WORKSHOP FIKSIMINI MASALAH SOSIAL – Perpusnas Writers Festival 2023

Sebuah catatan pribadi dalam momen festival literasi nasional.

BRAGA, akwnulis.com. Sebuah prinsip hidup yang selalu dipegang adalah manusia merencanakan tapi Allah yang menentukan. Tetapi dalam proses menjalaninya terkadang perlu ditambah dengan semangat ihtiar dan sedikit pemaksaan sehingga semua bisa berjalan, tentu atas ijin Tuhan. Inilah yang terjadi pada raga ini, jikalau berbicara perencanaan maka diundang menjadi bagian acara perhelatan nasional yang dibesut Perpustakaan Nasional adalah sebuah kebanggaan. Jauh – jauh hari sudah di plot bahwa pada tanggal 6 September 2023 mendapatkan amanah untuk menyampaikan materi terkait fiksimini dengan tema masalah – masalah sosial dalam kerangka workshop yang diakhir acara harus menghasilkan sesuatu, suatu tulisan fiksimini dari masing-masing peserta.

Awalnya agak gamang diminta mengampu workshop ini, apalagi ada nama – nama penulis beken disana. Ada Gol A Gong Duta Baca Nasional dan tentu penggiat sastra yang sudah malang melintang juga kang maman suherman yang sudah tidak diragukan lagi kelihaiannya merangkai kata serta bejibun buku yang dihasilkannya. Juga para narasumber lainnya yang juga halalebring, sementara diriku mah baru bisa bikin buku pribadi 3 buah itupun 1 novel dan 2 buku kumpulan fiksimini basa sunda plus 6 buah buku antologi.

Tapi bu Anita Owners Bitread Publishing justru menantang dengan memberikan ruang untuk berbagi tips dalam membuat tulisan fiksmini ini dalam helaran writing festival dari Perpustakaan Nasional yang selama ini dilakukan di jakarta. Hal yang menjadi catatan, katanya. Karena sebagai birokrat yang berkutat dengan rutinitas ternyata masih sempat membuahkan karya tulisan yang mengandung aneka makna.. wow tersanjung 5.

Nah yang menjadi cerita takdir tadi adalah kondisi tubuh. H-1 kondisi badan drop banget, panas demam tinggi, batuk pilek dan suara hampir hilang. Bingung khan, apalagi esok hari diberi kesempatan untuk berbagi dalam sebuah workshop fiksimini bertema permasalahan sosial termasuk ikut dulu acara pembukaan. Suaraa.. gimana ini nanti paparan?… kondisi demam dan bapil sudah mulai mereda tapi suara… semoga.

Maka pilihannya adalah sepulang dari kantor, mandi air panas dan makan malam. Tanpa banyak basa-basi minum obat dan beranjak tidur. Ternyata kawan, takdir berbeda. Sepanjang malam tidak bisa memejamkan mata. Kantuk jauh sekali dari kantung mata. Entah apa yang terjadi. Kelopak mata ditutup tapi pikiran kemana – mana. Aslinya sampai ingin menangis dan marah – marah nggak jelas atas kondisi ini. Namun tetap saja hingga mentari pagi menyinari bumi kembali, kedua mata ini belum terlelap sedetikpun. Tentu dampaknya jelas, rasa pusing di kepala kanan begitu kuat menyerang. Juga berjalan kaki terasa seperti sedang melayang. Apalagi suara, belum kembali seperti biasa.

Namun janji adalah janji, janji adalah amanah yang harus dituntaskan. Atas dukungan teman – teman dinsos (bu Rachmi, Bintang, rafli dan faisal), istri, anak dan keluarga maka diawali menghadiri acara pembukaan acara Perpusnas Writers Festival 2023 sebagai pembuka hajatan nasional yang dinanti oleh banyak pihak. Apalagi tahun ini penyelenggaraannya di Kota Bandung, dengan 2 venue yang luar biasa. Museum Konferensi Asia Afrika dan De Majestic Braga, kedua lokasi adalah gedung heritage bersejarah bukan hanya indonesia tapi level dunia.

Setelah mengikuti acara pembukaan secara resmi oleh bapak Kepala Perpustakaan  Nasional maka tiba disaat yang dinanti, mengampu workshop yang sudah terjadwal pasti. Ditemani moderator yang full senyum dan baik hati, Kang Adew Habtsa serta para peserta yang begitu antusias dengan beragam latar belakang. Ada siswa siswi sekolah menengah atas, duta baca, guru SMA, guru SMP dan Guru SD serta bapak dan ibu para penggiat literasi.

Bismillah we… prung ah.

Alhamdulillah, 2 jam bersama di salah satu ruang bersejarah di museum KAA bisa dilewati meskipun suara terdengar begitu seksi. Interaksi dan diskusi menjadi kunci, saling berbagi adalah hal yang hakiki. Tantangan menulis fiksimini disambut atusiasme dan bisa dituntaskan dalam waktu yang tersedia. Jika ada kekurangan dari sisi makna dan kelebihan dalam hitungan kata yang dipatok 150 kata, itulah tantangannya. Tetapi keberanian menulis itulah yang ditularkan dengan menggunakan media fiksimini yang cukup singkat namun sarat makna.

Seiring para peserta membuat tulisan fiksimininya, terasa tidak afdol kalau pemateri inipun tidak melakukan hal yang sama, membuat fiksimini berbahasa sunda bertema masalah sosial. Ini dia tulisannya :

FIKMIN # RUNGSING#

Gulinggasahan sapeupeuting, teu bisa peureum sakerejep kerejep acan. Panon mah bisa dipeureumkeun tapi uteuk ngacacang cus cos kaditu kadieu, teu puguh rampa samar kahayang.
Hayang ceurik, tapi piraku awak badag sora handaruan, ngadon lèwèh ku sabab teu bisa sarè.

Kaluar ti pangkèng ninyuh entèh, aya jeruk dua siki, dikeremus. Seger. Tapi angger sirah dungdeng. Asup deui ka pangkèng, ngajaran digolèrkeun. Sugan les peureum, tapi teu bisa, angger kawas tadi. Awak lungsè, lieur, teu bisa sarè.

Keur guling gasahan, karèungèu di buruan aya nu ngawangkong. Lalaunan muka hordèng, noong. Geuning 3an marakè stelan hideung – hideung. Tuluy nu saurang kaciri malèdogkeun bungkusan ka tèras imah. Hatè tagiwur bisi bom atawa barang nu pimatakkeun. Tapi geus kitu simpè.

Panasaran, keketeyepan muru panto hareup, kaciri bungkusan hideung dina tatapakan. Dicekel jeung diangkat, hampang. Lalaunan dibuka, brèh tèh gepokan duit saratus rebuan meuni loba. Mang Uhè ngaheneng, saharita leungit karungsing, ilang kapusing. Jigrah taya papadana.

***

Fiksimini ini mengusung tema universal yang bisa menjadi muara atau malah asal mula permasalahan sosial yaitu terkait dengan uang. Uang seringnya membutakan mata hati seseorang, uangpun bisa mengubah perilaku seseorang. Dalam tulisan ini, sebuah suasana menjadi baik-baik saja setelah berjumpa dengan uang dadakan, tidak melihat dampak atau konsekuensi yang akan dihadapi.

Ah itulah indahnya cerita fiksi, bisa dinikmati guliran kata yang sering membuncah tiada henti. Berbahagia dan bersyukurlah karena diberi berkah dari Allah SWT untuk dimampukan menulis cerita fiksi dan menikmatinya dalam setiap jalinan kata.

Itulah sebuah momentum rencana yang tersusun jauh – jauh hari hampir berantakan karena si suara sementara menghilang plus kondisi badan yang rapuh karena semalaman sang kantuk menjauh. Tapi dengan dukungan semuanya akhirnya bisa dilalui dengan sebaik-baijnya.

Selamat jam segini kawan, eh masih malam ya?… semangaaat. Wassalam (AKW).

Belajar ‘Masa Bodoh’

Bersikap masa bodoh itu ternyata ada kitabnya pren, cekidot.

Akwnulis.com, Padang. Duduk di deretan kursi emergency pesawat Boeing 373 Maskapai penerbangan Express Air, begitu melegakan. Memberi ruang kebebasan bagi kedua kaki karena bebas menari tanpa menumbuk belakang kursi penumpang pesawat di depannya.

Perjalanan 2 jam ini juga yang menuntaskan membaca sebuah buku berjilid orange yang miliki judul provokatif ‘Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat’ Karya Mark Manson yabg diterbitkan 2 tahun lalu (2016) di New York, AS oleh Penerbit HarperOne… tentu dalam bahasa inggris.

Yang tuntas dibaca sekarang adalah versi terjemahan terbitan PT Gramedia Widiasarana Indonesia Cetakan VIII, Agustus 2018 dialihbahasakan oleh F. Wicakso. Untuk sampul tidak jauh berbeda dengan versi aslinya.. cuman beda bahasa saja… Ya iya atuh ih.

***

Siapa Mark Manson?”
“Mengapa buku karya perdananya menjadi buku terlaris versi Newyork Time dan Globe & mail?”

Dua pertanyaan yang menggantung, tetapi kembali ke judul…. “Masa bodoh ah, baca aja”

Maka disela kesibukan kerjaan sehari-hari, buku orange ini ikutan menjadi kawan sejati karena belum baca ampe habis. Termasuk rapat malam hari bersama bos besar, sambil menunggu tamunya hadir, buku ‘Seni Masa Bodoh’ ini sambil dibaca dan di nikmati.

“Buku apa itu?” Suara berat Bosku menyentak keseriusan membaca buku dan membuyarkan gaya masa bodohku.

Ini buku baru bos, buku masa bodoh!”

“Liat!” Segera buku orange ini beralih, dilihat jilidnya, jidat Bos sedikit berkerut. Dibalik sampul belakang, baca sinopsinya. Trus buka-buka beberapa halaman, lalu muncul komennya, “Buku apa ini?, nggak ilmiah! Baca buku itu yang berbasis riset jangan asal nulis!”

Aku hanya tersenyum dan terlintas satu kalimat indah di kepala, “Ah masa bodoh, aku suka buku ini dan akan dituntaskan membacanya.”

Segera buku orange ini disimpan, dijauhkan dari jangkauan Bosku karena meeting malam segera dimulai… jengjreng.

***

Buku ini menjadi pelepas dahaga setelah sebelumnya mendapatkan pencerahan dari The Legend Bapak Indrarto sewaktu sarapan eksklusif di Hotel Polonia Kota Medan beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 30 Agustus 2018.

Beliau memberi sebuah tips jalani kehidupan dan berbahagialah dengan prinsip, ‘Jika Kamu sudah menemukan suatu kebenaran, maka Yakinilah dan Masa Bodoh dengan urusan lainnya’ termasuk memberi bocoran tentang referensi buku ‘masa bodoh‘-nya berjudulBo Wero’yang hingga tulisan ini dibuat, belum berhasil menemukannya.

***

Buku Mark Manson ini menawarkan sebuah ide yang memaksa kita untuk memaknai kembali kehidupan ini dengan bahasa yang provokatif tapi efektif, yaitu ‘masa bodoh’.

Jadi bakalan seru baca buku ini bagi yang pengen belajar ‘masa bodoh’, karena akan terjadi pertentangan alami antara sikap ‘masa bodoh’ dengan keinginan untuk membaca buku ini.

Jangan salah… halaman awal buku ini membuka wawasan tentang Charles Bukowski, konsep lingkaran setan, sampai juga ke pemikiran Albert Camus hingga Hukum Kebalikan Filsuf Alan Watts… dan banyak lagi.

Secara maknawi hakiki, di halaman 15 dan beberapa halaman selanjutnya langsung mengingatkan tentang prinsip regiliusitas yakni mengingatkan kefanaan, mahluk yang bernama manusia itu semua sedang antri menuju titik akhir kefanaan yakni Kematian.

“Penasaran?”

…………. teng….. (sunyi tiada jawab)

“Jangan masa bodoh dulu pren, minimal munculkan rasa penasaran buat baca buku ini,… klo nggak niat beli… aku pinjemin dech”

***

“Para penumpang yang terhormat, kita semua sudah mendarat di Bandara Internasional Minangkabau….dst”

Pengumuman merdu dari sang pramugari Express Air menuntaskan pembacaan ide ‘masa bodoh’nya Mark Manson, sekarang nggak boleh masa bodoh dulu, harus turun dari pesawat jangan sampai terbawa kembali oleh pesawat yang akan terbang menuju rute selanjutnya. Wassalam (AKW).

***

Klo moo nyari bukunya di Toko buku, warnanya orange, judulnya :

Sebuah seni untuk bersikap bodo amat (The Subtle Art of Not Giving a F*ck)
Pendekatan yang waras demi menjalani hidup yang baik.
Karya Mark Manson.

***