CUCI TANGAN – chapter 2 – tamat

Akhirnya sebuah rahasia terungkap dan kebenaran dihadirkan semesta.

CIBABAT, akwnulis.com. Yuk ah lanjutkan ceritanya tentang CUCI TANGAN.

Pada saat langkah kaki mendekati wastafel, sebuah teriakan dari lantai 2 mengagetkanku, “Jae, jangan dulu cuci tangan, ini masih ada petai 5 ranggeuy, ayo kita sikat dulu!”

Teriakan yang menggugah selera, terbayang langsung aroma harum petai segar, dicampur sambal terasi dan nasi liwet panas. Oalah perut tiba-tiba terasa kosong lagi. Langsung balik kanan dan kembali menaiki tangga menuju lantai 2. Disaat meniti tangga, Rudi dan Joko turun dan berpapasan. Terlihat mereka berdua sedang berbincang sambil mengangkat tangan kanannya yang juga belepotan sambal dan saus padang.

Nggak jadi cuci tangannya?”
“Entar tanggung, ada makanan favorit menunggu” jawabku dengan riang dan meninggalkan mereka yang menuju arah berbeda yaitu wastafel di lantai 1 tadi.

Tiba di lantai 2 langsung duduk bersila dihadapan gundukan nasi panas, sambal dan tentunya 5 papan petai yang bisa memabukkan. Ayam bakar, wagyu panggang juga ada tapi semua kalah oleh pamor terasi yang menjadi bahan dasar sambel ulek ini.

Nyam nyam nyam, makan lagi edisi kedua kawan, nikmat sekali dan berebut bersama teman-teman lama yang sudah berubah tua. Aku juga menua sama seperti mereka.

Tiba – tiba, “Tolooong… tolong!!”
“Prang!!!” Suara benda pecah berantakan dan suara seseorang meminta pertolongan di lantai 1 terdengar jelas. Karena diriku, Jaka dan Hari berada di meja dekat tangga utama maka langsung bersama-sama berdiri dan bergerak cepat menuju lantai 1.

Ada apa?” Pertanyaan ini tercekat di kerongkongan karena melihat pemandangan tak lazim di depan mata. Rudi dan Joko terkapar kaku di lantai depan wastafel dengan kedua matanya melotot dan kondisi tidak sadar. Sementara sisi kiri wastafel merah jambu pecah berantakan seolah terkena hantaman benda keras.

Astagfirullohal adzim, ada apa ini?” Hari merespon sambil terdiam, melihat pemandangan yang mengenaskan.

Diriku memberanikan diri mendekati tubuh Rudi dan memeriksa jika ada cidera yang berbahaya dengan berbekal senter smartphone. Terlihat wajah Rudi pucat pasi dengan mulut menganga dan nafas memburu. Doa – doa dibaca dalam hati dan perlahan tapi pasti mulai menyadari ada sesuatu yang mengawasi.

Begitupun dengan Joko, tertelungkup di lantai depan wastafel. Pucat pasi dan pingsan. Lalu teman – teman di lantai 2 semuanya turun ke lantai 1 dan membantu dua rekannya yang mendadak pingsan ini. Ada yang membantu memijatnya, tetapi sebagian besar hanya terdiam tapi memberi ruang bernafas agar mereka bisa segera siuman.

Kebetulan ada teman yang menjadi dokter, dengan keahliannya terlihat cekatan menangani kondisi ini. Setelah mengintruksikan membaringkan kedua teman yang pingsan, di cek kondisi kerja jantung dan pernapasan sambil perlahan – lahan dibangunkan. Semua memperhatikan dengan seksama.

Tiba – tiba Joko tersadar tetapi langsung bergeriak, “Ituuu…. ” tangannya menunjuk ke arah wastafel merah jambu.  Reflek mata ini beralih pandangan ke arah wastafel dan di cermin wasfafel seperberapa detik terlihat siluet seseorang yang berpakaian merah tapi sekejap menghilang. Beberapa rekan menangkap juga gerakan sekilas itu dan saling berpandang-pandangan.

Rudipun perlahan tersadar dan di beri minum teh manis panas oleh temannya. Lalu keduanya dipapah oleh teman-temannya menuju kamar di lantai 2 untuk beristirahat.

Ada yang menarik adalah gerak gerik tuan rumah yang terlihat tegang dan gelisah. Sambil sesekali mencuri pandang ke arah wastafel merah jambu ini. Ini yang harus dicermati. Sementara waktu sudah melewati tengah malam, tepatnya pukul 01. 05 wib. Semua peserta reuni mulai beranjak ke kamar masing – masing yang sudah diatur sedemikian rupa. Tapi sebagian ada yang memilih tidur – tiduran di sofa sambil tetap berbagi cerita.

Diri ini penasaran dengan kejadian ini. Maka segelah semua terlihat baik – baik saja, perlahan menuruni tangga utama ini menuju wastafel merah jambu tadi.

Tak lupa doa – doa tolak bala dan doa lainnya yang masih hafal di luar kepala dibaca dalam hati sebagai penguat diri yang sebenarnya ada rasa takut tapi kalah oleh rasa penasaran.

Tiba di depan wastafel, terlihat kondisi wastafel sebelah kirinya pecah dan sebagian keramik berhamburan di lantai. Seolah menerima hantaman benda yang berat. Cermin di wastafel tetap kokoh namun penasaran karena tadi sudut mata melihat ada sosok yang hadir sekejap lalu menghilang.

Tapi ternyata tidak ada apa – apa, hanya pantulan wajah diriku yang mulai beranjal tua eh dewasa dilengkapi kerut wajah tanda usia mulai beranjak menuju masanya. Raga berbalik menuju kamar di lantai dua, untuk beristirahat karena esok hari harus kembali ke rumah setelah mengikuti acara reuni ini.

***

Pagi hari semua berkumpul untuk sarapan bersama, disinilah Rudi dan Joko bercerita. Ternyata tadi malam mereka berdua berniat mencuci tangan yang belepotam di waatafel lantai satu. Masing – masing memilih wastafel yang ada. Rudi ke arah kiri menuju wastafel merah jambu dan Joko ke kanan ke arah wastafel satu lagi.

Disaat bersamaan mereka membasuh tangan dan memandang cermin di wastafel. Disitulah kejadiannya. Diawali suara dentang jam besar di tengah rumah tepat pukul 00.00 wib, wajah keduanya yang terpantul di cermin masing-masing perlahan berubah. Perlahan memucat dan terlihat bersimbah darah serta berganti rupa memjadi wajah perempuan yang sedang kesakitan dengan memakai gaun berwarna merah menyala. Lalu menyeringai dan maju seakan keluar dari cermin. Otomatis keduanya kaget setengah mati, berteriak sekencang-kencangnya dan pingsan berjamaah.

Semua saling memandang tanpa berkata apa-apa, kecuali tuan rumah yang terlihat gelisah seperti menyimpan sebuah rahasia yang membuatnya resah. Agar semuanya jelas maka langsung saja luncuran pertanyaan tertuju kepada kawanku sang pemilik villa mewah, “Amir, betulkah wastafel itu berhantu?”

Amir menunduk dan terlihat mengatur nafasnya agar tetap tenang,  lalu perlahan memgangkat wajahnya dan memandang wajah penasaran teman – temannya. Lalu dari bibir yang bergetar meluncurlah kalimat pernyataannya, “Maafkan aku kawan – kawan, Tidak seharusnya ini diungkapkan. Tapi kebenaran harus tersampaikan. Aku mengikatkan janji dengan sesuatu berwujud wanita gaun merah untuk meraih kejayaan dunia,.. uhuk.. uhuk.. uhuk!”

Amir terbatuk beberapa kali lalu terlihat seperti tersengal dan, .. “Hueeek” Amir memuntahkan cairan seperti darah kental dari mulutnya, bau amis menyebar di lantai, Amir terkulai tersungkur tak bergerak. Semua terpaku dengan keadaan, terdiam tanpa gerakan. Di wastafel merah jambu lantai satu, sebuah sosok gaun merah tersenyum lebar, lalu sekejap menghilang. (AKW).

Emosi Sore.

Coretan kata yang sedikit membara.

CIMAHI, akwnulis.com. perbincangan sore hari yang dimulai dengan sedikit perdebatan ternyata merupakan awal dari sengitnya pertempuran pendapat yang digabung dengan nada meninggi dan penuh tendensi. Padahal niat awal membahas regulasi adalah sebagai pegangan utama dalam beraksi, namun ternyata memicu reaksi yang hampir saja berakibat luka hati yang tak terperi.

Disinilah sebuah jam terbang kehidupan mengembang, menaungi jiwa yang berontak dan ingin bergabung dalam sumpah serapah dan teriakan. Menumpahkan sampah diri yang membuncah melewati kapasitas untuk dilemparkan di meja forum dan berserakan diatas tumpukan dokumen harapan dan proposal sebuah kemajuan.

Tidak cukup begitu, respon yang lainpun kembali berujar dengan nada kuat bertenaga menandakan emosi jiwa semakin melanda. Penularan suasana begitu cepat dan hampir tiada kendali. Dikala pihak lain berujar tentang sebuah harapan dan kembali kepada marwah hadir dalam kumpulan. Maka langsung terbenam oleh retorika yang begitu ganas dan menggelora meskipun mungkin adalah kesenangan hampa.

Maka sebagai penenang dari panasnya suasana dan minimal menghangat menjadi rasa suka cita diperlukan sebuah ungkapan cinta yang tulus dan memiliki rasa. Kalimat apakah itu?… tentu harus ingat bahwa kata dan kalimat terbaik adalah doa, tetapi ungkapan cinta memiliki aneka rupa dan insyaalloh bisa meredam panasnya perseteruan dunia. Inilah kalimat saktinya :

Ikan hiu makan tomat – I love u so much”

Semua pasang mata bergerak dan terbelalak karena mantra sakti tersebut begitu menyengat dan langsung merontokan emosi tinggi berubah menjadi rasa kasih dan suasana menghangat. Seringai tajam perlahan menjadi senyuman, tangan yang terpentang perlahan tenang dan memaksa jari membentuk lambang sarangheyo. Ada juga yang terdiam dan melongo dengan mata sayu yang bukan berarti mau, tetapi jauh di hati kecilnya setuju bahwa perseteruan ini sungguh tidak perlu.

Itulah sekelumit adegan kehidupan yang menjadi pengingat bahwa perbedaan pendapat perlu dimanage dengan kuat agar tidak menjadi mudharat dan secara tidak sengaja menghancurkan suatu mufakat yang telah dibangun bersama dalam waktu yang tidak singkat.

Alhamdulillah, kalimat sakti hadir memberi arti. Menjalankan takdirnya menjadi penengah, memposisikan  sebagai peneduh meskipun sebelumnya sempat mengaduh dan berbisik, “Aduh geuning ripuh.”

Selamat Sore dan saatnya ngagèlèhè. Wassalam, AKaWè.

SALAD Merdeka..

Maksi & Teriak merdeka.

BDG, akwnulis.com. Semarak semangat kemerdekaan menggema di seantero nusantara dan inilah momentum kebersamaan untuk bahu membahu di masa prihatin ini.

Begitupun perayaan HUT RI ke 76 ini adalah tahun kedua di masa pandemi. Maka acara upacara formal, segala permainan dalam kemeriahan plus kerumunan harus diubah dalam format berbeda.

Yang penting kemeriahan tetap terasa dan rasa patriotisme tetap membara. Betapa kemerdekaan ini diraih dengan segala pengorbanan pejuang bangsa, sudah kewajiban kita untuk mengisi dan menjaga kemerdekaan ini tetap abadi.

Begitupun dengan menu makan siang kali ini, harus senada dengan semangat merah putih. Maka penyesuaian segera dilakukan dan aksesoris pendukung yaitu masker merah putih bertuliskan 76 tahun RI menemani sajian sehat ini.

Nyam.. nyam.
MERDEKA. (17/08/21)

Sisa – sisa salad merdeka / dokpri.

Gambar kedua adalah dokumentasi sisa salad yang hampir habis dinikmati. Sebelum tandas, photo dulu. #cekrek.  Wassalam (AKW).

Kopi Jahe Merah…

Kojamtagul yuk…

Photo : Kopi Jahe Merah / dokpri.

SUBANG, akwnulis.com. Perjalanan menikmati kopi terus berlanjut tiada henti. Jikalau biasanya kohitala (kopi hitam tanpa gula) yang dinikmatinya, maka untuk tulisan kali ini adalah pengalaman minum kopi yang ditambah unsur lain, selain gula.

Unsur tambahannya adalah jahe merah yang memberikan efek kesegaran berbeda dan diyakini menjaga kualitas imun tubuh yang sangat diperlukan di masa pandemi corona.

Jadi yang disajikan kali ini adalah KOJAMTAGUL (Kopi jahe merah tanpa gula)…. maaf jangan protes dengan singkatannya, ini hak prerogatif penulis hehehehe.

Disajikan di cangkir krem berkelir coklat serta dengan latar belakang air kolam yang keruh dan beberapa ikan yang kebetulan mejeng menemani frame kojamtagul ini, maka tiada sabar untuk segera mencoba minuman kesegaran ini.

Oh iya kawan, disajikannya panas dan gula terpisah. Jadi bagi yang belum (merasa) manis, bisa menambahkannya. Tapi kalau yang sudah yakin dengan ‘kemanisan diri’ maka tinggalkan gula dengan segera.

Bismillah… srupuuut…

Hmm… rasa kopinya tetap dapat dengan body medium dan less acidity alias lempeng rasa kopi robusta biasa, tapi plusnya adalah kesegaran yang hadir dari rasa jahe merahnya yang menghangatkan rongga mulut, lidah hingga ke tenggorokan dan sementara berakhir di lambung untuk bersua dengan aneka makanan minuman yang sudah hadir lebih dahulu.

Recomended deh sebagai minuman hangat penyegar badan sekaligus tetap bisa menikmati rasa kopi yang begitu berarti.

Sebagai pendukung sruputan kopi ini hadir juga menu makan siang yang tak kalah ajibnya. Dari mulai sambal dadak, tumis kangkung, tempe goreng, nasi pulen, kerupuk dann…. gurame bakar…. siap disantap.. karena memang waktunya pas untuk makan siang.

Photo : Gurame Bakar dkk / dokpri.

Kombinasi yang lengkap minum makan kali ini….. dan tiada cara lain yang pertama dilakukan adalah dengan senantiasa bersyukur kepada Illahi Rabb atas rejeki yang senantiasa terlimpah kepada hambanya.

Terima kasih Pak H.OM atas jamuannya, semoga dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda. Amiin.

Tak terasa kopi jahe merah tanpa gula habis di gelas ketiga, begitupun gurame bakar dan kawan-kawannya bisa dituntaskan tanpa banyak tersisa, kecuali duri-duri yang memang jika tertelan akan menyiksa. Selamat beraktifitas kawan, Wassalam (AKW).

CaffeLatte & 3 Teh artisan.

Melanggar prinsip Kohitala.

Photo : Kombinasi sajian Caffelatte & 3 teh spesial / dokpri.

BANDUNG, akwnulis.com. Menjalani fungsi sebagai aktivis kohitala alias penikmat aktif kopi hitam tanpa gula itu perlu perjuangan karena diluar sana aneka godaan mengharapkan prinsip yang dipegang bisa memudar.

Hari ini, godaan kembali datang. Diawali dengan tawaran makan siang dari seorang kolega sekaligus membahas beberapa hal pekerjaan adalah momen yang strategis dan efektif efisien. Makan siang bisa tepat waktu dan urusan pekerjaan bisa dibahas juga diambil keputusan, “Mantap khan?”.

Restoran G&B di Jalan Bahureksa Bandung menjadi tempat pertemuan, membahas berbagai urusan kerjaan sekaligus shalat dhuhur di mushola yang telah disediakan. Pilihan menu makanan sehat segera dipilih sesuai selera sang pelanggan, sayangnya kopi manual brewnya pas habis persediaan…. godaanpun datang.

Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, pilihan caffelatte-pun dijatuhkan, offcourse without sugar, tetapi campuran steamed milk menjadi hal wajib demi hadirkan gambar dedaunan di permukaan gelas caffelatte yang segera disajikan, hatur lumayan.

Sebagai penyeimbang maka pilihan sajian teh artisan adalah pendamping yang tepat, apalagi dengan suguhan warna yang bervariasi bisa bikin tenang mata dan hati, menemani kesedihan terlanggarnya Kohitala principle.

Photo : Caffelatte & Butterfly Pea Tea / dokpri.

3 sajian teh sekaligus, warna merah adalah wedang uwuh, warna bening kecoklatan dari silver needles tea dan warna biru adalah teh bunga telang (butterfly pea tea) hadir dalam gelas-gelas kecil, menjadi kombinasi syantik bagi sajian siang ini.

Sebenernya pesenanku cuman 1 porsi teh putih atau silver needles tea atau teh jarum perak yang hadir dengan teko kaca dan 2 buah gelas bening kecilnya. Tetapi untuk kepentingan photo yang ideal maka kebetulan rekan lainnya memesan sepoci eh seteko wedang uwuh dan teh bunga telang, maka warna warni gelas kaca kecil yang dapat dihadirkan.

Merah, bening kecoklatan dan mengharu biru mewakili warna warni pembicaraan di siang ini. Fasilitas refill air panasnya hingga 2x menambah semangat diskusi dan habiskan waktu makan siang dalam balutan kehangatan dan keakraban pembicaraan. Perut kenyang kerjaan kelar.

Oh iya, Caffelattenya nggak lupa disruput dan ditelan perlahan sambil ada sedikit rasa bersalah karena ada prinsip yang dilamggar, uhh.. tapi yaa sudahlah… sesekali, atau yang terakhir kali.

Akhirnya waktu istirahat maksipun habis, segera menutup pembicaraam dengan pamitan yang penuh kesantunan untuk kembali ke kantor dan melanjutkan tugas pekerjaan lainnya. Semoga di kesempatan lain bisa kembali bersua dan makan siang bersama dan ditambah dengan sajian terbaik Kohitala (Kopi hitam tanpa gula). Wassalam (AKW).

Menentukan Pilihan.

Gampang tapi susah atau susah tapi gampang?

Photo : Blue bunaken tea / dokpri.

BANDUNG, akwnulis.com. Dikala senja berganti malam, maka pekat gelap menyergap keadaan. Semburat keremangan mengisi relung-relung kegundahan yang terus memuncak seiring waktu menapaki pertengahan malam.

Disitulah pilihan-pilihan akan muncul, karena hidup ini sangat jelas, memilih atau memilih.

“Jadi kamu milih yang mana?”

“Ih belum dibahas pilihan apa dan siapa, udah riweuh milih yang mana, mikir atuuh”

“Iya bener, ini ngobrolin apa seeh?”

Sepenggal percakapan yang mengerucut dalam membahas pilihan. Padahal hidup itu sudah jelas pilihannya. Bicara keyakinan tentu agama menjadi pegangan, dalam islam pilihannya juga sederhana.

Mau masuk surga atau masuk neraka?”

Wadduh berattt….. ini mah sudah bicara ranah keyakinan. Tapi dibahas tidak dibahas, ya… itulah pilihan kehidupan.

Sekarang yuk kita bahas pilihan yang praktis aja. “Mau pilih yang merah atau yang biru?”

“Halahh.. apalagi itu?… jangan bermain politik-politik ah, tatuut”

“Lha siapa yang ngebahas politik, ini mah masalah warna dan selanjutnya bisa dinikmati”

Sebelum ada jawaban, segera tangan beraksi menuangkan teko kaca ke gelas mini, currr….

Segera cairan ungu bening menarik perhatian semesta. “Apa itu?”

Tunggu dulu kawan, nich satu lagi” tangan menggenggam satu teko kaca lagi dan segera memenuhi gelas kaca satu lagi.

“Wuihhh yang ini mah merah, kereeen.. apa seeh?”

“Tenang dulu kawan, ini yang namanya pilihan. Keduanya menarik dan bikin penasaran, dari sisi rasa pasti ada perbedaan begitupun khasiatnya”

Photo : Wedang Uwuh / dokpri.

Semesta terdiam sambil menggenggam harapan yang meronta ingin segera menikmati si merah dan si biru.

Inilah artisan tea versi Cafe G&B. Menyajikan 4 varian tetapi dari sisi warna, inilah dua sajian yang tidak terlewat untuk menjadi pilihan. Benefit lain selain sebagai minuman sehat, juga bisa versi nongki cantik bin irit.

Kebayang khan, pesen artisan tea doang, trus dapet extra 3x refill…. bisa santai disini (ari teu isin mah).
Irit tapi kembung karena lambung penuh air teh hehehehe..

Teh yang berwarna biru diberi nama ‘blue bunaken tea’ dan yang menghasilkan cairan merah adalah ‘wedang uwih eh uwuh...’ dengan bahan-bahan tradisional yang menyehatkan.

Photo : Vegan spring roll / dokpri.

Itulah pilihan yang menyenangkan. Tapi supaya tidak terjadi perpecahan dan pertikaian 2 kubu karena hanya ada 2 pilihan maka ditambah pilihan ketiga yaitu vegan spring roll alias lumpia vegan. Isi dari vegan spring roll ini adalah Jamur, tahu, bihun, selada, acar wortel, mentimun dan pilihan saus krim kacang atau lemon… segerr deh rasanya.

Alhamdulillah setelah ada pilihan alternatif ini, terasa lebih adem. Meskipun tetep perut kembung karena musti habis 2 teko teh plus 3x refill dan sepiring lumpia vegan… yummy. Wassalam (AKW).