KOPI GELATIK SARIMUKTI

Dimanapun bisa ngopi..

KBB, akwnulis.com. Segelas plastik cairan hitam telah hadir dihadapan, lengkap dengan kepulan asap putih sebagai hasil pertemuan air panas mendidih dengan bubuk kopi andalan. Rasa panas menyeruak di dalam tenda komando ini, tetapi dengan hadirnya kohitala gelatik ini suasana ‘hareudang‘ menjadi ceria.

Singkatan apalagi KOHITALA GELATIK?”

Oh itu, singkatan dari Kopi Hitam Tanpa Gula dengan Gelas Plastik. Sebuah sajian kopi darurat yang hadir di dalam trnda dapur umum yang menjadi pendukungan terhadap penanganan kondisi bencana yang terjadi di lapangan, yaitu kebakaran di tempat pembuangan sampah Sarimukti Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat.

Para relawan Tagana KBB yang juga merupakan Tagana Jabar berjibaku membantu pendukungan kegiatan ini dengan mendirikan dapur umum dengan tenda dari Dinsos Jabar serta membuat dan menguplai makanan minuman bagi petugas yang bekerja dengan jumalh 1.500 pak setiap kali makan dibawah koordinasi BPBD & Dinsos KBB selama 14 hari sampai dengan tgl 11 September 2023. Selanjutnya peran dapur umum diampu oleh BPBD provinsi seiring penetapan tanggap darurat di level provinsi untuk penanganan selanjutnya.

Kembali ke tema kopi, sudah jelas bahwa uniknya si kohitala ini adalah bukan hanya berbicara tentang rasa saja tapi banyak dimensi yang bisa kita gali dan menjadi bahan literasi. Pertama bisa dilihat dari sisi bahan baku atau bijinya, kedua bagaimana penyajiannya, ketiga siapa yang menyajikannya, keempat dimana kita menikmatinya dan kelima yang juga krusial adalah dengan siapa menikmatinya… ups agak sensitif nich hehehehe.

Maka tulisan singkat kali ini adalah masuk ke dalam poin keempat yaitu dimana kita menikmatinya. Karena dengan Kohitala Gelatik ini untuk poin pertama sudah jelas bahwa bahannya adalah kopi sachet tetapi dipilih yang tanpa gula. Poin keduanya sudah jelas penyajiannya minimalis dengan gelas plastik. Tentu ini patut disyukuri, gimana kalau disajikannya tanpa gelas? Langsung air panas ditumpahkan ke telapak tangan, atuh berabe gan.

Poin ketiga siapa yang menyajikannya, sudah pasti petugas tagana yang begitu mahir membuat aneka masakan menghadirkan makanan dan minuman yang enak lho, ngvak kalah sama rasa dan kelezatan makanan di rumah makan. Maka dilanjutkan poin keempat, ini yang menjadi titik tolak, dimana kopi ini di nikmati. Tentu berada di dalam tenda yang menjadi bagian dari dapur umum dinsos – tagana. Sebuah suasana berbeda dibandingkan ngopi di cafe. Tapi jangan salah kawan, kenikmatan sruputan, kenikmatan rasa kebersamaan dan senda gurau ala orang lapangan memberi nilai tersendiri yang tidak bisa diukur dengan angka.

Bagaimana suasana lelah membuat masakan dan minuman, kericuhan pada saat jam makan, deadline makanan dan minuman tersaji dan terbungkus sempurna untuk segera disebar kepada petugas di lapangan yang berjibaku dengan hadirnya titik api yang baru agar mereka tidak kehausan dan kelaparan adalah cerita kebersamaan yang saling menguatkan ditemani sruputan kohitala gelatik sehingga harus minta tambah dua kali.

Maka kembali dalam tulisan ini, jangan takut untuk memulai menulis. Tulislah, alirkanlah rasa yang tersimpan dan simpanan yang terasa sehingga berbuah kata dan kalimat hingga akhirnya sebagian memori kita tersimpan dalam server berbeda yaitu sebuah tulisan indah yang sarat makna.

Sruput dulu gan, kohitala gelatik kedua.

Lalu jika sudah tuntas menulis, sebarkanlah kepada dunia melalui media sosial kita, atau media sosial dimana kita bekerja. Banyak cara agar tulisan kita hadir di dunia maya. Bisa blog pribadi baik gratisan atau berbayar. Bisa juga mengikuti komunitas dan kolom netizen di beberapa media nasional ternama. Tapi ingat beberapa aturan mungkin berbeda, ya pelajari saja dan ikutu ‘role of the gamenya’.

Baiklah selamat memikmati pagi hari yang agak sendu ini, tapi mungkin nanti berganti ceria karena mentari sudah mulai naik di ufuk timur sana. Wassalam (AKW).

NGOPI DI SITU CIBURUY

Menikmati Kopi sambil menyeruput harapan di Situ Ciburuy.

KBB, akwnulis.com. Siang baru beringsut sedikit menuju sore pada saat raga ini tertegun dijegal oleh kemacetan lalulintas di daerah Tagog Apu Padalarang. Penyebabnya biasa tidak jelas tetapi macet tetap terjadi,  kali ini disebabkan oleh terjerembabnya truk besar pengangkut batu karena roda asnya patah, mungkin akibat kelelahan. Maka macet mengular cukup panjang. Kami yang terjebak kemacetan memutuskan untuk turun dari kendaraan dan memunggu sesaat disebrang jalan sambil menikmati pemandangan alam di sebuah danau yaitu Situ Ciburuy.

Berjalan bersemangat menuju danau kecil ini yang sudah ditata oleh pemerintah provinsi jabar serta segera diresmikan oleh gubernur jawa barat dalam waktu dekat. Duh maaf diksinya lebay, sudah jelas kalau segera itu ya dalam waktu ďekat hehehe.

Nah sebenernya tujuan datang kesini sambil memanfaatkan waktu macet adalah untuk sekedar berjalan santai menyusuŕi boulevar dan berhenti di satu kios atau warung yang menyediakan kopi panas. Tapi rencana dan kenyataan bisa berbeda, seiring adagium besar yaitu manusia merencanakan dan tuhanlah yang menentukan.

Rencana hanya menyeruput kopi ternyata berlanjut dengan menikmati keindahan danau situ ciburuy ini menggunakan perahu milik mang Alo yang berkelir merah menyala dan cukup besar untuk ditumpangi berempat saja.

Kopi tetap dipesan yaitu kopi kapal api dengan gelas plastik standar, tapi meminumnya di perahu yang bergerak mengelilingi Situ Ciburuy ini. Begitu nikmatbdan menyenangkan kawan, perpaduan rasa kopi yang masuk ke mulut ditemani suara motor diesel perahu serta suara angin dan riak air yang tersibak oleh perahu merah ini…. srupuuut.

Tak hanya berkeliling dengan perahu saja, tetapi kita berhenti sejenak di tengah danau yang terdapat rumah makan serta area bermain. Ada juga bekas kolam renang yang tidk digunakan karena bocor dan kesulitan pemeliharaannya, itu kata pengelolanya yang bernama Mang Ayi. Tempatnya agak temaram, tetapi cukup lumayan jika digunakan untuk kumpul-kumpul gathering atau malah rapat. Karena bisa konsentrasi disini dan nggak bisa kabur kemana-mana karena sekelilingnya adalah air danau.

Dengan biaya per orang Rp 30.000,- maka perjalanan ini bisa terwujud ditambah segelas plastik kopi tubruk yang tak lebih dari Rp 5.000,- telah mewujudkan momentum ngopi yang berbeda. Maka kembali tasyakur binnikmah menjadi utama, karena kesempatan sehat dan waktu luang ini adalah sebuah rejeki dari Allah Sang Maha Kuasa.

Hayu ah kembali ke urusan kemacetan dan melanjutkan perjalanan sesuai rencana semula. Yang pasti suasana hati dan pikiran menjadi lebih segar dengan healing colongan sore ini. Lets go. Wassalam. (AKW).