NGOPI DITAHURA & SABILULUNGAN ESELON II

Kesegaran alami dan kenikmatan rasa berpadu dengan meeting dan Sabilulungan.

BANDUNG, akwnulis.com. Rindangnya pepohonan dengan kehijauan alami menyambut kehadiran diri dengan senyuman ramah tanpa tendensi. Maka tanpa ragu langkah kaki menjejak mantap menelusuri jalan setapak yang nyaman dilalui meskipun berkelok tetapi diyakini memiliki tujuan akhir yang sesuai dengan ekspektasi.

Selangkah, dua langkah dan seterusnya terasa begitu menyegarkan udara yang terhirup ke dalam rongga dada. Itulah sebuah keadaan yang tidak bisa ditemukan dalam rutinitas sehari-hari yang berkelindan keluar masuk gedung serta ruangan berdinding yang terkadang mengurung kita tanpa disadari. Sementara sekarang ini tarikan nafas bisa begitu bebas meraup oksigen yang ada dan menyegarkan raga kita juga membuat otak kembali gembira tanpa memikirkan masalah yang ada.

Setelah berkelok dan jalan setapaknya sedikit menurun maka bersua dengan jembatan besi kecil berwarna hijau dibawahnya terdapat sungai kecil atau lebih tepatnya parit dengan airnya yang cukup deras bergerak menuju kolam raksasa berupa danau buatan yang semakin memperindah kawasan ini. Ada juga seorang bapak dibawah jembatan sedang menikmati kebahagiaan hidup versinya dengan berdiam tenang memandang permukaan air sungai dan tangan kanannya waspada memegang alat pancing dalam kerangka menolong ikan yang tenggelam alias memancing ikan hehehehe.

Perjalanan masih berlanjut karena jalan setapaknya terus mengular dan banyak pencabangan. Tetapi dengan insting dan petunjuk arah maka bisa sampai di tempat yang ditentukan sesuai waktu yang direncanakan. Apalagi ada petunjuk khusus yang begitu mudah dikenali yakni keharuman seduhan kopi manual yang semerbak menembus udara dan menelusup diantara dedaunan.

Yes, ada kohitala disana.

Benar saja, mendekati lokasi acara sudah terlihat patung bapak Ir H. Juanda menyambut di boulevard dan disamping kiri sebuah aktifitas yang begitu didamba telah hadir. Sang barista dengan seragam putih hitamnya lengkap dengan papan nama dan emblem korprinya sedang menyeduh kopi secara manual menggunakan metode filter V60 juga tersedia mesin kopi espresso base bagi penyuka latte, capucinno dan americano.

Alhamdulillahirobil alamin, pak pesen satu, manual brew V60 hot ya”

Oke pak, silahkan ditunggu” begitu ramah barista menyambut permintaanku sementara tangannya terampil menyiapkan peralatan perangnya dan memilih biji kopi yang tersedia.

Mau biji kopi apa pak?” barista bertanya.

Yang rekomended dari aa barista aja, apa sebaiknya untuk diseduh pake V60?” Menjawab tapi balik bertanya.

Saya pilihkan biji kopi arabica palasari ya pak, dijamin cocok”

Baik pak, terima kasih, ditunggu racikannya” sebuah senyuman hadir dan dengan excited melihat bapak barista ini mengolah kopi, menggiling, menyeduh membuat ektraksi menjadi sebuah atraksi yang hadirkan sensasi dan sebuah philosopi bahwa ‘Sebuah proses yang terlihat lama adalah untuk hasilkan asa dan rasa yang ssmpurna’. Itu buat penikmat kohitala versi manual. Kalau untuk penikmat kopi instan mungkin berbeda, tetapi tidak perlu khawatir kawan karena perbedaan itu adalah anugerah.

Akhirnya secangkir plastik eh cangkir kertas berisi kopi manual brew V60 telah hadir di hadapan dan pelan tapi pasti langsung di eksekusi… hmmmm segar dan nikmat kawan. Bodynya yang lembut, acidity sedang serta aftertaste fruttynya melengkapi keceriaan acara hari ini.

Tak lupa juga meminta versi esspreso basenya yakni secangkir capucino sehingga lengkap sudah sajian kohitala kali ini. Baik versi kopi seduh manual juga kopi pakai mesin. Hidup ngopi, srupuuut.

Alhamdulillah kebahagiaan yang sederhana dilanjutkan makan siang bersama dan menghadiri rapat pimpinan di alam terbuka tak lupa menyaksikan para pejabat tinggi pratama para eselon II menandatangani shadow target dan diakhiri dengan sebuah kebersamaan menyanyikan lagu sabilulungan.

Sebuah lagu tanah pasundan yang diciptakan maestro sunda Mang Koko, menjadi satu cara untuk kembali merekatkan kebersamaan dalam ngaheuyeuk dayeuh ngolah nagara dari bapak Sekretaris daerah dan Penjabat Gubernur Jawa barat saat ini. Bagi yang penasaran ingin melihat para gegeden bernyanyi bersama, kebetulan penulis merekamnya dan disimpan di platform youtube, silahkan klik saja SABILULUNGAN RAPIM ESELON II. 

Demikianlah perjalanan memaknai waktu kali ini, meskipun masih enggan raga ini beranjak dari keintiman pepohonan dan kedamaiam dedaunan tapi tugas selanjutnya memaksa raga ini bergerak berpisah dengan tahura. Sampai jumpa di cerita selanjutnya, Wassalam (AKW).

Tebing Keraton

Menikmati kesendirian di Tebing Keraton.

Photo Sunrise kesiangan dari Tebing Keraton / dokpri

Sebuah harapan jangan hanya menjadi angan, tetapi perlu ikhtiar dan usaha maksimal agar berbuah kebaikan.
Berbuat baik bukan hanya untuk orang lain, berbuat baik untuk diri sendiri juga sangat penting…

Aaah egois kamuuuh!!!

Jangan salah sangka dulu kawan. Egois atau egoisme itu asalnya bahasa yunani yaitu ‘Ego’ artinya ‘gue, aku, ana, aing’ dan ‘isme’ adalah tentang pemahaman dalam konsep filsafat. Jadi segala yang ada itu adalah aing, adalah aku. Akibatnya bersikap mementingkan diri sendiri, merendahkan orang lain, tidak mau mendengar pendapat orang lain dan banyak lagi turunan perilaku yang kurang atau malah tidak baik, dalam bahasa arab disebut ananiah.

“Klo PERSIB nu AING!!!’, itu egoisme bukan?”

Hehehehe, menurut aku sih bukan. Itu mah rasa cinta mendalam bagi klub sepak bola kesayangan atuhh.. “Hidup PERSIB”.

Klo egoisme mah.. slogannya, “Ieu Aing, kumaha Aing…..)”

Ah kok jadi uang aing yach… maafkan daku para pemirsyah. Memang klo udah nulis sesuatu itu bisa belok kemana aja… tapii tetep harus ada koridor pasti yang bernama ‘Tema’.

***

Saat ini sedang terdiam memandang hamparan hijau bentang alam kehidupan di ketinggian Kawasan Hutan Raya Ir. H. Juanda Bandung Jawa Barat.

Sebuah asupan gizi bagi jiwa dan pikiran serta membuat denyut bathin semakin tenang untuk sesaat bersatu dengan alam….. seraya menundukkan jiwa menengadahkan raga penuh rasa syukur atas nikmat Illahi Robb…

Tebing Keraton, itu nama tempatnya. Sebuah wahana alam eksotis yang memberikan kesempatan kepada kita untuk melebarkan mata meluaskan pandangan hati. Memandang indahnya jajaran hutan pinus yang pucuknya bercumbu bersama awan disinari mentari yang tak pernah letih memenuhi janji untuk terus mengitari bumi.

Setelah menyetir sekitar 30 menit dari rumah, melewati jalan Ir. H. Juanda atau Jalan Dago hingga ujungnya diataaas sana…. teruss ikuti arah ke Dago Pakar. Ntar ada petunjuk ke Tahura belok kiri… ikuti aja jalan berkelok hingga melewati gerbang pengunjung Tahura… masih lurus terus. Sekitar 300 meter ada jalan belok kanan… ikutiii….teruss..kira-kira 5 km akhirnya berhenti di parkiran sekitar Warung Bandrek.. (Masih bingung?… kemana arahnya ya, tinggal buka google map… ikutin.. nyampe dech…)

Dari parkiran mobil klo moo keringetan deras mengucur tinggal jalan kaki aja.
“Cuma 3 km dengan jalan menanjak berkelok dan ada yang masih berbatu..”

“Whaaat?…”

“Whaaat…”

“Yang bener aja?”

Kalem mas bro, akses 3 km itu tinggal 500 meteran yang kurang bagus, sisanya udah beton. Buat nyampe ke pintu gerbang Tebing Keraton ada jasa pengantaran ojeg. Tarifnya 30ribu per orang sekali anter, klo moo ditungguin sama mamang ojegnya 50ribu. Itu hasil kesepakatan Masyarakat sekitar dengan Pengelola Tahura.

Klo udah nyampe gerbang, bayar karcis 15ribu dapet secarik tiket dan asuransi plus gelang ijo unyu-unyu bertuliskan ‘Tahura Juanda, We are the forest’.

Tinggal jalan kaki menurun dikit ikutin jalan paving block yang tertata rapih. Plang petunjuk jalannya jelas, klo lurus terus ke arah perkemahan, klo belok kiri dikit.. itu arah ke Tebing Keraton.

Ada juga ke kiri menurun banget.. itu buntu menuju hutan pinus.

***

Photo selfie dan Welfie seolah menjadi keharusan, penunjung berebut untuk mengabadikan diri agar ada bukti pernah hadir disini. Setelah itu dengan sekejap mengabarkan diri kepada dunia bahwa aku sedang disini, dengan berbagai pose serta sentuhan teknologi aplikasi penghalus wajah agar meraup ‘like‘ mengumpulkan jempol serta menanti taburan komentar yang menghiasi medsos masing-masing…. perkembangan jaman tidak bisa dilawan.

***

Alhamdulillah, suara binatang hutan menemani kesendirian ini. Memberikan harmoni musik alami diselingi siulan burung bersahutan. Dedaunan hijau memandang dan memberi kesejukan, membuat jiwa ini tenteram dalam balutan alam… tetapi akhirnya panasnya sinar mentari mengingatkan diri bahwa waktu ‘me time’ sudah berlalu.

Ayo kembali ke dunia nyata yang penuh suka duka. Wassalam (AKW).