CANTIK ITU AKU – akw

Ternyata itu adalah jawaban dari kejadian ini.

*CANTIK ITU AKU*

INDRAMAYU, akwnulis.id. Menjelang sore hari masih terdapat beberapa kawan yang terlihat sibuk dengan pekerjaan. Padahal jam pulang kantor sudah sedikit terlewati. Terlihat Amida masih bolak – balik membawa berkas ditemani Bayu yang juga terlihat serius.

Hai, sibuk sekali kalian. Hayu pulang!” Aku berteriak sambil menyeringai. Karena memang ini bukan ajakan pulang yang sebenarnya. Sama tugas bejibun dari bos, padahal ini baru awal tahun.

Masih terngiang doktrin dari ibu bos di meeting awal tahun, “Mengingatkan kembali bahwa prinsip kita adalah wajib datang tepat waktu dan pulang tidak tepat waktu!!”

Ternyata terbukti jam 16.00 wib selalu terlewati karena ternyata tugas hadir begitu banyak. Padahal sudah dibagi dengan jumlah personil yang ada. Ya sudah yang penting tidak setiap hari saja. Sesekali boleh, khan perlu juga me time, atau yang sudah berkeluarga tentu berkumpul bersama keluarga masing – masing setelah lelah bekerja seharian.

Kembali di kesibukan sore ini ternyata berlanjut hingga tiba adzan magrib. Maka sesuai protap yang berlaku, serempak berhenti beraktifitas di kala adzan berkumandang. Tunaikan shalat dan setelah itu baru lanjutkan aktifitas.

Kami berjamaah terbatas di mushola darurat kecil di samping ruangan kerja. Tempatnya strategis karena terletak diantara ruang kerja kami dan toilet sekaligus tempat mengambil air wudhu. Jadi tidak terlalu worry dengan suasana kantor yang mulai sepi. Sementara ibu bos terlihat masih anteng saja di ruang kerjanya. Terlihat bayangannya di dinding kaca, masih bolak balik dengan berkas di tangannya.

Prang…..!!”
Tiba – tiba terdengar seperti kaca pecah dari ruang kerja ibu bos, sebut saja bu Siti. Kami berhamburan menuju ruang kerjanya dan membuka pintunya tanpa permisi lagi. Terlihat ibu Siti berdiri dan terdiam sambil memandang frame photo dan pecahan bingkai kacanya di lantai, sebuah kolase photo bu Siti yang diterima dari teman – temannya di tugas sebelumnya. Terlihat photo paras cantik bu Siti sekarang tergeletak di lantai.

Ibu tidak apa-apa?” Kami serempak bertanya penuh kekhawatiran.

Nggak apa – apa sih, cuma heran” Ibu Bos menghela nafas lalu melanjutkan kata – katanya. “Kolase photo saya ini baru saya pasang tadi sore, dan sudah jatuh ketiga kali. Tapi yang terakhir begitu keras sehingga pecah berantakan”

Kami bertiga saling memandang, kok terasa ada sesuatu ya?..

Ya udah bu, kami bantu bersihkan ya”
“Oke, makasih ya. Klo udah selesai kita pulang saja. Kok perasaan ini nggak enak” begitu komentar ibu Bos. Kami bertiga membantu membersihkan serpihan kaca dan menyapunya hingga bersih.

Setelah semua bersih, kami bertiga kembali ke ruangan untuk membereskan berkas dan tugas yang tersisa. Kebetulan tinggal sedikit lagi. Sementara Ibu bospun terlihat sedang membereskan laptop dan dokumen yang terserak di mejanya.

Amida terlihat bergerak ke luar ruangan menuju ruang ibu bos, sementara aku menemani Bayu membereskan berkas yang terserak. Tapi baru beberapa detik berlalu, terdengar derap langkah kaki berlari dan terlihat Amida berlari begitu kencang dengan wajah pucat pasi.
Kenapa Amida?”
Bukan jawaban yang didapatkan,  tapi tarikan tangan untuk segera meninggalkan ruangan.
Kami bergegas untuk meninggalkan ruangan, tapi teringat ibu bos yang masih sendirian di ruangan.

Setelah terdiam beberapa waktu, dengan memberanikan diri kami berdua mendekati ruang ibu bos, sementara dibelakangku Amida mengikuti sambil memegang erat tanganku. Selangkah demi selangkah kami mendekati ruang ibu bos, pintu ruang kerjanya agak terbuka. Bayu mencoba mengetuk tetapi tidak ada jawaban. Kami mencoba mendorong pintu perlahan, dan tercekat dengan pemandangan yang ada.

***

Ibu bos terlihat mematung dengan pandangan kosong dan wajah pucat pasi. Sementara kedua tangannya memeluk erat kolase photo diri yang tadi berulangkali jatuh tanpa sebab hingga akhirnya jatuh yang terakhir tadi sore dan berakibat frame kacanya hancur berantakan. Kami tidak berani ambil resiko, bertiga segera berhambur keluar, menyusuri koridor dan menuju mesjid di belakang kantor. Menemui ustad Badru yang sedang memimpin pengajian sorogan di mesjid belakang.

Pak Ustad, maafkan. Ini emergency. Mohon bantu kami lihat kondisi ibu bos”

Tanpa banyak bertanya, pengajian diserahkan ke santri senior dan  bergegas menuju kantor. Benar saja setelah membaca doa dan beberapa surat – surat dalam Alquran. Ibu bos tersadar, namun tak berapa lama terkulai pingsan. Segera dilakukan pertolongan pertama dan dengan bantuan oksigen serta kesigapan tim UGD, perlahan sadar dan tanpa basa – basi minta segera diantar pulang ke rumahnya.

2 hari ibu bos tidak masuk kantor karena sakit. Di hari ketiga baru bisa bergabung kembali bekerja bersama. Tetapi dengan SOP yang baru bahwa untuk selalu ditemani, apalagi sore menjelang magrib. Lalu aturan kedua adalah lampu – lampu koridor dan ruangan depan samping ruang kerja ibu bos tetap dinyalakan sampai ibu bos pulang meninggalkan ruangan.

Ternyata, setelah beliau berkenan menceritakan pengalaman beberapa hari yang lalu maka sangat berhubungan erat dengan teriakan Amida sore itu. Jika Amida hanya melihat sesosok perempuan dengan rambut panjang berbaju sopan memasuki ruangan depan samping ruangan ibu bos, namun saat dilihat ke ruang tersebut karena penasaran ternyata sebuah bayangan putih terbang menembus kaca dan menghilang.

Sementara ibu bos bukan hanya melihat tetapi bercakap dengan sosok tersebut. Diawali dengan selalu jatuh tanpa sebab kolase photonya yang dipasang di dinding hingga akhirnya pecah berantakan di sore hari tersebut. Hingga disaat menjelang isya berjalan melewati ruangan gelap di samping ruangannya.

Ada seorang wanita yang duduk dengan menggunakan model baju perawat berambut panjang dan tersenyum ke arahnya. Tentu membalas senyum adalah hal biasa. Tetapi sedikit terpana karena wajahnya begitu bersih, cantik namun ada nuansa dingin dan sunyi yang mencekam.

Permisi bu” ibu bos berujar.
Tidak ada jawaban, hening sejenak. Tapi terasa oleh ibu bos ada hembusan angin dingin yang memaksa tengkuk merinding padahal tertutupi lapisan jilbab kesayangan. Tanpa banyak pertimbangan segera berlalu. Namun baru empat langkah meninggalkan sosok perempuan tersebut, terdengar bisikan di telinga kanan, suara serak seorang perempuan, “Cantik itu aku!”

Reflek ibu bos balik kanan dan berfikir itu adalah jawaban jeda dari perempuan yang sedang duduk tadi. Namun, tidak ada siapapun di tempat tadi. Hanya keheningan dan rasa sedih yang menyergap dan menyelimuti.  Ibu bos segera berlari menuju ruang kerjanya dan menutup pintu. Ternyata di dinding dimana kolase photo itu pernah terpasang. Terlihat sebuah tulisan berwarna merah darah. IK BEN MOOI – cantik itu aku. Wassalam. (AKW).

***

Note :
Ini hanya sebuah cerita fiksi yang terinspirasi dari pengalaman seorang kawan di sebuah instansi. Itu saja.

CUCI TANGAN – chapter 2 – tamat

Akhirnya sebuah rahasia terungkap dan kebenaran dihadirkan semesta.

CIBABAT, akwnulis.com. Yuk ah lanjutkan ceritanya tentang CUCI TANGAN.

Pada saat langkah kaki mendekati wastafel, sebuah teriakan dari lantai 2 mengagetkanku, “Jae, jangan dulu cuci tangan, ini masih ada petai 5 ranggeuy, ayo kita sikat dulu!”

Teriakan yang menggugah selera, terbayang langsung aroma harum petai segar, dicampur sambal terasi dan nasi liwet panas. Oalah perut tiba-tiba terasa kosong lagi. Langsung balik kanan dan kembali menaiki tangga menuju lantai 2. Disaat meniti tangga, Rudi dan Joko turun dan berpapasan. Terlihat mereka berdua sedang berbincang sambil mengangkat tangan kanannya yang juga belepotan sambal dan saus padang.

Nggak jadi cuci tangannya?”
“Entar tanggung, ada makanan favorit menunggu” jawabku dengan riang dan meninggalkan mereka yang menuju arah berbeda yaitu wastafel di lantai 1 tadi.

Tiba di lantai 2 langsung duduk bersila dihadapan gundukan nasi panas, sambal dan tentunya 5 papan petai yang bisa memabukkan. Ayam bakar, wagyu panggang juga ada tapi semua kalah oleh pamor terasi yang menjadi bahan dasar sambel ulek ini.

Nyam nyam nyam, makan lagi edisi kedua kawan, nikmat sekali dan berebut bersama teman-teman lama yang sudah berubah tua. Aku juga menua sama seperti mereka.

Tiba – tiba, “Tolooong… tolong!!”
“Prang!!!” Suara benda pecah berantakan dan suara seseorang meminta pertolongan di lantai 1 terdengar jelas. Karena diriku, Jaka dan Hari berada di meja dekat tangga utama maka langsung bersama-sama berdiri dan bergerak cepat menuju lantai 1.

Ada apa?” Pertanyaan ini tercekat di kerongkongan karena melihat pemandangan tak lazim di depan mata. Rudi dan Joko terkapar kaku di lantai depan wastafel dengan kedua matanya melotot dan kondisi tidak sadar. Sementara sisi kiri wastafel merah jambu pecah berantakan seolah terkena hantaman benda keras.

Astagfirullohal adzim, ada apa ini?” Hari merespon sambil terdiam, melihat pemandangan yang mengenaskan.

Diriku memberanikan diri mendekati tubuh Rudi dan memeriksa jika ada cidera yang berbahaya dengan berbekal senter smartphone. Terlihat wajah Rudi pucat pasi dengan mulut menganga dan nafas memburu. Doa – doa dibaca dalam hati dan perlahan tapi pasti mulai menyadari ada sesuatu yang mengawasi.

Begitupun dengan Joko, tertelungkup di lantai depan wastafel. Pucat pasi dan pingsan. Lalu teman – teman di lantai 2 semuanya turun ke lantai 1 dan membantu dua rekannya yang mendadak pingsan ini. Ada yang membantu memijatnya, tetapi sebagian besar hanya terdiam tapi memberi ruang bernafas agar mereka bisa segera siuman.

Kebetulan ada teman yang menjadi dokter, dengan keahliannya terlihat cekatan menangani kondisi ini. Setelah mengintruksikan membaringkan kedua teman yang pingsan, di cek kondisi kerja jantung dan pernapasan sambil perlahan – lahan dibangunkan. Semua memperhatikan dengan seksama.

Tiba – tiba Joko tersadar tetapi langsung bergeriak, “Ituuu…. ” tangannya menunjuk ke arah wastafel merah jambu.  Reflek mata ini beralih pandangan ke arah wastafel dan di cermin wasfafel seperberapa detik terlihat siluet seseorang yang berpakaian merah tapi sekejap menghilang. Beberapa rekan menangkap juga gerakan sekilas itu dan saling berpandang-pandangan.

Rudipun perlahan tersadar dan di beri minum teh manis panas oleh temannya. Lalu keduanya dipapah oleh teman-temannya menuju kamar di lantai 2 untuk beristirahat.

Ada yang menarik adalah gerak gerik tuan rumah yang terlihat tegang dan gelisah. Sambil sesekali mencuri pandang ke arah wastafel merah jambu ini. Ini yang harus dicermati. Sementara waktu sudah melewati tengah malam, tepatnya pukul 01. 05 wib. Semua peserta reuni mulai beranjak ke kamar masing – masing yang sudah diatur sedemikian rupa. Tapi sebagian ada yang memilih tidur – tiduran di sofa sambil tetap berbagi cerita.

Diri ini penasaran dengan kejadian ini. Maka segelah semua terlihat baik – baik saja, perlahan menuruni tangga utama ini menuju wastafel merah jambu tadi.

Tak lupa doa – doa tolak bala dan doa lainnya yang masih hafal di luar kepala dibaca dalam hati sebagai penguat diri yang sebenarnya ada rasa takut tapi kalah oleh rasa penasaran.

Tiba di depan wastafel, terlihat kondisi wastafel sebelah kirinya pecah dan sebagian keramik berhamburan di lantai. Seolah menerima hantaman benda yang berat. Cermin di wastafel tetap kokoh namun penasaran karena tadi sudut mata melihat ada sosok yang hadir sekejap lalu menghilang.

Tapi ternyata tidak ada apa – apa, hanya pantulan wajah diriku yang mulai beranjal tua eh dewasa dilengkapi kerut wajah tanda usia mulai beranjak menuju masanya. Raga berbalik menuju kamar di lantai dua, untuk beristirahat karena esok hari harus kembali ke rumah setelah mengikuti acara reuni ini.

***

Pagi hari semua berkumpul untuk sarapan bersama, disinilah Rudi dan Joko bercerita. Ternyata tadi malam mereka berdua berniat mencuci tangan yang belepotam di waatafel lantai satu. Masing – masing memilih wastafel yang ada. Rudi ke arah kiri menuju wastafel merah jambu dan Joko ke kanan ke arah wastafel satu lagi.

Disaat bersamaan mereka membasuh tangan dan memandang cermin di wastafel. Disitulah kejadiannya. Diawali suara dentang jam besar di tengah rumah tepat pukul 00.00 wib, wajah keduanya yang terpantul di cermin masing-masing perlahan berubah. Perlahan memucat dan terlihat bersimbah darah serta berganti rupa memjadi wajah perempuan yang sedang kesakitan dengan memakai gaun berwarna merah menyala. Lalu menyeringai dan maju seakan keluar dari cermin. Otomatis keduanya kaget setengah mati, berteriak sekencang-kencangnya dan pingsan berjamaah.

Semua saling memandang tanpa berkata apa-apa, kecuali tuan rumah yang terlihat gelisah seperti menyimpan sebuah rahasia yang membuatnya resah. Agar semuanya jelas maka langsung saja luncuran pertanyaan tertuju kepada kawanku sang pemilik villa mewah, “Amir, betulkah wastafel itu berhantu?”

Amir menunduk dan terlihat mengatur nafasnya agar tetap tenang,  lalu perlahan memgangkat wajahnya dan memandang wajah penasaran teman – temannya. Lalu dari bibir yang bergetar meluncurlah kalimat pernyataannya, “Maafkan aku kawan – kawan, Tidak seharusnya ini diungkapkan. Tapi kebenaran harus tersampaikan. Aku mengikatkan janji dengan sesuatu berwujud wanita gaun merah untuk meraih kejayaan dunia,.. uhuk.. uhuk.. uhuk!”

Amir terbatuk beberapa kali lalu terlihat seperti tersengal dan, .. “Hueeek” Amir memuntahkan cairan seperti darah kental dari mulutnya, bau amis menyebar di lantai, Amir terkulai tersungkur tak bergerak. Semua terpaku dengan keadaan, terdiam tanpa gerakan. Di wastafel merah jambu lantai satu, sebuah sosok gaun merah tersenyum lebar, lalu sekejap menghilang. (AKW).

NGACLENG – fbs

Kecil sih, tapi beresiko.

LEUWIGAJAH, akwnulis.com. Selamat malam para pembaca setia di tulisan singkatku ini yang berkutat antara cerita kopi dan fiksimini. Tulisan sederhana yang orisinil karena hadir dari persentuhan antara kulit jempol dan tuts keyboard virtual di smartphone ini seiring ide dalam otak bergerak menjadi kata dan kalimat.

Idenya hadir karena tadi siang memang menjadi imam shalat dhuhur di mesjid kantor dan kebetulan cincin bacan menemani jemari di tangan kiri, tepatnya bertengger di jari manis dan agak longgar karena memang hasil pemberian. Akibatnya shalat menjadi penuh konsentrasi karena takut pas tangan diangkat, cincin terbang dan menimbulkan akibat.

Alhamdulillah, shalat dhuhur lancar hingga tuntas. Tapi ide ini terus bertengger di benak dan harus di eksekusi menjadi jalinan kata yang tepat sebelum idenya menghilang ditelan kesibukan yang tiada akhir. Selamat membaca.

FIKMIN # NGACLENG #

Anjog ka jero masjid, beungeut masih baseuh ku cai wudu. “Mangga mang, ngaimaman” Teu loba carita Mang Uca maju ka hareup gigireun mimbar. Nangtung ajeg, ngarènghap sakedap, “Allooohu Akbar” Takbirotul ihrom lancar.

Bacaan fatihah jeung kulhu ngagorolang na jero hatè, sabab ieu mah solat lohor. Giliran ruku ogè antarè. Dina mangsa i’tidal aya kajadian.

Samiallohu liman hamidah!” Sora tarik bari leungeun kaluhur nepi ka puhu ceuli, rada ditanagaan. Cleng cleng cleng! Karasa aya nu lèsot tina curuk, jariji jeung jajangkung.

Adaaw”
“Prang….”

Dua sora nu teu pati dipadulikeun, tuluy waè anteng ngaimaman padahal kadèngè aya ma’mum ngagorowok, “Subhanalloh.. Subhanalloh.”

Bèrès salam ngalieuk katukang, ngagebeg.
Jang ibro keur diriung, tarangna getihan. Gigireunna kaca masigit peupeus patulayah. Teu lila sakabèh panon ngalieuk, nempo ka imam solat nu teu boga rarasaan. Mang Uca ngaheneng, sabot kitu inget kana ali bacan meunang nginjeum. Geuning lain dina ramo deui tapi tinggalolèr dina karpèt masigit, satilu – tilu.

***

Itulah kotretan kali ini, hati lebih tenang karena ide sudah tertuang. Menambah khazanah catatan pribadiku dan semoga memberi senyum bagi pembaca budimanku. Wassalam (AKW).

LIBURAN GAGAL / PAKANCI BEDO – bilingual

Cerita bilingual Sunda – Indonesia, tentang piknik dan emosi.

CIMAHI, akwnulis.com. Hari ini adalah tanggal merah ditengah minggu, eh nggak ditengah juga ya karena hari selasa. Tapi tetap saja hari libur tambahan yang bisa menjadi kesempatan bagi pegawai yang fulltime senin hingga jumat dan terkadang sabtu – minggu ada tugas tambahan, ini adalah kesempatan baik untuk berkumpul bersama keluarga atau pergi bersama anak istri untuk memaknai ‘family time’ yang begitu berharga.

Namun, diri ini masih belum bisa ikut beredar bersama karena masih harus bersabar berdiam di rumah dengan segala keadaannya sambil menunggu pemeriksaan dokter dan intruksi selanjutnya pasca operasi patah tulang telapak kaki kiri ( Cerita lengkapnya di tulisan PATAH MENYILANG).

Maka untuk menjalani hari – hari di rumah ini, istilahnya bedrest aja. Padahal nggak di bed / tempat tidur terus. Mandi, makan atau berjemur tetap bergerak meskipun tertatih menggunakan kruk penyangga yang dirasakan menjadi mudah lelah karena di kala bergerak atau berjalan dengan menggunakan kekuatan kaki kanan dan kruk penyangga cukup menguras stamina.

Nah, salah satu pembunuh waktu adalah berusaha terus ‘produktif’ untuk menghasilkan sesuatu karya sesederhana mungkin. Inilah salah satunya, membuat video tentang cerita singkat berbahasa bilingual… ciee gaya khan. Tapi bukan inggris – indonesia, ini mah Indonesia – sunda, alias bahasa sunda dan bahasa indonesia… “Boleh khan disebut bilingual?”

Cerita sederhana dengan tema ‘family time’ yaitu jalan – jalan bersama keluarga, namun di tengah jalan ada kejadian tidak terduga. Inilah ceritanya :

FIKMIN # PAKANCI BEDO #

Keur anteng opatan mapay jalan numpak sèdan kaluaran anyar. Silih gonjak adi lanceuk jeung indung bapana. Kaca jandèla dibuka opatannana amèh karasa hiliwir angin kabagjaan. Tirilit, sora telepon asup. Bi Konah ngalieuk ka salakina nu keur anteng nempoan sawah di sisi jalan.

Bah, aya telepon tah”
Pang angkatkeun wè Ma” Mang Osid ngajawab bari ngagèlèhè.

Ih si Abah centil” Nèng Usi seuri ningal kalakuan nu jadi bapa. Jang Kèmod anteng nyetir.

Pas bi Konah rèk ngangkat telepon, kabaca dina layar hapè, ‘Cintaku Bebebku Jikanku’. Gebeg, bi Konah ngabigeu, karasa jajantung eureun. Hapè dicekel bari awak ngeleper. Belewer hapè anyar salakina dialungkeun ka jalan. Paburantak diadu jeung aspal.

Abaaah….. siah tèga pisan nyalingkuhan Uing, najisss!!!” Bi Konah ceurik bari nyakaran Mang Osid nu bingung teu puguh peta.

Jang Kèmod jeung Nèng Usi ngembang kadu. Di imah, anak bi Konah nu panggedèna nyobaan deui nelepon ka hapè bapana makè hapè indungna nu tinggaleun tadi isuk dina bangbarung.

***

Begitu ceritanya guys… paham khan?”

Enggak mas, mboten ngèrtos”
Roaming aku kawan”

Nah inilah maksud bilingual, maka jika dilakukan terjemahan bebas dengan bahasa indonesia jadi begini ceritanya :

CERITA # GAGAL LIBURAN #

Dikala berempat menikmati perjalanan di kendaraan keluaran terbaru. Saling bercanda antara adik dan kakak bersama kedua orang tuanya. Kaca jendela mobil semuanya dibuka agar terasa hembusan angin kebahagiaan yang ada.

Beep.. beep!

Getar telepon genggang punya sang ayah, ada telepon masuk. Bu Kinasih menengok ke arah suaminya yang sedang fokus melihat hijaunya tanaman padi di sawah sepanjang jalan.

Pap, ada telepon masuk”
Tolong diangkat telelponnya mah” Pak Osada menjawab sambil bersandar manja di bahu istrinya.

Ih papih ganjen” Neng Usi tertawa melihat perilaku ayahnya. Kiko sang kakak tersenyum sambil memegang setir mengendalikan arah kendaraan.

Disaat Bu Kinasih akan mengangkat telepon, terbaca dilayar smartphone ‘Cintaku Bebebku Istriku’.. Bu Kinasih kaget dan terdiam, detak jantung terasa berhenti. Hanphone dipegang sesaat dan reflek dilempar ke luar jendela mobil.

Brak!! Pecah berantakan beradu dengan aspal.

Papahhhh!!!… kamu tega menyelingkuhi mamah, najiss!!”

Bu Kinanti meraung dan menangis sambil menyakar wajah suaminya. Pak Osada terdiam, bingung. Kiko dan Usi sama – sama bingung, tidak bisa berbuat banyak.

Sementara di rumah, Anto anaknya yang paling besar mencoba kembali menelepon ayahnya menggunakan handphone Bu Kinasih yang tertinggal di rumah tadi pagi di dekat pintu kamar.

***

Begitu terjemahan singkatnya. Jadi apakah perjalanan piknik ini berlanjut atau tidak dan suasana hati Bu Kinasih masih galau atau tidak, silahkan lanjutkan dengan persepsi masing – masing pembaca. Selamat jam seginiih, Wassalam (AKW).