, akwnulis.com. Lewat sedikit tengah malam, kami menjejak di bumi palabuanratu tepatnya di Hotel Karangsari. Setelah menempuh perjalanan 6 jam dari bandung dengan 2x beristirahat, maka tibalah saatnya merebahkan raga dan membiarkan jiwa menghela nafas kelegaan.

Tapi sebelum menikmati istirahat, gerakan langkah terhenti karena melewati kolam renang yang berkilau di waktu malam oleh permainan lampu taman. Ada rasa untuk mencoba bercengkerama dan nyebur menyelami rasa, namun ternyata larangan datang dari petugas karena sesi berenang sudah usai. Ya sudah tidak jadi.

Akhirnya mandi di kamar mandi sebagai kompensasinya dan setelah tuntas shalat isya barulah merebahkan raga sambil mencoba memejamkan mata. Alhamdulillah.

Zzzz… zzzzz… zzzz

Jam 04.30 wib mata langsung terbuka dan bangun dari tidur lelap yang memberi kesegaran di tubuh ini. Tidak ada kompromi segera bangun dan bersiap mandi serta memantaskan diri. Karena pagi ini harus melakukan perjalanan lagi menuju lokasi yang direncanakan yaitu Kampung adat Kasepuhan Ciptagelar.

Sarapan pagi menjadi penting karena perjalanan secara estimasi adalah sekitar 2 jam lebih karena memasuki medan jalan yang naik turun bukit dan pinggir Gunung Halimun – Gunung Salak. Persiapan lainpun yakni badan harus fit dan siap berguncang-guncang di mobil double kabin 4×4 Toyota Hilux yang cocok bingit dengan medan jalan ‘unpredixtible‘ ini.

Kampung adat atau desa Adat Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah desa adat yang memegang teguh budaya kearifan lokal yang turun temurun dari para nenek moyang yang tinggal di sekitar gunung halimun dan gunung salak kabupaten sukabumi. Meskipun begitu modernisasi juga diterima secara terbatas, dimana teknologi pembangkit listrik mikrohidro telah hadir.

Nah, terkait perjalanan kali ini. Hati terasa gembira disaat masuk jalan biasa dan ada gapura bertuliskan ‘Selamat Datang di Kasepuhan Ciptagelar’… wah sebentar lagi, begitu suara dalam hati. Benar saja hanya 10 menit kemudian sudah masuk ke pedukuhan eh perkampungan dengan atap khas rumah desa adat.

Tapi kok sepi?”… lalu masuk ke gapura yang bertuliskan Kampung adat Sinarresmi. Ada area luas dikelilingi rumah – rumah panggung. Segera memarkir kendaraan dan bertanya kepada 2 orang warga yang merekapun menatap kami dengan heran.

Ternyata, bukan disini tempatnya. Ini ada kampung adat Sinarresmi sementara yang dituju adalah kampung adat Ciptagelar. Hehehehe, naik mobil lagi dan lanjutkan perjalanan menuruni bukit mendaki punggung gunung dan beberapa kali menyeberangi sungai serta berhenti di tanjakan berkelok tajam. Meloncat dari kabin mobil mencari batu atau kayu pengganjal agar mobil double kabin kami bisa bermanuver dan melanjutkan perjalanan.

55 menit berlalu, barulah tiba di Kampung adat Ciptagelar, “Tapi sepi juga dimana acaranya?” Berhubung GPS handphone terganggu maka GPS lainnya digunakan yaitu Gunakan Penduduk Setempat (GPS) juga khan?… bertanyalah kepada penduduk yang ada.

Dimana acara seren taun teh?”
“Diditu jang, pindah ka Gelar alam, deukeut da, paling leumpang sakilo”
(Disana Jang, pindah ke Gelar alam, dekat kok, cuma satu kilometer jalan kaki).

Tak menyurutkan semangat, segera meninggalkan kendaraan dan bergerak menapaki jalan turun naik bersama para pengunjung dan masyarakat yang ternyata mulai ramai hilir mudik.

Benar saja, 1,2 kilometer jalan kaki ditempuh 56 menit dengan kondisi kaki pasa patah kaki kiri, dan mulai terasa ada sesuatu yang salah di kaki kiri. Tapi perjalanan hampir tiba dan keharusan bersua serta bergaung dalam acara seren tahun mewakili pimpinan adalah yang utama, lanjutkan perjuangan.

Alhamdulillah rangkaian acara seren taun di tempat baru yang bernama Gelar Alam bisa diikuti meskipun tidak semua aktifitas hadir karena acara seren taun ini berlangsung seminggu lamanya. Tapi di acara puncak, gempungan gegeden miwah para jaro bisa bergabung memdengarkan harapan dan langkah-langkah yang sedang dilakukan semua pihak untuk kemajuan desa adat kasepuhan ciptagelar dan ciptaalam ini.

Duh jadi serius, khan mau hunting kopi. Pastinya kopi asli di ciptagelar ini. Tadi di pasar rakyat sudah berusaha ubek-ubek sambil lewat namun belum bersua dengan kohitala lokal.

Pasca menghadiri gempungan atau pertemuan resmi. Ada peninjauan bersama pak bupati, ibu Direktur Even Kemenparekraf dan Ibu Dewi Asmara DPR RI ke stand pameran dan mulai berbelanja berbagai hasil karya masyarakat adat Ciptagelar seperti boboko, aseupan, bedog, pacul, kored, korang… eh korangnya habis.

Dan pucuk dicinta ulam tiba, ada tersisa sebungkus kopi tutu baduy, kopi asli buatan masyarakat ciptagelar yang diproses secara tradisional dan ditumbuk halus menggunakan alu kayu dan proses penghancurannya itu, atau aktifitasnya disebut ‘nutu‘ dan hasilnya adalah hasil ‘tutu.’

Nggak pake basa basi, kopi tutu organik ini berpindah tangan bertukar dengan selembar rupiah merah bergambar pahlawan yang sedang sumringah. Wah senangnya….

Namun untuk menyeduhnya perlu persiapan lainnya. Nanti saja di Bandung bersama kawan-kawan sejawat dan sekantor atau kawan tamu yang kebetulan bersua atau bertandang. Sebagai pelengkap ngopay di lokasi ciptagelar ini, maka dikeluarkanlah bekal kopi manual brew V60 yang sudah dipersiapkan dari shubuh tadi.

Buka termos kayunya, tuangkan di cangkir kayu dan sruputlah jangan ragu-ragu. Nikmatt.

Itulah sekelumit cerita tentang ihtiar mencari kopi asli baduy disela tugas dinas yang menyenangkan namun penuh perjuangan. Untuk yang penasaran dengan versi videonya bisa di klik saja link youtube penulis, ada 3 video yakni :


1. PERJALANAN KE SEREN CIPTAGELAR
2. ACARA SAMBUTAN SEREN TAUN CIPTAGELAR 2022
3. HUNTING KOPI TUTU BADUY PADA SEREN TAHUN GELAR ALAM 2022.

Selamat bermalam minggu guys. Wassalam (AKW)

Kopi Dirut & Banjir.

Sajian Kohitala & Banjir yang hadir tiba-tiba.

Photo : Kopi Dirut / dokpri.

TANGERANG, akwnulis.com. Kopi di cangkir merah menyambut kehadiran raga ini di tanah banten. Sajian kopi tubruk biasa tetapi memiliki aneka makna. Ada makna penyambutan terhadap kawan lama, juga sekaligus menambah pengalaman dalam menyerap aura pimpinan karena disajikan di meja seorang direktur utama.

Sruput perdana langsung membahana di tengah lidah serta mengurangi dahaga…. nikmattt pisan.

Dilanjutkan dengan berbincang ringan dan riang seiring rentang waktu yang telah lama terbentang. Indahnya silaturahim persaudaraan tidak lekang dimakan jarak perjalanan.

Cangkir kedua hadir tanpa basa basi, mengisi relung cangkir kopi yang tandas dari tadi.

Ngapain kamu disini?”

Sudah pasti tugas dinas yang menyebabkan ini semua, menggerakkan raga melintasi 200 km perjalanan menuju lokasi ini dimana bersua dengan secangkir kopi di meja direktur utama, atau disingkat kopi dirut.

Maka tiada kata lain selain ‘Jasuni‘ saja, dan salah satu rasa syukur dan nikmati ini adalah keindahan manisnya rasa yang hadir dibalik kepahitan kopi hitam tanpa gula.

Photo : Banjir depan kantor / dokpri.

Meskipun agenda pertemuan agak sedikit tertunda karena beberapa tamu terhambat oleh banjir yang baru pertama kali (katanya) hadir, tepat di jalan besar depan kantor. Tetapi itu semua tidak menyurutkan langkah para tamu, mereka berkorban singsingkan celana dan ganti sandal untuk melewati genangan air yang mencapai lutut orang dewasa… cemunggutz.

Acara pertemuan tuntas dan menjelang magrib kami bergerak meninggalkan wilayah kabupaten tangerang via serpong menuju jakarta karena harus mengikuti meeting penting esok hari. Srupuut, Wassalam (AKW).

***

Lokasi :
Kantor PD BPR Kertaraharja
Jl. Raya Serang km15 No.1 Talagasari Kec. Cikupa Tangerang, Provinsi Banten.

Di rumah-MU

Bersimpuh di Banten & Tasikmalaya….

Photo : Mesjid Raya AlBantani – Banten / dokpri.

TASIKMALAYA, akwnulis.com. Perjalanan kehidupan memang penuh dinamika, berubah dan sering tidak sesuai rencana. Itulah indahnya menjalani misteri kehidupan.

“Tidak perlu risau dengan masa depan, mari tafakuri masa lalu, jalani dan syukuri hari ini, maka insyaalloh masa depan bisa dijalani dengan baik-baik saja”

“Ah kamu mah retorika, udah jelas banyak hal yang harus dipikirkan dan membebani kepala ini. Enak aja bilang syukuri dan tafakuri!!!” Komentar tegas yang terlihat penuh rasa waswas.

Diriku terdiam, dan berusaha memberikan wajah datar tanpa ekspresi.

Photo : Mesjid Raya AlBantani, di dalamnya / dokpri.

Padahal, di otak inipun berseliweran urusan yang tak kunjung terselesaikan. Pusing dan mual langsung menyerang, keringat kebingungan mulai mengucur tak tertahan.

Bener juga, gimana ini ya?” Pertanyaan menggantung tanpa jawaban pasti. Seolah awan hitam yang semakin tebal menutupi cahaya mentari sehingga bumi menggigil diserang dinginnya kekhawatiran.

***

Photo : Mesjid Agung Tasikmalaya / dokpri.

Alhamdulillah, sebuah pencerahan kembali menjalar hangat di sanubari. Membisik lembut menenangkan hati, “Tidak usah banyak khawatir, mengadulah kepada yang punya”

Terdiam dan menunduk, merasa malu. Karena terkadang raga ini lupa, bahwa semua masalah ini harus bisa diselesaikan sendiri. Padahal tidak ada daya sedikitpun, jikalau yang punya yaitu Allah SWT tidak mengijinkan.

Astagfirullohal Adzim”

Bersimpuh jiwa ini memohon ampun, menempelkan raga di lantai rumah-Mu. Bersujud untuk bersinergi dengan bumi demi meraih petunjuk langit. Allahu Akbar. Wassalam (AKW).

Pod Rail Transit Suite Gambir

Mencoba kamar super mini di Gambir, ternyata….

Photo : Dalam Pod room / dokpri.

SERANG, akwnulis.com. Perjalanan pagi dari Stasiun Gambir menuju Wilayah Provinsi Banten, terasa begitu nyaman. Semenjak keluar dari Gambir, Nissan grand livina 1500 cc ini tidak menemui kemacetan berarti. Melesat lancar menuju tol kota dan terlihat bertolak belakang dengan arus lalu lintas menuju pusat jakarta. Terlihat kemacetan mengular meskipun sudah digunakan metode contra flow.

Pak Pri Hartono, sopir GoCar dengan tenang mengemudikan kendaraannya membelah suasana sunyi di satu sisi ditemani sinar mentari yang mulai hadir menghangati bumi.

Perjalanan yang begitu tenang dan damai, termasuk melewati kebon jerukpun tidak ada kemacetan berarti, Alhamdulillah pilihan waktu keberangkatan yang tepat, tadi pas pukul 06.00 wib mulai start dari Stasiun Gambir setelah beristirahat sejenak di PODnya Rail Transit Suite Gambir

“Apa itu PODnya Rail Transit Suite Gambir?”

Photo : Ayo mau dimana? / dokpri.

Nah inilah pengalaman yang perlu dicoba. Kebetulan memang dengan waktu yang begitu ketat dengan penjadwalan padat merayap maka praktis dalam 1 minggu ini pergi kesana kemari, atau istilah kerennya ‘ijigimbrang‘ kesana kemari.

Jangan tanya lelah, karena itu adalah realitas. Jangan tanya cape karena itu bikin bete. Tapi jalani saja semua dengan tetap berusaha menyeimbangkan antara kepentingan kerja dengan perhatian kepada keluarga.

Karena apa, kerja keras dalam bekerja tentu berharap mendapat penghasilan untuk keluarga. Disisi lain bukan hanya penghasilan tetapi juga perhatian bagi keluarga menjadi unsur penting yang harus diseimbangkan.

Photo : 20 kamar pod room / dokpri.

Metodenya?….. itu mah terserah masing-masing. Yang pasti, diskusikan dengan pasangan dan anak bahwa konsekuensi pekerjaan menuntut seperti ini. Disisi lain, luangkan waktu untuk tetap berjumpa dengan keluarga meskipun hanya sebentar. Bercengkerama lalu pamit mengejar kereta, tertawa bersama dirumah lalu terbang dengan pesawat berbujet murah. Tugas negara di jalankan, keluarga tetap terperhatikan…

“Ih kok jadi curcol, kamar pod-nya gimana?”

Ini ceritanya…. jeng jreng….

Kamar pod itu ternyata berasal dari istilah bahasa sunda, yaitu ‘nyemPOD‘ alias nyempil di tempat sempit… heuheuheu, maksa ih.

Tapi aslinya, kamar POd ini memang seukuran badan alias segede kotak peti mati atau tempat kremasi dech (klo liat di film-film). Dengan model dormitory asrama, ranjang bertingkat maka harga yang ditawarkan jauh lebih murah, via aplikasi traveloka dapet harga 200ribu untuk 1 hari. Kalau direct ke hotelnya bisa pake 12 jam atau 6 jam dengan harga lebih murah… tapi tidak dijamin ready, karena penuh terus.

Pod room (male only, share room), itu tulisan di keterangan aplikasi. Soalnya penutup kamar nyem-Pod ini hanya tirai….euh kerai belaka, khan klo ada perempuan trus salah kamar bisa berabe, sementara posisinya berjejer dan bertingkat.

Photo : kopi item fasilitas hotel / dokpri.

Overall, ruangannya bersih, AC dingin meskipun berbagi. Kamar PoDnya pake kartu untuk nyalakan lampu, ada kotak penyimpanan dibawah kaki lengkap dengan kunci. Handuk, sikat gigi dan sebotol air mineral tersedia sebagai fasilitas. Kasur dan bantalnya empuk dan bersih.

Nah, kamar mandinya sharing juga, 2 buah wc dan 3 shower, cukup untuk penghuni kamar Pod ini, khan maksimal 20 orang, tinggal giliran aja.

Oh ya mushola juga ada… juga pas pagi harinya ada fasilitas sarapan dalam bentuk nasi kotak, lumayaan… Alhamdulillah.

Meskipun penulis hanya menikmati sekitar 4 jam saja. Karena tiba jam 01.00 wib dengan KA argo Parahyangan dan disambut suasana temaram serta lomba dengkuran dari para penghuni memberi sensasi tersendiri dan jam 05.00 wib sudah bangun, mandi dan shalat karena pagi harinya harus sudah berangkat ke Banten diantar pak Pri sang Driver Gocar. Tidak lupa sebelum berangkat, ngopay dulu fasilitas hotel. Yaa.. kopi ala kadarnya hehehehe.

Pengalaman ini menambah wawasan dan hikmah, dimana nanti di alam kubur akan lebih sempit dari ini dan gelap gulita kecuali kita bisa membawa amalan-amalan yang baik, shodaqoh yang ikhlas, serta ibadah lainnya yang bernilai berkualitas di hadapan Illahi robbi serta doa-doa dari anak sholehah serta siapapun yang mendoakan kita kelak. Amiin Yaa Robbal alamiin, Wassalam (AKW).

Kopi Kupu-Kupu.

Hati-hati dengan merk kopi.

Photo : Kopi Kupu-kupu / dokpri.

SERANG, akwnulis.com. Tadinya agak bingung juga dikala ada penawaran untuk menikmati kopi kupu-kupu.

“Kakak mau nyoba kopi kupu-kupu?”

Sesaat terhenyak dan menjawab tergagap, “Mau… tapi itu kopi beneran?”

Terlihat seringai bibirnya lalu tertawa tertahan, “Ini kopi biasa Kak, emangnya Kakak pengen kopi kupu-kupu apa?”

Giliran diriku tersipu, wah cilaka entar disangka pengen kupu-kupu yang lain. Padahal diriku paling suka melihat kupu-kupu, baik yang besar seperti kupu-kupu sirama-rama gajah (Attacus Atlas) yang berasal dari ulat hijau mahoni yang berwarna hijau serta ukuran cukup besar ataupun aneka kupu-kupu kecil yang bermacam warna.

Tetapi setelah dijelaskan maka kekhawatiranku sirna. Karena kupu-kupu disini adalah merk dari produk kopi bubuk yang dikemas 1 sachet sekali seduh dengan berat bersih 6 gram-an. Dibungkus dengan plastik warna kuning dan cap serta tulisan kupu-kupunya berwarna merah.

Kopi bubuk kupu-kupu ini diproduksi di daerah kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak Provinsi Banten.

Kupu-kupu yang dikhawatirkan adalah kupu-kupu beneran yang termasuk kedalam ordo ‘lepidoptera‘ atau ‘serangga bersayap sisik‘, beda lagi jikalau ‘kupu-kupu malam’, kupu-kupu ini diyakini super akrab dengan yang namanya kopi hitam dalam kehidupannya yakni dalam kehidupan malam hehehehehe.

Bicara kopi harus sambil dinikmati, maka tanpa banyak waktu berarti, segera diseduh ala tubruk aja karena sekarang lagi meeting dengan tema ‘Singkronisasi‘. Begitupun bubuk kopi kupu-kupu harus singkron dengan guyuran air panas sehingga dihasilkan sajian kopi terbaik ala Rangkasbitung Banten.

Currrr…. kocek.. kocek, jangan lupa #hindarigulakarenakamisudahmanis maka kita tunggu…..

Jreng…. secangkir kopi tersaji. Mantaaabs, tanpa banyak tanya langsung tiup dqn sruput…. nikmaaat. Rasanya seperti kopi… “Eh gimana seeh?, ini khan kopi!!!”

Maksutnya nikmat kopi biasa tersaji dengan body ringan, less acidity dan less taste tetapi ada sedikit keharuman yang membantu menjaga mood untuk terus berbincang tentang masa kini dan tantangan masa depan. Selamat ngopay bray, Wassalam (AKW).

Pecak Bandeng & Bersyukur

Kuliner Banten dan Pengabdian.

Photo : Pecak bandeng & kopi hitam / dokpri.

BEKASI, akwnulis.com. Perjalanan panjang menuju Kabupaten Pandeglang perlu stamina dan keikhlasan. Sebetulnya jikalau tidak terjebak kemacetan cukup dengan 4-5 jam saja, itu dibuktikan dengan perjalanan tengah malam dari Bandung dan di tol Cikampek keluar di pintu tol Karawang Timur, menyusuri jalur arteri pantura hingga akhirnya masuk lagi di pintu tol Bekasi Barat…. amaan terhindar dari kemacetan di ruas tol Karawang – Bekasi.

Trus blasss….. membelah dini hari menuju tujuan melewati tol Jakarta – Merak dan tiba di Pandeglang disambut dengan kumandang adzan shubuh. Berarti sekitar 4,5 jam pejalanan karena dikorting waktu istirahat di KM72 Cipularang.

Pulangnya… perjalanan Pandeglang -Bandung ditempuh dengan waktu 9 jam perjalanan….. 2x lipaaat. Berangkat pukul 3 sore dan tiba di Bandung tepat pukul 12.00 malam.

Pertanyaannya : “Apakah semua harus disesali atau dijalani dan disyukuri?”

Untuk jawabannya maka kembali kepada kita sang penerima amanah sementara raga dan jiwa, yang hanya sebentar saja singgah di dunia fana.

Jikalau disesali, lelah sudah didapat, pegalpun memang tak perlu bercerita karena sudah menjadi kenyataan.

Maka….. cara terbaik adalah memaknai perjalanan ini dengan konsep tasyakur binnikmah.

Masih diberi kesempatan sehat dan kuat, masih diberi keluangan waktu untuk bergerak menyusuri jalan raya melintasi 2 provinsi yang tidak semua orang berkesempatan seperti ini.

“Bener nggak?”
“Bener juga”

Trus untuk keluarga di rumah, mungkin merasa terganggu karena tengah malam baru pulang sebentar … eh berangkat lagi dan besok malamnya dini hari baru tiba. Semoga pengertian keluarga yang di rumah menjadi bagian dari ibadah.

Semua lelah ini insyaalloh menjadi berkah, dan silaturahim dalam rangka tugas ini adalah rangkaian kerja yang juga bermakna ibadah.

***

Photo : berbagi ekspresi di sini / dokpri.

Tiba dini hari di kamis pagi bukan berarti menjadi hari libur, ada kewajiban masuk kantor yang tak terelakkan, apalagi tugas dan kerjaan lain sudah menanti.

Ya sudah jalani, nikmati dan syukuri.

Sebagai penutup cerita, photo awal di tulisan ini adalah penghibur di perjalanan di kala perut mulai terasa lapar. Sajian ‘Pecak Bandeng’ RM Ibu Khadizah di Kota Serang menyambut kami dengan segarnya ikan bandeng dan bumbu pedasnya yang begitu mengurai keringat serta cucuran air mata kepedasan. Dilengkapi dengan nasi putih yang pulen plus secangkir kopi tanpa gula, memberi semangat kami untuk tetap berkarya dan tetap ceria. Wassalam (AKW).