KOPI KELAPA LEMON RAJA MANGKUNEGARAN.

Menikmati Kopi seperti raja solo di masa silam.

SURAKARTA, akwnulis.com. Perjalanan menikmati kopi dalam berbagai kesempatan yang sudah tertuang dalam blog ini ternyata sudah berhitung tahunan dengan segala dinamika, warna, suasana, tempat, baristanya semakin melengkapi sebuah warisan diri yang tertuang dalam jalinan kata serta dilengkapi poto pendukung yang menjadi penegas dari semua jalinan cerita.

Seiring waktu ternyata kesempatan menikmati kopi hitam tanpa gula ini terus bergulir dan terbuka. Jadi jika sebagian kawan berpendapat bahwa kemanapun harus bisa bersua dan ngopi kohitala. Kenyataannya tidak begitu. Menikmati kopi ini lebih kepada mengikuti aliran takdir saja, tidak memaksakan dimanapun harus ngopi tapi disaat memang mendapat pengalaman baru tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kopi maka sajikanlah dalam tulisan atau dokumentasi video melalui channel youtube kesayangan.

Nah yang menariknya adalah kemanapun bergerak dan menjelajahi bumi ini, baik dengan judul kedinasan ataupun keperluan keluarga dan juga urusan pribadi, ternyata kesempatan bertemu kopi dalam aneka bentuknya itu seolah sudah diarahkan alami. Meminjam istilah Prof Johannes Surya adalah ‘MESTAKUNG‘ yaitu seMESTA menduKUNG.

Maka semangat konsistensi menulis dan membuat video youtube dipertahankan meskipun tentu dilakukan di waktu luang dan berusaha untuk tidak mengambil jam dinas ataupun jam bercengkerama dengan keluarga.

Pada tulisan kali inipun tidak mengkhususkan ingin menikmati kopi di tempat yang spesial, tetapi kenyataannya memang itu yang terbuka di depan mata. Maka bersyukurlah, jalani, nikmati dan tulis sesuai dengan kata hati.

Tulisan kali ini adalah MENIKMATI KOPI DI TEMPAT MAKAN SANG RAJA. Wuih mantaabs khan?….

Jadi tulisan ini hadir setelah menikmati makan dan minum di tempat para raja – raja Surakarta di masa lalu tepatnya di Pura Mangkunegaran Surakarta. Salah satu yang dipilih tentu yang ada kopinya, itu lagi itu lagi. Ya gepepe atuh, khan setiap orang berhak menulis sesuatu dengan berpegang pada prinsip konsistensi tema serta keberlanjutan. Jadi wajar kalau menulis lebih menyoroti tentang sajian kopi ataupun yang berkopi.

Tempatnya berada di dalam komplek kerajaan Pura Mangkunegaran Kota Surakarta, nama restorannya adalah PRACIMA TN MANGKUNEGARAN. Restoran ini menjadi sangat spesial karena menyajikan originalitas baik sajian menu makanan dan minuman serta suasana masa lalu plus yang menarik adalah menjaga tatakrama keraton yang begitu ketat aturan. Semua itu dibalut dengan manajemen modern yang terbuka dengan mengawinkan teknologi dan kemajuan media sosial dengan nilai masa lalu yang memiliki kekhususan.

Jadi yang kepo dan ingin tahu tentang restoran ini tinggal buka instagram, searching ‘Pracima’ lalu klik link untuk info pemesanan dan interaksi awal langsung terjadi. Menariknya adalah pembatasan pengunjung yang akan masuk ke restoran dengan dibagi jam masuk plus pembatasan maksimal 90 menit berada di restorannya serta standar pakaian yang digunakanpun spesifik seperti tidak bercelana atau rok pendek, tidak menggunakan sandal serta tidak menggunakan batik motif tertentu.

Kondisi riilnya yang dilihat langsung oleh penulis adalah sebuah kompromi tapi adab tetap dipegang. Pada saat pengunjung termasuk anak-anak bercelana pendek maka diwajibkan menggunakan kain agar menutupi bagian kaki, tanpa kecuali. Jadi bukan berarti yang rok mini serta merta ditolak. Sementara untuk yang langsung datang tanpa reservasi disarankan JANGAN. Karena pasti ditolak. Pertimbangan pengelola sederhana, restorannya memiliki kapasitas tertentu dan itu sudah sesuai dengan pesanan secara online.


Eh kok jadi membahas urusan restorannya ya?”
“Ya nggak apa-apa, karena pada akhirnya sajian kopi adalah bagian penting dalam prosesi makan minum ini.

Pada saat menu tersaji, pilihan kopinya sedehana sekali. Yakni americano, cappucino dan cafelatte. Sebuah pilihan yang agak menyesakkan bagi pecinta manual brew karena jelas eksplorasi terhadap biji kopi akan terlumat oleh mesin kopi dan akan hadir sajian kopi yang super mirip dengan sajian kopi ditempat lainnya. Maka diskusi terjadi, lalu ada penawaran kopi kelapa lemon. Lupa nama di menunya. Pokoknya campuran kopi, air kelapa dan lemon.

Wah ini menarik. Pesan satu ditambah dengan menu minuman asli yang tercantum adalah PARE ANOM, yaitu sajian minuman perasan jeruk baby dan jeruk lemon, syrup dan kolang-kaling yang tersaji dingin serta dihias dengan sate kolang-kaling diatasnya.

Sajian kopi kelapa lemon dinginnya begitu menyegarkan. Rasa kopi tetap hadir meskipun terbatas ditemani manis alami dari air kelapa muda plus asamnya lemon melengkapi nikmatnya suasana serasa menjadi raja penguasa keraton yang sedang menikmati makan sore bersama kolega atau keluarga. Makanan utamanya adalah PITIK GORENG JANGKEP dan sebagai pembuka dipilih SELADA TOMAT KALIYAN KEJU serta ditutup dengan minuman PARE ANOM yang segar dan ceria.

Tuntas sudah menjadi eh merasakan suasana makan minum raja Pura Mangkunegaran selama 90 menit direstoran. Dilanjutkan mengabadikan taman pracima yang luar biasa. Air mancur warna warni, gedung restoran pracima yang bertabur cahaya serta gazebo pembuka yang juga tak kalah mengesankan telah memberi nilai lebih dari pengalam ngopi di kota solo ini. Selamat menghadapi tugas bekerja di esok hari, senin pagi. Wassalam (AKW).

Jejak Leluhur 2

Bergerak agak jauh untuk lanjutkan jejak ziarah para leluhur.

SOLO, akwnulis.com. Berbaur dengan banyak orang di kereta KRL Jogja – Solo menjadi pengalaman tersendiri. Dengan harga yang bikin kaget, hanya Rp 8.000,- sangat jauh beda jikalau menggunakan moda transportasi lainnya. Eh bisa murah pake sepeda, tapi nyampenya kapan yaa?…… juga adaptasi teknologinya bagus, semua cashless. Dari mulai masuk peron, duduk di kereta hingga turun di stasiun tujuan.

Pas naik udah penuh, tapi anak kecil, ibu hamil afau orang sakit dan wanita ada hotseat guys dan kalau kayak kita nich, cowok kece dan sehat… caileeee…. maksain duduk di hotseat tersebut karena kursi lain penuh.  Siap-siap didatangi petugas dan disuruh berdiri. Maka semua mata penumpang lain akan ikutan lihat, malunya itu nggak nahan.

Maka mengalahlah, bapakke berdiri, anak istri bisa duduk dengan sedikit nyaman. Trus masker wajib terpasang dan nggak boleh makan minum apalagi merokok, jadi suasana tenang dan bersih tanpa sampah berserakan.

Tiba di Stasion Solo Balapan maka bergegas menuju hotel yang sudah dipesan dengan menggunakan becak bisa kembali bercengkerama dengan deburan… eh salah, semilir angin malam di kota solo.

***

Kehangatan sinar mentari pagi menyambut perjalanan kali ini. Sebuah pergerakan yang sedikit menguras rasa dan emosi karena harus belajar berdamai dengan diri dan memaknai sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi.

Betapa tidak, jika setelah mencoba menghitung tahun. Ternyata sudah 5 tahun, tidak pernah menjejakkan kaki kembali di tanah leluhur sekaligus melakukan ziarah kubur di makam kakek nenek dari garis keturunan ayahanda.

Maka setelah sarapan pagi, berangkat ke daerah Sumber Girimulyo, dimana lokasi makam mbah kakung berada. Alhamdulillah lokasi dapat ditemukan dengan mudah dan GPS hanya sebagai pendukung aja. Jadi ingat dialog sewaktu kecil bercengkerama dengan Almarhum Mbah S. Partoredjo.

“Tumbas seket mbak”
“Koncomu piro?”
“Oalah cucuku lanang”
“Dahar mbah, Dahaaaar!!”

Ah kisah masa kecil yang menyenangkan, meskipun ada juga suasana malas mudik ke solo di kala libur lebaran. Karena disaat salaman harus antri begitu panjang dan sesuai urutan keturunan sambil berucap, “Ngaturaken sembah sujud bla bla bla….”

***

Makam Mbah Kakung terletak di samping komplek perumahan dan dekat dengan rumah om sentot, adik bungsu ayahku. Sehingga tidak sulit menemukan makamnya karena ada guide khusus hehehe… dilanjutkan dengan ziarah kubur ke makam Mbah Putri, Mbah Sayem Binti Kromobini yang berjarak cukup lumayan.

Maka untaian doa kembali hadir, semoga bisa diterima Illahi Robbi dan para leluhur kami ini berbahagia abadi di surga-Mu.

Bismillahirrohmannirrohim, Allohummagfirlahu Warhamhu Waafihi Wa fuanhu Waakrim nujulahu Wawasi’mad kholahu… Alfaatihah”

***

Terasa berat meninggalkan kedua makam yang menjadi asal muasal kehadiranku di dunia fana ini. Jika dari garis ibu adalah keturunan PERANCIS (peranakan ciamis) maka dari gadis ayahanda adalah keturunan OSLO eh solo.

Udah ah, kembali ke dunia nyata. Sesi ziarah kubur berakhir dan kembali merajut hari dengan berbagai aktifitas yang diharapkan bisa menjadi arti bagi mahluk lain dan diri sendiri. Wassalam (AKW).