Jumat Pagi & Anosmia.

Renunganku di kehangatan Jumat Pagi

Bandung, akwnulis.com. Sebuah kata yang menjadi trending saat ini adalah anosmia. Sedang menjadi hits dan sering disebut dalam terpaan gelombang kedua pandemi covid19 yang sedang melanda. Ya, karena arti yang dihadirkan adalah kehilangan indra penciuman dan diyakini merupakan gejala yang dirasakan oleh raga dikala virus covid19 sudah berada di dalamnya, merajalela.

Pada saat penciuman menghilang perlahan dan akhirnya sama sekali tidak bisa membaui, disitulah rasa khawatir merayapi hari dan menggerogoti keyakinan akan terjadi sesuatu yang lebih parah. Seolah dunia akan runtuh dan kehidupan ini berakhir. Titik.

Maka hadirlah tangis menguasai raga, ketidakpercayaan dan sesal tiada hingga melingkupi pikiran dan psikis kita. Panik hadir dengan tiba-tiba dan terasa bahwa ini tragedi dan akhir kehidupan kita.

Apalagi dilengkapi dengan hilangnya indera perasa, membuat semua rasa itu hambar tanpa makna. Kesedihan dan kebingungan melanda.

Disinilah sebuah takdir Tuhan memerankan kekuatannya, memperlihatkan betapa kecilnya manusia yang terkadang masih banyak berlaku dzolim dan jumawa serta tidak mau bersyukur atas semua nikmat kehidupan ini.

Padahal penciuman dan perasa itu baru sebagian kecil nikmat yang diberikan Allah Subhanahu Wataala. Sangat banyak nikmat – nikmat lainnya yang melingkupi detik demi detik, menit dan menit kehidupan kita.

Selama ini seolah biasa saja, bahwa bisa mencium dan merasakan lezatnya rasa adalah biasa saja….. dan kita tidak atau jarang mensyukurinya.. Astagfirullohal Adzim.

Kembalikan indera saya, Yaa Allah Sang Maha Hebat….”

Sebuah ratapan berbuah tobat, sebuah keinginan bangkitkan insyap serta setahap ikhlas menjadi pendewasa dalam memaknai indahnya kehidupan fana.

Maka kesabaran dan keikhlasan ini menjadi nilai tak terhingga, dan memberi kepasrahan serta ketenangan dalam menjalani fase anosmia ini. Sembari tentu ikhtiar dalam memgkonsumsi vitamin dan makanan serta buah-buahan segar agar imun tubuh stabil dan meningkat plus obat yang diharuskan mengawal kesembuhan.

Dari semua usaha duniawi, maka  munajat doa dalam kesabaran dan keikhlasan. Dzikir rutin serta membaca ayat Alquran adalah cara universal seorang muslim untuk berserah diri dan memohon, begitupun dengan saudara kita yang memiliki keyakinan berbeda, masing-masing punya cara untuk mendekati Tuhannya.

Sehingga cukuplah anosmia sebagai gejala ringan saja yang dihadapinya dan dapat segera sembuh kembali serta pulih seperti sediakala.

Sebuah hikmah telah berbuncah, seikat syukur menyeruak cerah, ikhtiar terus ke segala arah, sabar dan taubat obat terindah. Selamat memaknai hangatnya jumat pagi, Wassalam (AKW).

SENSASI RASA RUJAK CINGUR.

Menikmati Maksi penuh rasa…

BANDUNG, akwnulis.com. Sudah lama memang tidak bersua dengan sajian makanan yang segar dan menarik ini, tetapi yang menggelitik hati adalah sebuah paduan yang mungkin agak jauh jikalau dipaksa padupadankan. Tapi ternyata ini malah menjadi sebuah sajian ciri khas yang menjadi trade mark kuliner sebuah provinsi di ujung Jawa.

Bagaimana tidak jauh, potongan buah nanas yang segar dan bengkoang dicampurkan dengan potongan tempe dan taoge plus daun kangkung di sandingkan dengan cingur atau potongan moncong daging hidung sapi atau kerbau dan akhirnya dikawinkan dengan kuah kacang yang menggugah selera.

Meskipun sekarang irisan daging hidung sapi atau kerbau tersebut lebih banyak diganti potongan kikil yang lebih mudah didapat di pasar – pasar. Tetapi memang penggabungan ini menurutku yaa… sebuah keunikan rasa tersendiri. Dari literatur yang ada, bahwa kuliner unik ini adalah perpaduan budaya jawa, tionghoa, arab dan madura.

Nah, pasti udah pada bisa nebak, nama sajian kuliner ini adalah RUJAK CINGUR.  Nama yang singkat dan langsung mengena, rujak sudah identik dengan irisan buah-buahan dan kuah sambalnya ditambah Cingur adalah moncing sapi/kerbaunya… tinggal bagaimana sensasi rasanya.

Jangan salah, rasa yang tersaji begitu nikmat menggoda karena perpaduan manis, asam, asin, kecut dan lembut serta segarnya berpadu sempurna. Pantesan banyak banget penggemarnya dan menyebar kemana-mana, tidak terkecuali ibu mertua.

Kenapa nggak ngebahas kuliner jabar aja?”

Aduh santuy bro, diriku menulis apa aja dan kebetulan kali ini ide hadir karena dihadapanku tersaji sebungkus Rujak Cingur yang menyegarkan. Kuliner di Jabar tentu banyak juga dan sudah banyak yang buat tulisannya. Sementara ini aneka rasa yang hadir menggoda mulut dan memberi ide untuk kembali merangkai kata.

Selamat menikmati makan siang yang segar dengan kuliner jatim yang lengkap unsur – unsurnya. Ada protein dari potongan kikil dan tempe, vitamin dan aneka mineral dari buah nanas dan bengkoang serta sayuran tauge dan kangkung plus karbohidratnya dari irisan kentang dan beberapa potong lontong, nyam nyam nyam.

Selamat menikmati makan siang ini dengan syukur tiada hingga kepada Allah Sang Maha Pencipta, Bismillah… (AKW).

CURUK – fbs

Diwaler lepat teu diwaler lepat.

CIMAHI, akwnulis.com. Sebuah coretan kata yang hadir dalam suasana pandemi yang semakin tak pasti. Semangatttt dan kita bersatu padu menghadapinya.

Tulisan ringan berbahasa sunda, semoga menghibur.

CURUK fiksimini basa sunda.

Nèng Rahmi rawah riwih baru jubras jebris, ngadu ka indungna. Pèdah asa dihina ku Jang Opan, babaturan ngajina.

Kunaon nyai tèh?” Ema na nanya bari reuwas kacida, sieun budak awèwè hiji-hijina digunasika. Nèng Rahmi tungkul bari ngagukguk. Jang Opan ngajanteng hareugeueun, teu puguh peta.

Indungna Rahmi melong ka Jang Opan, “Kumaha ieu kajadianna?”

Jang Opan bari rada geumpeur lalaunan nyarios, “Hapunten Amih, teu pisan – pisan kumawantun ngaheureuyan si Enèng. Mung ngawaler pertarosan wungkul”

Naroskeun naon Jang?” Ma Onah rada muncereng.

Muhun, tadi naroskeun kumaha cara panggampilna kanggè ngetès fungsi pangambung tiasa ngangseu atanapi heunteu, dina raraga antisipasi virus covid19 nu nuju nerekab”

Nya ku abdi tèh, curuk ieu  dicolokkeun kana imbit abdi, teras diantelkeun kana pangambung nèng Rahmi, eh kalah ka ngagoak teras ngababuk raray, naon lepat abdi?”

Ma Onah ngahuleng, curukna dicobi kana imbit nyalira, teras diambuan, “Aduh teu kaangseu…. Nèng hayu anteur rapid tès!!!”

***

Itulah cerita singkat berbahasa sunda kali ini, nanti jikalau waktu dan sempat bersua, maka akan dibuat versi audio dan ditambah penjelasannya dengan bahasa indonesia di channel youtube : @andrie kw. Terima kasih, Wassalam (AKW).

V60 Arabica Papandayan & Ide-ide.

Sruput kopi sambil cari Ide.

CIMAHI, akwnulis.com. Menulis dengan kesendirian adalah sebuah perkawanan sejati, karena rasa bisa tercurah dalam jalinan kata yang mengandung makna. Mencoba mengalirkan ide yang berbuncah di dalam kepala, menuju aliran darah dan otot serabut sehingga menggerakkan jemari agar menari di atas keyboard smartphone kesayangan.

Mata jelas menjadi pembeda agar huruf yang tertulis terhindar dari typo ataupun salah penggunaan tanda baca. Meskipun kesalahan itu masih ada, karena kita adalah manusia tidak lufut… eh luput dari khilaf dan dosa.

Tapi, terkadang ide suka tiba-tiba hilang tertindas oleh pikiran lain yang hadir tanpa aba-aba. Sehingga jemaripun terpaku tak hasilkan secuil kata apalagi setumpuk kalimat. Inilah saat yang rentan dengan kondisi pentargetan dan deadline, alamak… gawaat.

“I need mood booster please”

Itulah sebuah bisikan yang membuat penasaran dan ternyata sebagai jalan keluar. Maka… cara terbaik adalah carilah sang mood booster yang dirindukan… yakni Kohitala (kopi hitam tanpa gula)… kopi mana kopiiii?…

Maka tanpa berlama-lama, sajian kopi arabica papandayan langsung diproses dengan metode manual brew V60… itu tuh yang corongnya mengerucut dan wajib pake kertas filter. Request diseduh oleh air panas 93° celcius kayaknya dituruti, karena hasil yang didapat ternyata tepat dengan selera. Yummy.

Setelah tersaji manual brew V60 kopi arabica papandayan. Langsung saja mulut menganga untuk bersiap menyeruput kenikmatan dunia dan berharap ide – ide segera hadir kembali untuk tuntaskan segala tugas yang memgelayuti hari – hari.

Srupuuttt…. hmmmm nikmatnya, acidity pas berpadu dengan body yang tidak terlalu pahit dilengkapi after taste buah cherry dan jeruk yang mengharumkan suasana.

Perlahan tapi pasti, kenikmatan menyeruak dan ide-ide meskipun malu-malu akhirnya hadir dengan beraneka celoteh kreasi dan harapan. Kopi disruput dan jemari lanjut mengetuk… eh mengetik. Menuangkan ide yang kembali hadir karena rangsangan maut si kopi hitam. Alhamdulillah.

Akhirnya jemari lanjut menari dan sang kopipun bergegas menunaikan tugas. Membuka kembali keengganan dan mendobrak kemalasan hingga akhirnya kesegaran datang dan ide-ide yang lahir terasa lebih rilex dan memberi keyakinan bahwa dibalik kerja keras perjuangan ada hasil akhir yang memukau. Selamat pagi Kawan, Wassalam (AKW).

Kopi Tubruk Curug Malela.

Sruput Kohitala di Pelataran Parkir Curug Malela.

KBB, akwnulis.com. Nafas masih turun naik dan kaki agak gemetaran disaat kembali menjejak bumi setelah 10 menit menikmati adrenalin  ber-roller coaster dibelakang boncengan Mamang ojeg lokal yang melahap jalan berliku, sempit, becek, menanjak dan samping kiri berdampingan dengan jurang cukup dalam.

Pulang dari mana?”

Sebuah tanya yang perlu diberi jawaban agar tidak penasaran. Ini adalah langkah praktis kepulangan dari lokasi objek wisata air terjun ‘mini niagara’ Curug Malela yang terletak di Kecamatan Rongga Kabupaten.Bandung Barat. Sebenarnya dengan berjalan kakipun cukup menantang dengan lika liku tanjakan terjal sepanjang 1,7 km. Tetapi manajemen waktu meminta percepatan, karena sore nanti sudah ditunggu meeting dengan bos dan stakeholder…

Ciee stakeholder.. maksudnya dengan para mitra atuh…. maka bertukarlah 40ribu rupiah dengan 10 menit dibonceng  Mamang ojeg yang penuh sensasi dan wajib pegangan, apalagi kalau waktunya bersamaan dengan hujan, pasti suasana naik ojegnya lebih menegangkan.

Tiba di lokasi parkir awal, sebenarnya warung nasi sudah menanti dengan menu liwet lengkap dan tentunya bakakak ayam. Wuih nikmatnya, tetapi apa mau dikata, tugas selanjutnya lebih utama. Terpaksa menolak secara halus, biar nanti rekan-rekan tim yang sedang mendaki berjalan kaki yang akan menikmati.

Tetapi sebelum pergi, sebuah kios kopi yang terlihat asri ternyata menarik hati. Terlihat di spanduknya, KOPI GUNUNGHALU. Segera kaki bergerak dan raga merapat, melihat suasana kafe yang sederhana tetapi bersih dan tertata. Berbagai pilihan kopi sudah tersedia di botol kaca yang bebaris menyambut pengunjung. Juga tersedia bean yang bisa dibawa pulang untuk di grinder di rumah maaing-maaing sesuai selera.

Kang pesen 1 ya, arabica gununghalu yang wine”
“Mangga kang, diantos”

Disini ada ketidaklengkapan perintah eh request, yang terbayang adalah prosesi seduh manual dengan menggunakan V60. Tetapi karena tidak terlisankan maka sang barista membuat kopi manualnya dengan cara ditubruk dengan air panas yang penuh gejolak. Padahal peralatan corong V60 dan filter kertasnya terlihat di depan mata.

Apa mau dikata, yang tersaji adalah kopi tubruk arabica gununghalu jenis wine… gpp lah yang penting kohitala (kopi hitam tanpa gula) dan seduh manual… bedanya… di cangkirnya nggak bersih, tapi penuh dengan serpihan – serpihan biji kopi yang berserakan setelah proses ekstraksi.

Berhubung waktu yang tersedia terbatas, ya sudah kita tunggu hasil trubrukan kopi ini agar segera dapat dinikmati…. 4-5 menitan sambil tak lupa ditiup dengan kemonyongan bibir maksimal.

Srupuut…. hmmm rasa panasnya nikmaat. Acidity strong hadir memberi rasa asam pekat yang melegakan, body relatif medium dan aftertastenya muncul fruitty dan keharuman manggo hadir meskipun tipis sekali. Over all kenikmatan terasa menyatu meskipun sedikit terganggu remah kopi yang memenuhi sudut bibir kanan kiri.

Sruput lagi….. srupuuut. Nikmaat, panas dan harum serta segar memenuhi tenggorokan dan menggairahkan raga.

Bicara pilihan, beberapa bean tersaji dari fullwash, honey, wine hingga yang lainnya dengan  basic tetap kopi arabica gununghalu.

Setelah tuntas segelas sajian panas kohitala berpindah tempat ke perut, dengan basa basi dan membayar sajian serta 3 bungkus bean arabica gununghalu aneka proses, maka pamitlah yang menjadi momen pemisah. Mungkin besok lusa bisa kembali bersua.

Selamat sore dan mengakhiri hari minggu ini dengan bersiap rapat online lagi yang tentu lebih tenang karena ditemani persediaan kopi dari tempat yang penuh cerita warna warni. Wassalam (AKW).

KARBO3

Menu maksi eh makmal yang epic.

BDG, akwnulis.com. Memandang piringku yang sudah penuh dengan berbagai sajian, sungguh menggugah selera. Yach selera sederhana orang kebanyakan. Menunya variasi kawan, ada sejumput nasi, ditemani bihun dan sambal goreng kentang.. makyus kawan.

Tetapi setelah diperhatikan, ternyata bahan dasarnya sajian ini sama saja yakni karbohidrat. Tapi apa mau dikata, lapar mengalahkan segalanya. Segera baca basmallah dan dilakukan prosesi suapan awal hingga akhir dalam waktu yang sangat singkat.

Nikmat kawan, tapi kayaknya jangan sering-sering. Harus ada variasi hadirnya sayuran dan buah plua protein sebagai penyeimbang bagi asupan gizi ke dalam tubuh ini.

Ternyata, variasi lainnya untuk melengkapi adalah kerupuk aci, bala-bala, perkedel kentang dan perkedel jagung serta mie goreng jumbo wkwkwkwk… lengkap sudah karbohidrat family.

Selamat maksi eh makmal hari ini.(AKW).

Kerumunan KOPI.

Akhirnya berkerumun juga….

KBB, akwnulis.com. Ngobrol bareng dan ngopi bersama menjadi momen yang sangat berharga karena setahun lebih telah tercerai berai akibat penyebaran pandemi covid19 yang menerkam dunia.

Harapannya saat ini semua sudah sirna dan semua baik-baik saja. Tetapi ternyata itu masih mimpi yang bersembunyi di pelupuk mata. Karena kenyataaannya justru kita sekarang harus lebih waspada. Virus covid19 yang bermutasi telah menghadirkan kekhawatiran gelombang serangan kedua, dengan segala kehebatannya termasuk (katanya) tak mempan dideteksi dengan swab PCR….

Aduuh makin hawatir saja tapi jiwa berontak, sampai kapan terkungkung dalam ketakutan dan ketidakpastian ini?”

Bergelas-gelas kopi sudah dinikmati di rumah dengan metode pres, model tubruk hingga andalan adalah seduh manual filter V60. Tapi ternyata ada yang kurang, bukan urusan kopi… tapi teman ngopi….

GuBRAk….  jangan berfikir yang macam-macam. Yang dimaksud adalah teman-teman pecinta kopi, khususnya kopi tanpa gula. Saling diskusi sruput kohitala dan terkadang berantem karena beda rasa antara keyakinan selarik banana dengan aroma nangka.

Jikalau sendirian, itu tidak bisa. Pernah ada ide cupping kopinya via zoom karena masa pandemi. Tapi ya nggak afdol karena berarti bikin manual sendiri baru dinikmati. Tidak ada objektifitas saling tukar hasil karya.

Tapi, jikalau memaksa. Resiko kemungkinan tertular adalah niscaya, dan yang lebih menyakitkan adalah jikalau karena pertemuan atau pergaulan kita ternyata membawa virus ke rumah dan menularkan kepada keluarga termasuk orangtua atau anak kecil dan saudara yang punya penyakit bawaan (komorbid)… Audzubillahi Mindzalik.

Maka cara terbaik yang bisa dilakukan adalah berkerumunlah di cafe dengan kopi.

Apa itu?”

Iya cari cafe yang penerapan protokol kesehatannya bagus, tersedia cuci tangan, cek suhu, hand sanitizer plus kapasitas pengunjung yang terkendali dengan model duduk jaga jarak.

Susah atuh bos!”

Ini khan hanya ihtiar, disatu sisi ingin ngopi sambil kongkow bareng dan jadilah kerumunan. Di sisi lain takut terjadi kontak erat dan menjadi lanjutan penularan. Maka cara terbaik adalah…. biarkan kopi yang berkerumun hehehehe.

Pesen kopi kohitala 2 porsi dan (terpaksa) nikmati sendiri. Jangan sedih karena sulit kongkow kali ini. Tapi kembali bersabar sambil menunggu pandemi pergi. Nanti mah kita bisa lanjut kongkow ngopay tanpa harus terlihat lebay.

Semangat kawan, biarkan sekarang kopinya yang berkerumun dengan gelas dan botol saji tembikar ditemani 2 keping kue kopi yang terbungkus plastik rapi. Wassalam (AKW).

KOLAM RENANG & MOMENTUM.

Menangkap momentum memaknai kata.

Photo : Mentari pagi di Kolam renang Hotel Preanger / dokpri.

BANDUNG, akwnulis.com. Sebuah kesempatan terkadang hadir tanpa di duga, dan yang terbaik dari kesempatan yang hadir adalah menangkap kesempatan itu.

Emangnya bentuknya phisik bisa ditangkap?”

Jangan kaku kawan, menangkap di sini adalah melakukan tindakan sesuai momentum kesempatan yang ada”

Anggukan singkat menandai kesepahaman, jangan sampai kata ‘menangkap’ malah bermakna objek benda seperti bola atau piring, gelas, ballpoin, buku yang sedang beterbangan tertiup angin atau terlempar karena gerakan emosional… “Duh duh duh, siapa lempar siapa?”

Kalem saja, ini hanya istilah. Bukan berarti beterbangan pring dan gelas serta barang-barang lainnya. Tetapi bagaimana menangkap momentum yang hadir dalam kesempatan pertama.

Trus kamu sekarang nangkap momentum apa?”

Ah jadi pertanyaan terus, Gini deh jawabnya. Momentum yang ditangkap kali ini adalah mewujudkan janji kepada diri sendiri bahwa blog pribadi ini mengusung tema inti NGOPAY dan NGOJAY.

Nah tulisan ngopay alias ngopi sudah banyak, dan tulisan terakhir adalah KOPI KESEMPURNAAN.

Giliran tulisan tentang NGOJAYnya ini yang terkait dengan momentum. Bukan aktifitas berenang yang ingin ditampilkan, tetapi momentum hadirnya sang mentari pagi dan prosesi terbenamnya sang surya yang diabadikan melalui jepretan lensa kamera hape dengan suasana kolam renang, itulah momentum yang ada.

Photo : Senja di tepi kolam renang Hotel Preanger / Dokpri.

Jika mentari pagi menyeruak diantara gedung dan pepohonan merambatkan cahaya berpadu dengan kolam anak yang membulat dan seakan timbul, maka hadirlah keindahan.

Begitupun di sore hari dikala mentari siap menenggelamkan diri di balik gedung-gedung di sebelah barat Hotel Preanger. Maka semburat keindahan sore melengkapi ekspresi kolam renang dewasa yang terdiam tanpa kata.

Itulah tangkapan kamera dan sejumput olah kata, melengkapi makna menangkap momentum yang penuh makna. Selamat berkarya, Wassalam (AKW).

KOPI KESEMPURNAAN

Memaknai ketidaksempurnaan..

Photo : Ngopay Bray / dokpri.

CIMAHI, akwnulis.com. Sebuah gelas unik perpaduan bambu dengan stainless di bagian dalam memberi sebuah makna keterpaduan yang mendalam.

Dari luar terlihat elegan dan ramah lingkungan sekaligus bisa menyerap panas dari air yang akan disajikan disisi lain bahan stainless menjaga kepanasan eh kehangatan kopi terus stabil dan lebih tahan lama.

Maka seiring ketersediaan kopi yang ada adalah arabica wine gununghalu, tanpa basa basi segera di giling dengan grinder ukuran 2 ke 3. Lalu segera dituangkan ke gelas bambu stainless ini. Lalu diseduh dengan air panas dengan suhu (kira2) 93° celcius…. caranya gampang. Biarkan air mendidih dulu, setelah mendidih hitung dalam hati 30 detik, baru dituangkan.

Dijamin suhunya turun jadi 93° celcius?”

Yaa nggak juga, ini mah ikhtiar. Minimal mendekati hehehehe” jawabanku sambil terkekeh. Meskipun dari pengalaman nyeduh kohitala (kopihitamtanpagula) ini adalah cara yang praktis dan mendekati suhu yang diharapkan.

Setelah air panas tertuang dan menubruk bubuk kopi yang sudah tak sabar menanti di dasar gelas, maka terjadi pergumulan alami dan menghasilkan ekstraksi.

Crema kopi menyeruak di permukaan dan keharuman memenuhi seantero ruang hati yang ternyata sedikit tergalaukan karena sebuah harapan tertunda dan harus kembali berjuang untuk meraih asa.

Photo : Kopi tumpah / dokpri.

Setelah di putar dengan sendok kecil, lalu dibiarkan sesaat sebelum disruput nikmat. Tapi disinilah letak kejadiannya. Akibat konsentrasi yang kurang, sendokpun jatuh sambil membawa cairan kopi membasahi kertas putih, “Adduh”.

Tapi apa mau dikata, semua sudah terjadi. Buih kopi yang tumpah menjadikan kotor alas putih yang diset sempurna.

Tapi….  ternyata jika kita ubah sudut pandang, maka akan hadir makna berbeda.

Justru dengan tumpahan crema kopi akibat sedikit teledor malah bisa menjadi objek photo yang menarik, dan quote of the day tetiba mampir di benak ini. Yaitu, “Keindahan terkadang hadir dari ketidaksempurnaan”

Sudut pandang yang diambil adalah dengan kerangka bersyukur, sehingga insiden tumpah kopi yang bisa saja merusak mood hari ini, tidak terjadi.

Yang terjadi adalah kepasrahan dan syukur atas nikmat kehidupan.

Akhirnya saat menyruput tiba dan perlahan tapi pasti pisahkan bubuknya didasar cangkir sehingga hanya cairan kopi yang bisa dinikmati. Alhamdulillah Pahit dan asam atau aciditynya memberi sebuah pesan bahwa kenikmatan itu miliki aneka rasa dan rupa.  Wassalam (AKW).

TEU BATAL – fbs

Asa teu pira tapi nyata.

Gambar : Ilustrasi, Mushola kecil di Los Cilanang / dokang.

BANDUNG, akwnulis.com. Tulisan rutin, minimal seminggu sekali. Tulisan singkat mengarang bebas dalam bahasa sunda dengan batas maksimal 150 kata sudah membangun sebuah cerita.

Yuk ah kita buat, sambil belajar bahasa ibu sekaligus menjadi setetes semangat untuk menyegarkan pelestarian bahasa sunda.

Silahkan….

Fikmin # TEU BATAL #

Solat magrib nincak rokaat kadua, meuni halimpu surat Tabarok dilagukeun bayati. Jadi asa keur di Mekah diimaman Imam Syudais.

‘Brottt!’ Hitut badag ngagareuwahkeun, leungit saharita kaayaan di Mekah diganti ku tajug leutik rada nyanggèyèng di sisi sungapan Sindangsari.

Nyel ambek, ningali nu boga laku mah anteng wè nuluykeun solat. Ngadon sujud, atahiyat awal tuluy nangtung deui rokaat ahir. “Tungguan siah geus solat” galècok hatè ngaruksak pahala.

Salam pamungkas geus bèrès, budak tèh tuluy ngadu’a. Pas beres ‘amin’, teu antaparah deui, didudut ka tukang.

Silaing kadieu, aya balitungan yeuh”
Budak sepa reuwas taya papadana. Nuturkeun bari murungkut.

Silaing apal bagbagan agama?”
Budak tèh tungkul, teu lemek teu nyarèk.

Apal teu mun hitut keur solat, èta hukumna batal?” Sora beuki narikan.

Budak nu keur tungkul lalaunan tanggah, bari tatag ngajawab, “Uing mah teu rumasa batal, da tadi teu wudhu”

***

Terima kasih atas atensi dan kebersamaannya. Jikalau tidak mengerti artinya, silahkan ngacung.. eh acungkan tangan. Wassalam (AKW).