Cerita Ramadhan – Mancing yuk.

Menunggu waktu berbuka puasa dengan berbagai aktifitas yang menyenangkan, salah satunya mancing lho… mancing sesuatu.

Photo : Kolam pemancingan dilihat dari tempat persembunyian/dokpri.

Menanti berbuka puasa setelah shalat asyar dikenal dengan istilah ngabuburit… malah dipanjangin kata kitu menjadi ‘Ngabubur beurit’ (membuat bubur tikus), nggak ada korelasinya bukan?… tapi sebagian besar aku dan teman2 di kampung ini meng-amini kepanjangan kata tersebut. Pemahaman kolektif tentang arti nggak nyambung tapi sepakat…

Ngabuburit ini beragam aktifitas beraneka kegiatan, yang ideal ya.. Tadarus, pengajian, ngikutin taklim, pesantren kilat dan kegiatan keagamaan lainnya. Tetapi bagi aku yang menyenangkan adalah main… main dan main…. bisa petak umpet, kucing-kucingan, sondah, sorodot gaplok, rerebonan, gatrik, perepet jengkol jajahean hingga main lodong sang meriam bambu… eh nggak lupa juga main layangan, nyalain petasan dengan berbagai varian seperti petasan cecengekan, petasan banting, mercon, petasan buntut beurit (ekor tikus) hingga petasan segeda kepalan tangan anak-anak. Terkadang juga ikutan mancing serta berenang di sungai… pokoknya menyenangkan dech.

Oh iya kadang juga terinspirasi oleh buku Enid blyton ‘5 Sekawan’ dan acara Pramuka, maka kami berlima menjadi detektif cilik yang melakukan acara ‘mencari jejak’ menelusuri perkampungan, sawah, sungai dan kebun hingga pinggir hutan sekitar rumah… sambil tidak lupa mengumpulkan tambahan buat berbuka puasa seperti tomat, bonteng eh mentimun, jambu air, jambu batu, pepaya serta terkadang dapet belut ataupun ikan kehkel.

Ada yang menjadi George, Julian, Dick & Anne serta yang apes berperan jadi Timmy si anjing setia. Berjalan bersama dengan mengendap dan waspada, mata fokus untuk mengamati hal yang mencurigakan ataupun buah-buahan ranum nan masak yang siap petik. Pemeran Timmy yang bawa tas untuk menampung hasil para detektif cilik.

Bukan mencuri lho, karena ngambil buahnya di kebun paman dan ua ataupun kebun sendiri. Klo belut biasanya sambil bawa alat pancing khusus dan aktifitasnya disebut ‘ngurek.’

***

Hari ini off dulu jadi detektif karena kawan-kawan banyak yang berhalangan. Agus dan yayan lagi bantuin ortunya di warung, opik ngejar target ngarit (menyabit rumput) untuk domba kesayangan, dan Deni Adut serta Cacan kayaknya nggak enak body… akhirnya mondar mandir sendiri sambil berpikir keras, “Ngapain ya?”

Berjalan di halaman rumah, trus keluar menuju kebun diatas bukit. Naik ke dahan jambu klutuk sambil melihat suasana. Tadaaa…. disebelah selatan berjajar kolam ikan besar dan tepat di dekat rumah Pa Hamzah, orang-orang sedang asyik ‘kongkur‘… itu sebutan untuk mancing bareng2 di satu kolam. Terlihat wajah-wajah serius yang memandang lurus ke arah kolam, melihat ‘Kukumbul‘ (apa ya bahasa indonesianya??)… penanda bahwa alat pancing itu disambar ikan atau tidak… heningg dan tegaang.

Tring…… aku ada ide.

***

Segera ke kamar dan membuka laci meja belajar… ahaa masih ada stok petasan sebesar ibu jari. Trus ke warung beli kertas pahpir atau papir yang buat linting tembakau dan dinyalakan jadi rokok kretek dadakan. Nggak lupa juga korek apa gas. Trus ambil kertas bekas kalender untuk dibentuk jadi sesuatu.

Berjalan riang menuju lokasi pemancingan. Sambil membawa perahu kertas yang telah dipasang petasan dengan sumbunya yang dibungkus kertas pahpir… tujuannya untuk memperlambat sumbu petasannya terbakar.

Tiba di pinggir kolam.. pelan-pelan mencari tepian yang tidak ada pemancing. Sehingga tidak mengganggu para pemancing yang sedang konsentrasi dengan ‘kukumbul‘ masing-masing. Lagian mereka nggal ngerasa keganggu kok, lha wong cuman anak kecil yang ikutan nimbrung sambil main kapal kertas di pinggir kolam.

Setelah puas bermain kapal kertas, misi dimulai. Dengan gerakan rapih tersembunyi, ujung kertas papir dinyalain pake korek gas. Trus perahu kertas di simpan ke air kolam dan dibuat ombak dengan tangan sehingga pelan tapi pasti perahu kertas bergerak ke tengah kolam…..

Jengjreng…..

Aku beringsut perlahan seolah sudah bosan bermain di pinggir kolam yang sunyi padahal banyak orang. Maklum memancing di bulan ramadhan khan nggak bisa sambil merokok dan cemal cemil hehehe….

Mundur perlahan.. mundur… mundur dan pergi meninggalkan area kolam seolah bosan dengan permainan… menuju bukit kecil dekat kebun yang lokasinya lebih tinggi dari kolam, padahal perasaan tegang takut petasan yang tersembunyi di tengah perahu kertas keburu meledak.

Seperti yang diperkirakan… para pemancing cuek bebek dengan kehadiran dan kepergianku… betul2 konsentrasi. Sesekali terdengar umpatan karena umpannya habis ikannya nggak ada. Tapi di seberangnya tersenyum karena kailnya disantap ikan mas atau gurame…. ditarik seeeeeet pancingannya dan diangkat ikan yang meronta di atas air tersangkut kail, ada juga yang baru nglempar mata pancing ehhh… langsung disambar ikan…. istilah singkatnya ‘Clom Giriwil’.

Ikan yang didapat, dilepas dari mata kail dan akhirnya berpindah ke korang (tempat ikan) yang dibawa masing-masing.

***

Tepat 4 menit setelah itu…. Duaarrrrrrrrrrrrrr!!!!!……… Suara petasan ditengah kolam membuyarkan konsentrasi.

“Wadaaaw….”
“Naon etaa?”

“Koplxxxk….!!!@#$%!!….”

Gujubar…!!!!

Ada yang melompat ke belakang ada juga yang harus terjatuh ke kolam karena reaksi kekagetannya.

Aku terdiam di ketinggian, sambil senyum dikulum, “Proyek tuntas tas tas….” dengan badan tetap merunduk terhalang semak, hawatir membuat para pemancing sadar bahwa aku adalah pembuat keonaran.

Lembayung sore menemani para pemancing yang mulai berkemas dan tak sedikit yang masih menggerutu. Akupun pulang dengan cerita ngabuburit yang menegangkan dalam proyek perahu kertas kesayangan… met berbuka puasa kawaan.

Wassalam (AKW).

Cerita Ramadhan – Suara paling keras

Rasa penasaran di balut keberanian memghasilkan pengalaman tak terduga, cekidot.

Hari keenam shaum terasa begitu menyenangkan. Karena waktu buat main banyak bingiit hehehehe. Maklum awal shaum itu sekolah libur trus ntar masuk sebentar… eh libur lagi sebelum lebaraaan sampe.. nanti lebaran usai. Jadi waktu bermain jauh lebih banyak.

Meskipun tetep urusan ibadah romadhon mah nggak ketinggalan. Ikutan sholat isya trus tarawih, shubuh berjamaah, pengajian bada shubuh sambil terkantuk-kantuk tapi jangan lupa tanda tangan penceramah di buku ringkasan ceramah yang dibagikan pihak sekolah.

Oh iya, aku sekarang kelas 5 sekolah dasar ya. Di sebuah SD Negeri Inpres di Barat Daya Kabupaten Bandung.

***

Selesai ceramah shubuh, saatnya lari pagi bersama teman-teman menuju perkebunan teh yang terletak tidak jauh dari rumah. Ya sekitar 1 km mengikuti jalan kecamatan yang beraspal plastik, itu lho yang aspalnya tipis dan langsung terkelupas kalo ujan gede. Meskipun tentu butuh energi dan berkeringat, tetapi bersama teman sejawat, berpeci dan sarung di selendang di badan menyongsong mata hari terbit adalah momen yang tidak terlupakan.

Apalagi menghirup udara segar di kebun teh yang menghijau, makin semangat dan bergairah bercanda gurau dengan teman-teman.

Meskipun godaan selalu ada dimana-mana, terutama kumpulan embun yang terjebak di dedaunan terasa menyegarkan jikalau diteguk… tapi ingat shaum lho hehehehe….

***

Di siang hari, ba’da shalat dhuhur di mesjid dan tadarusan, saatnya bermain……

Pilihan permainan siang menuju sore ini adalah main ‘lodong‘. Tau nggak lodong?…

Itu nama untuk permainan meriam bambu yang akan menghasilkan suara keras.. Bummm… bummm… buumm dan menggetarkan perasaan juga tanah di sekitar tekape.

Tapi jangan khawatir kawan, itu hanya suara aja kok. Peralatannya adalah sebuah bambu sepanjang 1 meter dan dipilih yang kuat serta kekar, biasanya jenis bambu awi gombong. Seperempat liter minyak tanah dan sebungkus karbit serta jangan lupa kain bekas plus bambu sebesar jari tangan dan korek api sebagai pemantik meriam agar menghasilkan suara yang membahana.

***

Dari 2 hari sebelum shaum rutinitas meriam bambu ini telah berlangsung. Betapa menyenangkannya mendengarkan suara …. Bummmm!!!! Mengarah ke bukit sebrang rumah dan dibalas dari sana suara.. Bumm!!.. bumm!! Juga. Menyenangkan pokoknya.

Tapi ada yang menggelitik hati karena merasa suaranya kurang kenceng…. padahal pa RT udah protes karena ngganggu tidur siangnya hehehehe…. harap maklum anak-anak.

Jadi komposisi minyak tanah dan bongkahan kecil karbit setiap saat terus ditambah, terasa powernya makin mantabs.. tapi tetep nggak puas… ini mungkin sifat dasar manusia yang selalu tidak puas… dan sifat seorang anak yang selalu penasaran, jadi…..

Sekarang sudah siap di tebing bukit di atas rumah. Meriam bambu siap, jerigen kecil minyak tanah dan 1 kg karbit sudah siap diracik. Karena ingin suara maksimal. Karbit yang berbentuk bongkahan segera masuk ke dalam bumbung meriam, disusul dengan cairan minyak tanah…… yang bereaksi membentuk seperti air mendidih…. wah kayaknya paten nich. Setelah dibiarkan 5 menit terjadi reaksi kimia. Sumbat kecilnya dibuka dan tanpa khawatir. Langsung disulut oleh penyulut berupa potongan bambu yang ujungnya berapi.

Satu… dua… tiga….

Blawwww…….. tak ada suara. Hanya seberkas cahaya silau dan kemerahan… sunyi. Tidak ada suara meriam yang membahana. Aslinya…. sepi… sunyi dan senyap.

Tiga detik saja kemudian gelap.

***

Disaat membuka mata terdengar isak tangis ibunda dan suara berat ayahku, “Alhamdulillah Jang, kamu nggak apa-apa”

Aku terdiam, “What happen?” (Gaya yach pake english. Wkwkwkwk).

Suara isak tangis dan nafas lega terdengar dari kanan kiriku, ternyata setelah kesadaran terkumpul sempurna, Aku berada di tengah rumah… dan banyak tetangga yang berkumpul disini, “Ada apa ya?” Agak bingung memikirkannya. Padahal tadi khan lagi main meriam bambu di kebun.

Tangan bergerak reflek dan pas dilihat kotor dengan bercak minyak tanah dan sisa karbit, begitupun wajah camerong eh cemong eh… pokonya item-item gitu kaya tentara yang lagi latihan perang. “Apa yang terjadi ayah?”

Ayah tersenyum dipaksakan, wajahnya membesi, “Syukur kamu selamat Jang. Mulai sekarang kamu stop main meriam bambu!!!!” Aku hanya mengangguk mendengar suara tegas ayahku.

Ternyata meriam bambu yang dinyalakan tadi menghasilkan suara yang super membahana dan mengguncang sekampung Pasanggrahan saking kencengnya. Sekaligus si meriam bambu telah hancur berantakan menjadi serpihan kecil dan cairan minyak tanah serta karbitpun mancawura (amburadul), menyisakan seorang anak yang terkapar bermandikan minyak tanah serta sisa karbit plusserpihan kayu.

Anak itu pingsan.
Anak itu Aku.

***

Kesimpulan yang kudapat ada dua, pertama Makasih Yaa Allah masih diberi perlindungan sehingga tidak terluka ataupun gendang telinga alami kerusakan.

Kedua, sekarang baru tahu bahwa bisa mendengar sendiri suara paling keras selama hidup ini, bahwa “suara paling keras itu adalah SUNYI.”

Wassalam (AKW).