RUMAH DINASKU

Catatan kecil menikmati rumah dinas yang penuh sensasi.

CIBABAT, akwnulis.com. Sebuah momentum pelantikan jabatan menjadi gerbang perubahan kehidupan yang begitu signifikan. Tentu baru pelantikan level terendah, menjadi seorang kepala seksi di sebuah kecamatan. Tetapi bagi diri ini begitu membanggakan, karena setelah beberapa tahun mengabdi sebagai pegawai level pelaksana akhirnya mendapatkan kepercayaan untuk memegang sebuah amanah jabatan. Tentu sebuah kewajiban untuk bersyukur dan memberikan pengabdian dan kinerja yang lebih baik dibandingkan yang sudah dilakukan selama ini.

Maka setelah pelantikan usai, segera kembali ke kantor awal. Menemui pimpinan terdekat untuk mengucapkan terima kasih atas dukungan dan arahannya selama ini sekaligus meminta wejangan untuk menghadapi tugas baru ini serta diakhiri beres – beres berkas dan barang pribadi hingga akhirnya berpamitan.

Bapak mohon maaf selama menjadi staf bapak jika ada yang kurang berkenan. Juga rekan – rekan, maafkan aku yach”

Kalimat pamit yang menggetarkan, ada rasa sesak di dada meninggalkan bapak Unus, bapak Ahut, kang Slamet yang selama ini menjadi partner setia, begadang bersama, kerja lembur bersama hingga dini hari tiba demi membuat bahan presentasi pimpinan yang dikejar deadline terutama bersama badan anggaran. Selamat tinggal kantor Bappeda Sumedang.

Selamat jalan yi”
“Selamat bertugas di tempat baru”
“Jangan lupa besok lusa ditunggu, ini tetap kantormu!”

Berbagai kalimat penyemangat dan penuh rasa kekeluargaan, cukup berat untuk meninggalkan. Tetapi tugas baru sudah menanti seiring amanah jabatan yang sudah tersemat di pelantikan tadi pagi.

***

Esok paginya dengan langkah perlahan tapi pasti turun dari motor dan bergegas memasuki kantor kecamatan Sumedang Selatan. Beberapa pasang mata memandang, dijawab dengan senyuman saja dan bergegas masuk ke pintu depan. Kebetulan ada meja resepsionis di situ.

Selamat pagi bu, Bapak Camatnya ada? Saya mau lapor penugasan disini”

Selamat pagi bapak, silahkan isi buku tamu ya. Bapak Camat ada, tetapi kami cek dulu agenda beliau”

Tanpa berlama-lama, langsung diantar ke ruang Camat. Kebetulan belum ada agenda acara sehingga bisa langsung menemuinya.

Selamat pagi bapak, ijin melaporkan penugasan kami disini, mohon arahan”

Wah kamu begitu formal, santai saja. Selamat datang di kantor kecamatan dan selamat bergabung menjadi pelayan dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya” Ujar pak Camat dengan wajah sumringah.

Suasana kaku segera mencair dan pembicaraan mengalir. Lalu pak Camat memanggil para pejabat kecamatan dari mulai sekretaris kecamatan, para mepala seksi, kasubag hingga staf yang ada. Suasananya begitu akrab, sehingga lebih menenangkan bagi diri ini yang baru saja harus beradaptasi.

Hingga menjelang sore berkeliling dan berbincang dengan sahabat baru. Melihat ruangan – ruangsn kantor termasuk berkeliling sekitar kantor kecamatan dan area rumah dinas.

Ternyata sesuai pembicaraan bersama pak Camat tadi, sesuai tugas sebagai Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban atau disingkat Kasi Tramtib maka berkewajiban dan bertanggungjawab 24 jam terhadap kondisi ketentraman dan ketertiban kawasan kecamatan termasuk area kantor. Otomatis harus tinggal di sekitar kantor kecamatan.

Agak termenung juga, karena jika masih tinggal di rumah sekarang tentu jaraknya jauh yakni di kawasan Jatinangor yang berbatasan dengan area kabupaten bandung. Sementara perlu sekitar 1 jam untuk sampai ke kantor kecamatan. Mau kost atau ngontrak juga pertimbangan ekonomis, ya udah termenung dulu saja.

***

Pak Kasi belum pulang?” Suara pak camat membuyarkan lamunan. Sedikit terdiam tapi segera menjawab, “Belum pak, rencana mau survey kontrakan sekitar sini pak”

Oh iya, bagus itu. Tapi bisa juga sebagai alternatif rumah dinas saya digunakan. Pilih saja kamar yang cocok.”

Serius pak?” Mataku berbinar.

Iya serius, lagian rumah dinasnya kosong. Silahkan digunakan”

Terima kasih pak”

Pembicaraan singkat yang berharga. Tanpa membuang waktu segera beranjak dan mengajak 4 orang anggota satpol PP untuk menemani menuju rumah dinas camat yang posisinya tepat di samping kanan kantor kecamatan.

***

Bapak serius mau tinggal di rumah dinas pak camat?” Pak Dadan anggota satpol PP bertanya.

Iya dong, memang kenapa?” Saya bertanya balik. Pak Dadan dan pak Tatang saling berpandangan. Saya terdiam, sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan. Tapi langkah kaki tetap bersama-sama bergerak menuju rumah dinas.

Ternyata jawabannya sederhana, rumah dinas camat ini sudah 9 tahun kosong dan kondisinya menyedihkan. Luasnya lumayan dari mulai ruang tamu, ruang tengah, kamar depan, kamat tengah, kamat mandi, dapur dan gudang. Tetapi kondisinya bocor dan dapurnya praktis tidak bisa digunakan. Lantainya lembab dan beberapa tempat berlumut, sepertinya dibangun di bekas rawa atau sawah. Ada juga ditemukan katak yang bersarang disana. Laba-laba dan jaringnya cukup banyak ditemukan. Termasuk yang cukup mengagetkan adalah ular sawah yang bersembunyi di tumpukan kayu di gudang.

Keputusan harus segera diambil karena tugas ini tidak bisa menunggu. Daripada mencari kost atau kontrakan dengan harga sekitar Rp 300.000 – Rp 350.000 per bulan di semitar sini atau sepertiga gaji yang diterima setiap bulan lebih baik membenahi rumah dinas saja sehingga dana tersebut dapat digunakan membayar cicilan rumah di jatinangor.

Ayo bantu saya beres – beres, mulai besok saya tinggal disini”

Anggota satpol PP yang menemani langsung serempak teriak, “Siap Komandan” dan mulai bekerja. Meskipun terdengar beberapa saling berbisik entah berkomentar apa.

Ruang tengah yang agak kering ditutup plastik dan diberi tikar dan sajadah sebagai mushola bersama, sementara yang lembab berair dibiarkan saja. Kamar depan dibersihkan dan diisi 2 meja panjang sisa pemilu. Baru dipasang kasur busa. Jendela diperbaiki begitupun pintu masuk. Tidak lupa tambah meja untuk penempatan komputer dan lemari. Semua jadinya kerja bakti dibantu pegawai kecamatan lainnya.

***

Esok harinya berjumpa dengan beberapa pegawai wanita dan pertanyaannya senada, “Bapak serius mau tinggal di rumah dinas camat?”

Serius, memangnya kenapa?”
“Euh nggak apa – apa, tapi harus banyak berdoa pak”

Saran yang bagus, tetapi menjadi pertanyaan besar, “Apakah rumah dinas itu berhantu?”

Mereka terdiam dan berlalu. Tapi memang disaat ditawarkan kepada beberapa pegawai yang piket  harian di kantor untuk menemani tidur di rumah dinas, serempak semuanya menolak. Lebih baik tidur di kantor saja, daripada menemaniku. Ya sudah, Bismillah saja.

Malam pertama tidur di rumah dinas cukup lelap meskioun tengah malam sedikit terbangun karena ada kegaduhan di ruang tengah. Tapi sepi kembali dan raga ini kembali terlelap hingga pagi. Hanya saja di pagi hari sebelum turun dari ranjang darurat harus melihat sekeliling. Seekor ular sawah ukuran sedang ternyata ikut berada dikamar, mungkin naik dari sawah belakang mencari katak dan juga kehangatan. Perlahan diusir keluar, baru bisa beraktifitas dengan tenang.

Hari kedua dan ketiga ular diganti dengan kalajengking dan beberapa katak kecil. Benar – benar rumah yang menyatu dengan alam. Harus waspada setiap saat khususnya bangun pagi.

Dimalam ke empat, kebetulan malam jumat. Saya berpatroli bersama tim gabungan dari kecamatan, polsek dan koramil berkeliling ke beberapa desa yang menyelenggarakan acara dangdutan organ tunggal hingga melewati tengah malam. Tepat jam 01.00 wib dini hari baru kembali ke kantor kecamatan. Setelah basa -basi sesaat, maka saya menuju rumah dinas dan anggota satpol PP seperti biasa bermalam di kantor saja.

Kunci rumah dinas dibuka tak lupa ucapkan salam, “Assalamualaikum”  lalu melewati ruang tamu dan ruang tengah. Tiba – tiba sudut mata menangkap sebuah bayangan hitam yang berada di sudut ruang tengah dalam cahaya lampu temaram lalu terdengar suara berat tertahan, “Baru pulang pak?”

Iya baru pulang” sebuah jawaban otomatis meloncat begitu saja dari mulut yang menganga karena melihat secara nyata sesuatu yang begitu besar, berbulu kasar abu – abu kecoklatan di sekujur tubuhnya dengan rambutnya yang acak-acakan  dan wajah tersembunyi oleh bulu – bulu kasar dengan sepasang mata merah yang cukup menggetarkan jiwa duduk dengan santainya diujung ruang tengah, seolah memang disitu singgasananya.

Dalam hati doa tolak bala dibaca tergesa, terasa kulit diseluruh tubuh berdiri bukan hanya di bulu kuduk saja tapi semuanya. Satu hal yang diyakini adalah manusia mahluk mulia, lebih mulia dari mahluk lainnya ciptaan Allah Subhananahu Wataala.

Segera mata berkedip tapi ternyata mahluk itu tetap ada disana. Ya sudah segera bergegas menuju kamar depan, membuka pintu dan mengunci dari dalam lalu naik di ranjang darurat lalu berselimut tanpa mengganti pakaian juga sepatu masih terpakai. Membaca segala doa yang dikuasai dan berserah diri pada Illahi. Sambil berkata dalam hati, “Kita berbagi, silahkan gunakan ruang tengah, tapi tidak di kamar ini”

Tiba-tiba sekilas sepasang  mata merah dengan wajah rata terasa hadir di hadapan dan memberikan anggukan, lalu bayangan itu menghilang. Kembali doa – doa dibacakan dan diteriakan meskipun dalam ruang kesunyian hingga akhirnya tertidur karena kelelahan.

***

Esok harinya terbangun dengan pakaian dinas dan sepatu masih melekat di badan, tetapi badan terasa segar dan penuh semangat menghadapi tugas dan kehidupan. Beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu lalu shalat shubuh. Dilanjutkan senam pagi mandiri, mandi dan sarapan di warung depan lalu bergabung di kantor untuk apel jumat pagi.

Sejak itu tinggal dan bermalam di rumah dinas menjadi hal yang biasa. Jika shalat ada yang ikut menjadi makmum tapi pas salam atahiyat akhir ternyata tidak ada siapa-siapa, itu hal biasa. Jika pulang patroli malam ada yang menyapa di ruang tengah, ya sudah jawab saja lalu masuk ke kamar untuk beristirahat. Yang pasti tidak khawatir meninggalkan barang berharga di rumah dinas meskipun tidak terkunci karena ada teman dan penjaga abadi yang mungkin sudah berpuluh atau malah beratus tahun tingggal di rumah dinas ini. (AKW).

***

TELPON & ASMARA

Matikan handphone disaat sholat, jika tidak, maka …….

Photo : Ini hape ‘cinitnit’ sebagai ilustrasi / dokpri.

JATINANGOR, akwnulis.com, Hampir minggu ketiga menjadi penghuni rumah dinas camat, sudah mulai terbiasa dengan berbagai keunikannya. Urusan sholat tiba-tiba ada yang makmum tapi tidak ada wujudnya, ya sudah dibiarkan saja. Yang penting tidak mengganggu apalagi menampakkan diri. Bisa berabe nanti.

Cerita yang makmum bisa di baca di MAKMUM SHOLAT.

Hari ini pekerjaan begitu banyak, berbagai aktifitas yang harus dilakukan dalam rangka persiapan lomba kinerja kecamatan tingkat kabupaten.
Berbagai rapat terus bergulir, pencarian sponsor, penyusunan dokumen administrasi termasuk pembenahan area kantor sehingga betul-betul bisa menampilkan sebuah kantor pelayanan masyarakat yang diharapkan oleh masyarakat selaku klien utama.

Salah satu yang harus sedikit terkorbankan adalah urusan pribadi, pacaran terpaksa banyak tertunda, pertemuan di-pending demi keberhasilan kantor kecamatan, ahaay.

Melepas rindu hanya via telepon saja, ataupun sms-an. Meskipun terkadang muncul ketegangan karena pas ditelepon pacar, sedang sibuk dengan pekerjaan, padahal waktu sudah malam. Akibatnya muncul rasa cemburu berbalut curiga, disangka tidak peduli padahal sedang berjuang demi suatu tugas hakiki.

Ditambah lagi dengan kejadian di rumah dinas, bikin meruncing hubungan asmara ini.

Begini kejadiannya, malam itu masih ramai di kantor kecamatan, kerja lembur barengan demi menuntaskan berbagai persiapan lomba kinerja kecamatan. Renovasi ruang pelayanan hampir tuntas dilakukan, pengecatan terakhirpun dilakukan gotong royong hingga tak terasa adzan isya berkumandang.

Diriku masih berkutat dengan pembuatan presentasi dan video pendek tentang profil kecamatan. 14 tahun lalu merupakan suatu perjuangan besar disaat mau mengedit hasil videocamera yang berbentuk mini kaset, dipindahkan ke dalam file digital lalu ditambah suara dan musik. Proses rendering yang membutuhkan waktu yang lama dan komputer yang mumpuni.

Klo sekarang mah tinggal nenteng smartphone, shoot objek video dan photo-photo, rekam suara pake smartphone yang sama, trus gabungin semuanya dengan aplikasi pembuat video yang bisa dengan mudah di download seperti : vivavideo, kinemaster, videoshop atau quick dll.

Tapi dulu…. nyari software adobe premiere aja udah susahnya minta ampun.

***

Jam 20.10 wib pamit dulu mau sholat isya di rumah dinas, sekaligus ‘hareudang (gerah)’ pengen mandi. Ntar balik lagi gabung dengan teman-teman yang lagi kerja lembur.

Nyampe di rumah dinas, jangan lupa baca doa-doa, termasuk doa ‘ayat kursi’, doa andalan. Segera masuk ke kamar depan, menyambar handuk dan mandi di kamar mandi dengan penerangan temaram.

Tuntas mandi, mencoba menghubungi nomor telepon pujaan hati. ‘Tuuut….. tuuut… tuut’ … ada nada sambung, tetapi tidak ada jawaban.

“Ya sudah, aku sholat isya dulu saja.” Suara hatiku diamini oleh raga, handphone disimpan di meja belajar dan diri ini bersiap menunaikan sholat isya.

“Allahu akbar….” Takbiratul ihram memulai shalat isya ini. Udah nggak terlalu khawatir dengan yang ‘Amiin tiba-tiba, mungkin karena sudah terbiasa hehehehe.

****

‘Beep… beeeep… beeep!!’ Suara telepon masuk sedikit mengganggu konsentrasi sholat di rakaat terakhir ini. Tapi setelah itu tidak ada bunyi lagi, sehingga hingga akhir shalat, konsentrasi bisa berpadu kembali. Entahlah jikalau nilai khusuk atau tidaknya, Wallahu alam bissowab.

Tuntas sholat dilanjut dzikir singkat, lalu bergegas ke kamar menuju handphone nokia 8210i, penasaran dengan orang yang menghubungi.

“Tidak ada tanda misscall” berbisik dalam hati. “Tapi tadi terdengar suara telepon masuk, ah mungkin tadi hanya godaan pas sholat aja kali”

Ya udah nggak dipikirin lagi, mending nelepon sang pujaan hati. Rindu tapi malu, karena memang hubungan agak merenggang akibat kesibukan ini.

‘Tutt… tuttt….tuut’ nada sambung menunggu diangkat.

“Assalamuala…” belum tuntas ucap salam, terdengar bentakan dari seberang sana, “SIAPA CEWEK YANG SAMA KAMU SEKARANG?”

Bingung…..

“AYO JAWAAAAB….. TADI DIA BILANG ‘Tunggu bentar, bapaknya lagi sholat’…..(terdengar isak perlahan..)

…… KITA PUTUS!!!!!!”

‘Tut.. tut… tut.. Sambungan terputus, sembari sebelumnya diantara bentakan terdengar nada kesedihan.

Aku terdiam, bingung.

Dicoba telepon ulang, … tidak bisa dihubungi… hiks hiks.

Terasa raga ini lunglai, bagaikan kapas disiram air. Ngeglosor ke lantai kamar.

Perlahan coba buka record panggilan di hape. Ternyata betul tadi pas sholat, pujaan hatiku nelpon.

Tapi tidak ada tanda miscall, karena sudah ada yang menerima teleponnya, dan….. menyampaikan bahwa diriku sedang sholat.

“Sialaaan!!” Geram menyergap rasa, sungguh tega semuanya.

Jelas-jelas handphone tergeletak di meja dan terlihat pada saat sholat, “Lha siapa yang nerima telepon?”

Langsung berdiri dengan amarah menggelegak, berbalik memandang ke ruang tamu yang temaram.

“Siapa tadi yang mengangkat telepon ini pas diriku sholat!!!, ayo ngaku, tampakkan wujudmuuu…… “ suara parauku memecahkan kesepian ruamh dinas. Kecewa, sedih dan dongkol menyatu dalam hati.

“SIAPAAA??”

Tidak ada respon, hanya desau angin malam yang bergerak, ikut merasakan kegalauan tingkat tinggi ini.

***

Diujung gorden sebelah luar, sebuah bibir tersenyum, lalu perlahan menghilang. (AKW).

MAKMUM SHALAT *)

Pengalaman pertama berjamaah sholat magrib di rumah dinas camat.

Photo : Sajadah tergelar / dokpri.

*)Sebuah cerita belasan tahun lalu, di ‘rumah dinas camat’.

Shalat magrib perdana di kost-an baru yang gratis terasa begitu syahdu. Rasa syukur begitu mendalam karena dapat tempat kost-an yang luas, deket banget kantor dan yang paling mantap adalah free of charge alias gratis.

“Kok bisa?”

“Alhamdulillah, rumah dinas camatnya nggak dipake. Jadi digunakan buat yang belum punya rumah atau tinggalnya jauh”

“Ohhh… iya bagus kalo gitu mah”

Tadinya mau ke mesjid yang terletak di seberang kantor, agak menanjak dikit. Tetapi hujan besar begitu mendera, ya sudah sholatnya disini saja.

Tuntas mandi terus berwudhu, terasa badan segar hati tenang. Setelah berpakaian lengkap dengan sarung dan kopiah, sajadahpun tergelar diatas karpet merah di sudut ruang tamu yang difungsikan menjadi mushola sementara.

“Allahu Akbar…”

Takbirotul ihram terdengar menggema, awalan sholat magrib yang penuh sukacita. Sendirian memang, karena ini hari libur, minggu malam. Petugas piket 2 orang berada di kantor kecamatan, sisanya tentu bersama keluarga masing-masing atau dengan aktifitas lainnya. Nah besok senin pagi, barulah ramai kembali. Bekerja bersama melayani kepentingan masyarakat, bangsa dan negara ahaaay… merdekaaa.

Bacaan Alfatihah terasa syahdu, baca sendiri dan dengarkan sendiri. Jadi nilai bagusnya subjektif, ya nggak apa-apa khan?

“….. waladdollliinn”

“Amiin” suara makmum di belakang, membuat sedikit terhenyak. Sambil melanjutkan bacaan doa Surat Alkafirun, hati sedikit bertanya, “Siapa yang makmum?”

“Mungkin anggota satpop pp yang sedang piket, nyempetin ikut berjamaah” asumsi itu muncul karena pintu depan rumah dinas camat ini dibiarkan terbuka. Jadi yang mau masuk, ya tinggal masuk.

Di rakaat kedua, pembacaan surat Alfatihah ‘di aminkan‘ kembali oleh sang makmum, alhamdulillah berarti shalat magribnya bisa Jamaahan.

***

Rakaat ketiga terasa tenang, karena tidak ada prosesi ‘Aamiin’, yang pasti terasa tidak sendirian karena ada yang menjadi makmum.

“Assalamualaikum….. “ Attahiyat akhir telah selesai dan ucapan salam menjadi penutup shalat magrub kali ini. Wajah menengok ke kanan dan ke kiri.

Pas inget, tadi ada yang ikutan sholat, penasaran ah. Sebelum dilanjut dzikir reflek menengok ke belakang.

“Eh kirain siapa, ………”

Itu kata-kata yang akan keluar dari mulut ini, karena terbayang staf satpol pp yang piket berseragam lengkap sedang duduk bersila di belakang.

***

Tapi……

Ternyata tidak ada siapa-siapa, sesaat kucek-kucek mata sambil berdoa, “Astagfirullohal adzim…….. Jangan-jangan…. hiiiy”

Bulu badan (bukan bulu kuduk aja lho guys, tapi sebadan-badan) terasa meremang. Suasana sepi sesaat menyergap, segera membaca doa-doa yang dikuasai, serta tak lupa memohon perlindungan Allah SWT.

***

Menuntaskan rasa penasaran, segera bergegas keluar dari rumah dinas menuju kantor kecamatan yang berada tepat disamping bangunan. Terlihat Kang Yayan dan Pak Itang sedang duduk depan televisi sambil sesekali bercanda tawa.

“Tadi ada yang ngemakmum pas solat magrib di rumah dinas?”

Keduanya serempak, “Enggak pak, eh maaf belum sholat magrib” cengengesan, seolah kepergok belum sholat. Aku termangu, diam membisu.

“Ya silahkan solat dulu, biar saya piket sementara”

“Siappp Boss!”

***

Akhirnya malam itu, jadi ikutan piket dan bobo bersama para petugas piket kantor kecamatan. Ngariung tidur di tengah kantor. Wassalam (AKW).

RUMAH DINAS CAMAT

Cerita masa lalu di saat mengawali karier di kota leutik camperenik.

Photo : Kota Sumedang dilihat di puncak Toga / Dokpri.

Penugasan menjadi seorang Amtenaar*) muda di sebuah kecamatan dengan memegang jabatan perdana terasa begitu membanggakan.
Sebuah amanah jabatan dalam struktur yang pertama, dimana sebelumnya berkutat dengan jabatan fungsional pelayanan pimpinan.

Sebuah kebanggaan tiada tara, karena meskipun jabatan adalah sebuah tanggung jawab besar. Tetapi secara manusiawi tetap tergoda untuk merasa senang atau mungkin mendekati area kesombongan. Maafkan aku, karena jiwa muda yang masih bergejolak dan jam terbang kehidupan masih terbatas.

Hari kedua setelah dilantik oleh Bupati secara massal di sebuah Gedung olahraga, bergegas menuju kantor kecamatan yang dituju. Sebuah kecamatan yang berada di wilayah Kota Sumedang yaitu Kecamatan Sumedang Selatan.

***

“Selamat pagi pak, kalau Bapak Camatnya ada? Saya mau menghadap”

“Silahkan isi buku tamu dulu pak, ada keperluan apa?”

Sepenggal dialog dengan petugas depan berseragam Satpol PP menjadi pembuka cerita pagi itu, di kantor yang baru. Sembari memperhatikan suasana kerja di kecamatan, rasa senang kembali menyeruak di dada, “Ini pasti uforia jabatan.”

Ruang tunggunya adalah bangku panjang yang juga digunakan untuk masyarakat yang mengajukan berbagai keperluan administratif. Di depanku, para petugas terlihat serius mengerjakan tugasnya masing-masing, baik menulis di buku-buku besar ataupun tenggelam di depan monitor komputer yang dilengkapi printer dengan suara khasnya. Begitupun suara mesin tik yang menandakan suatu proses pelayanan sedang berjalan.

“Silahkan masuk pak, Bapak Camat sudah menunggu”

Sebuah sapaan sopan yang membuyarkan lamunan, segera beranjak mengikuti langkah anggota Satpol PP menuju ruang kerja Camat.

***

Selamat datang, selamat bergabung……. dst”

Penyambutan ramah dari Pak Camat membuat penyesuaian di tempat baru ini bisa lebih akseleratif. Diskusi ringan diselingi petunjuk kerja dan kebiasaan disini, menjadi pedoman langkah untuk memulai bekerja lebih giat.

Fasilitas kerja berupa ruang kerja dan motor dinas edisi sepuh juga ada, termasuk jika mau menggunakan rumah dinas camat sebagai tempat kost dipersilahkan, ini yang menarik, yang menjadi pangkal cerita dalam tulisan ini, cekidot.

–**–

RUMAH DINAS

Rumah dinas camat ini berada tepat disamping kiri kantor kecamatan, pasti begitu, dengan tujuan agar seorang camat bisa dengan cepat mememuhi tugas dalam memberikan pelayanan terbaik kepada warga atau rakyat yang ada di wilayahnya.

Nah khusus di Kecamatan Sumedang Selatan ini, Camatnya tidak menempati rumah dinas karena rumahnya memang deket ke kantor, bukan hanya camat yang sekarang tetapi juga camat-camat terdahulu.

Jadi rumah dinas ini lebih dimanfaatkan untuk ruang penunjang kegiatan kecamatan, seperti untuk rapat-rapat ataupun ‘botram’,

“Are you know botram?”

Itu tuh makan-makan barengan dengan menu tertentu atau terkadang alakadarnya. Masak bareng-bareng di sela kerja, trus dimakan bersama seperti nasi liwet, jengkol, pete, kerupuk dan jangan lupa sambel dadak terasi plus lalapan, juga tahu tempe plus asin, nggak lupa ayam goreng, gurame bakar pais lele, gepuk juga sayur lodeh…. halaah party atuh ini mah.

Kembali urusan rumah dinas, tentu gayung bersambut. Diriku butuh penghematan dengan gaji terbatas, sehingga dengan menggunakan rumah dinas ini maka biaya kost bisa dihapus. Di tahun 2005, uang 300 ribu itu sangat berharga. Biaya kost 1 bulan bisa ditabung demi masa depan, hahaay. Klo nggak salah gaji tuh 1,1jt atau 1,3juta. Pokoknya penawaran kost gratis di rumah dinas ini adalah kesempatan emas, titik.

Nggak pake lama, segera beres-beres di kost yang lama dan kebetulan tinggal 3 hari lagi. Nggak terlalu banyak barang karena memang hanya seorang anak kost perantauan, cukup satu tas gendong besar dan 1 tas jinjing. Sama 2 dus buku-buku dan pernak-pernik. 2 kali balik pake motor juga selesai.

Dengan dibantu kawan-kawan baru di kecamatan, hari sabtu menjadi momen beberes rumah dinas agar layak digunakan. Kamar depan di setting sebagai kamar kostku, sementara 2 kamar lainnya difungsikan sebagai gudang tempat penyimpanan barang-barang inventaris kantor, meskipun untuk kamar darurat masih bisa difungsikan.

Lantai ruang tengah dibersihkan, di sikat dan dipel bersama-sama, lalu dipasang plastik dan terakhir karpet kantor. Sebagian dipasang satu set meja kursi dan diujung depan kamar dibuat menjadi mushola darurat, cukup buat 15 orang berjamaah.

Kamar mandi dalam diperbaiki, minimal ada air yang bisa digunakan mandi cuci kakus. Sementara kamar mandi belakang, dapur dan ruang gudang belakang praktis tidak digunakan karena kondisinya memprihatinkan.

Tapi itu nggak masalah, lha wong bujangan. Makan tinggal beli ke warung depan atau nebeng sama pegawai kecamatan klo makan siang. “Asyik khan?”

Esok harinya, aku mulai tinggal di rumah dinas camat itu. “Bismillahirrohmaniirohim…”

***

*)Amtenaar : pegawai negeri.

Cerita selanjutnya tentang rumah dinas ini segera dirilis. Wassalam (AKW).