Kopi Arabica Malabar Honey di Prigen.

Menikmati arabica malabar honey ditemani binatang liar pemberani.

Photo : Di luar cafe, Zebra dan banteng lagi diskusi / dokpri.

PASURUAN, akwnulis.com. Lengkingan zebra berpadu dengan suara jerapah dan banteng memberi nuansa hewani sore ini. Mereka begitu akrab dan dekat seakan tanpa sekat. Padahal hijab itu wajib menjadi pembatas karena kehidupan harus diatur dengan garis yang jelas agar tidak terjadi pelanggaran dan berakhir kepada kerugian.

Senja masih bertahan untuk tidak segera berlabuh dibalik megahnya Gunung Agung dikala pertemuan dengan deretan biji kopi pilihan sedang berlangsung.

Bean yang tersaji memang terbatas, tetapi pilihan bean arabica malabar honey adalah pilihan tepat. Mencoba bean yang sudah biasa dinikmati di bandung atau di rumah dengan kesempatan saat ini dimana beannya jauh mengembara lintas provinsi di ujung timur pulau jawa. “Apakah rasanya akan berbeda?”

Cara terbaik adalah segera pesan, tunggu dan coba. “Simpel kan?

Posisi cafenya di sebelah kiri pintu masuk lobby hotel, agak sedikit tersembunyi sehingga nyaman untuk duduk dan bersantai sambil memandang zebra, burung unta dan jerapah berkeliaran.

Sang barista, Mas Dewa langsung beraksi meracik 20gr bean arabica honey dengan grinder dulu baru dilanjutkan prosesi manual brew V60 menggunakan air panas bertemperatur 85° celcius….. siiips.

Sambil menunggu, menikmati suasana alam di sekitar cafe ini memberi rasa berbeda. Betapa kedekatan dengan alam disetting saling melengkapi dengan lanskap bangunan yang berfungsi sebagai hotel resort dengan berbagai kelengkapannnya.

Akhirnya sebotol server kohitala manual brew V60 Arabica Malabar honey tersaji… tak sabar untuk segera menikmati.

Sruput….. hmmm

Photo : Sajian V60 Arabica Malabar Honey / dokpri.

Rasa khas arabica java preanger hadir di lidah dan rongga mulut, acidity medium high dengan aftertaste jeruk lemon plus sedikit berry. Body medium memanjakan hati eh lidah yang kembali merasakan rasa arabica khas jabar di tanah pasuruan ini. Alhamdulillah.

Semilir angin sore di kaki gunung Agung mengantarkan petualangan menikmati wisata rasa kopi asli tanpa gula untuk kembali bertasyakur dan bersyukur atas semua karunia nikmat dari Allah Subhanahu wataala. Selamat menjalani dan menikmati nikmat kesempatan dan nikmat rasa yang hadir di berbagai suasana. Wassalam (AKW).

***

Lokasi :
Cafe Marula – Baobab Safari Resort
Prigen Pasuruan – Jawa Timur.

Kopi Gan

Sruput Kohitala di JP3

MALANG, akwnulis.com. Dahaga ngopay akhirnya bisa terpenuhi meskipun dengan keterbatasan, tetapi itulah indahnya kehidupan. Dibalik semua kesulitan tersimpan hikmah sabar dan ketawakalan, apalagi diberi kemudahan maka wajib bersyukur pada kesempatan pertama.

Jadi, meskipun bukan menggunakan peralatan manual brew berfilter V60 dan bean arabica tetapi bersua dengan kohitala (kopi hitam tanpa gula) di luar kota adalah berkah.

Hadirnya kohitala menjadi penting karena memberi nuansa warna rasa dalam perjalanan kehidupan di propinsi ujung timur pulau jawa.

Nama tempatnya ‘Kopi Gan‘, sebuah ajakan untuk ngopay bagi juraganbaik juragan lanang ataupun juragan dewe (perempuan), tempatnya strategis dan nyaman dengan interior simpel fungsional. Nyarinya gampang, masuk di pintu masuk area Jatim park 3, luruss aja…. langsung keliatan. Klo mau masuk ke area pembelian tiket tinggal belok kiri dan turun ke lantai bawah menggunakan eskalator.

Kohitala yang disajikan memang sangat terbatas hasil dari proses mesinisasi yaitu americano, longblack dan espresso. Tetapi tidak mengapa yang penting kohitala. Americanolah yang menjadi pilihannya….. yummy.

“Gimana rasanya?”

Rasanya lebih strong bodynya karena beannya adalah robusta. Tidak ada acidity sama sekali, tetapi dibalik kepahitannya tersaji rasa manis kehidupan yang wajib disyukuri… srupuuut… glek.. nikmat. Wassalam (AKW).

Kopi Sore di Sampireun.

Kopi sore di ujung senja.

GARUT, akwnulis.com. Angin semilir membelai wajah lelah yang sedang bersandar santuy di kursi kayu setelah berlari-lari kecil mengelilingi eh mengitari keindahan danau alami yang memiliki daya tarik tersendiri.

Sambil menarik nafas panjang, hadirlah secangkir kopi hitam yang masih mengepulkan asap kesempurnaan. Berlatar pagar tanaman (bukan pagar makan tanaman yaaa) dan suasana sore yang menuju temaram, keberadaan secangkir kohitala melengkapi ke-santuy-an ini dan memberi aneka makna.

Jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota, terhindar dari hinggar bingar klakson karena kemacetan lalulintas dan gerutu penumpang yang terjebak dalam labirin jalan di kota Bandung… disini tenang dan tentram kawan.. meskipun memang harus mengorbankan waktu dan sebagainya… tapi itulah kehidupan.. ada pengorbanan dan hadirlah suatu harapan. Meskipun itu semua adalah secuil fragmen kehidupan yang memberi pelajaran bahwa apapun yang terjadi senantiasa di syukuri dan ditafakuri.

Photo : Danau Kampung Sampireun / dokpri.

Pahitnya kopi hitam yang menyapa indera perasa di ujung lidah ternyata bisa berpendar menjadi gula-gula kehidupan dengan rasa manis alami yang sulit membuat definisi, inilah salah satu dari unlimited-nya nikmat Illahi yang (kembali) wajib disyukuri.

Kembali semilir angin sore membawa berita bahwa sebentar lagi Adzan mahrib akan menggema. Sungguh tidak terasa, serasa sekejap bersandar di kursi dan menikmati kopi ini… ternyata waktu begitu cepat berlalu.

Mari bergegas kawan, memenuhi panggilan Illahi untuk bersujud sesuai dengan janji. Wassalam (AKW).

Kohitala & Indomie Rebus.

Kohitala + Indomie = Perjalanan lebih menyenangkan.

Photo : Kohitala + Indomie rebus / dokpri.

PURWAKARTA, akwnulis.com. Perjalanan malam menuju sebuah tempat tujuan terkadang dihadapkan dengan dilema antara kepentingan keluarga dan tugas negara. Disinilah tantangan yang harus diselesaikan dengan cara diskusi dan membahas bersama bersama pasangan serta anak-anak yang (mungkin) mulai beranjak dewasa.

Hasil akhir tentunya lebih diutamakan berangkat malam hari dan menginap di tempat kota tujuan sebelum esok pagi sudah bersiap menghadapi situasi dengan berbagai kemungkinan.

Biarkanlah persiapan esok jangan menjadikan kegalauan, tetapi perjalanan malam hari inipun harus menyenangkan sehingga tidak menimbulkan kebetean yang bisa berujung rasa murung pendiam dan sesekali wajah kebingungan…

Caranya?”

Masing-masing punya style berbeda, ada yang berhenti di Rest Area dan menuju mushola atau mesjid yang ada lalu berwudhu dan shalat sunat tahiyatul masjid dilanjutkan shalat wajib dan solat-solat sunat lainnya.

Umumnya mencari restoran untuk makan minum sesuai selera atau cukup mencari lokasi outdoor dan nongkrong untuk merokok sepuasnya.

Photo : Kohitala di kedai mandiri / dokpri.

Satu lagi adalah menikmati kopi hitam tanpa gula ditemani semangkuk indomie rebus yang lengkap dengan telurnya plus potongan cabai yang menjadi ciri khasnya atau bisa juga ditambah saus sebanyak selera kesukaannya.

Atau ada juga yang mager (males gerak) di jok mobil sambil meneruskan mimpi indahnya, menanti kawan-kawan lainnya yang sedang meregangkan badan dengan beredar di sekitar rest area…. itulah pilihan hidup masing-masing.

Nah pilihanku tentu tetap kohitala ditambah temannya… Indomie rebus tanpa gula… eh salah, pake telor dan saus sambal sebanyak-banyaknyah.

Jajanan yang sederhana tetapi cukup membantu menguatkan mood untuk persiapan besok, meeting dengan big bos di wilayah pantura.

Sruput dulu kohitala dilanjutkan menikmati semangkuk indomie rebus penggugah selera, selamat rehat sejenak dan bersiap dengan hari esok penuh warna. Wassalam (AKW).

Kopi & Ketan.

Menikmati kopi & ketan dipagi hari.

Photo : Secangkir kopi & daun bambu / dokpri.

CIATER, akwnulis.com. Semilir angin pagi melewati dedaunan hijau yang tersenyum berseri. Secangkir kopi sudah tersaji tanpa perlu banyak prosesi karena memang ini kopi sachet kapal api…. yaa sesekali boleh ngopi non-kohitala asli.

Kenapa berhenti kawan?.. bukankah tujuanmu sudah dekat?”

Sebuah pertanyaan yang hadir tanpa tanda peringatan, menohok langsung ke hadapan, seolah memaksa untuk diberi jawaban segera.

Sebelum jawaban mengemuka, disorongkanlah secangkir kopi dan ketan bakar lengkap dengan saus sambalnya. Sang Penanya awalnya terkejut karena hadirnya ketan bakar dan sambalnya bukan jawaban yang diharapkan, tetapi setelah setengah dipaksa maka perlahan dicoba di makan pelan-pelan sambil menyeruput kopi panas yang menggoda selera.

Setelah terlihat sang penanya mengunyah sajian dengan nikmatnya, maka jawaban dari pertanyaan tadi disampaikan, “Berhenti sejenak bukan hanya sekedar rehat, tetapi menyusun strategi agar bisa melangkah lebih cepat sambil menikmati sajian kopi dan ketan yang sangat nikmat”

Photo : Kopi & Ketan Bakar / dokpri.

Senyumnya merekah sambil terus mengunyah…. ah senangnyah..

Tapi ingat, waktu tempuh ke lokasi rapat harus diukur dengan tepat, jangan sampai saking asyiknya ngopii dan makan ketan bakar yang nikmat, lupa waktu hingga jadinya datang terlambat….. hindari itu, inggaat!!!.

Ketan ketiga akhirnya menghentikan petualangan kuliner pagi ini. Bahan rapat sudah dibaca, perut kenyang juga terasa, plus sruput kopi pagi sudah terlaksana, …. Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban…

Lets gooo…. cap cuss. Wassalam (AKW).

***

Lokasi :
Warung Kopi diantara Tanjakan emen – Gunung Karamat, Ciater Subang.

Halimun Kohitala.

Menjalani hari dengan sepenuh hati, hadirlah Kopi…

Photo : Kohitala Halimun / dokpri.

Bandung, akwnulis.com. Sebuah pagi membentuk cerita sendiri, seiring waktu membulatkan harapan dalam ke-duapuluhempat-an jam yang nggak mau diganggu gugat, tapi apa yang menjadi ciri?

Kembali kepada satu nilai tentang yang terkadang terkubur oleh emosi, terjebak labirin egois diri dan akhirnya berkelindan dengan ambisi, yaitu nilai syukur dan tasyakur diri.

“Ah memang mudah dikata, menjadi retorika, padahal berbeda dalam implementasinya”

Jadi, kembali ke masing-masing hati nurani, “Apa tujuan hidup di dunia ini?”

Pertanyaan yang dipandang berat oleh sebagian besar pihak padahal memang semua hal pasti ada tujuannya, jadi tidak usah terhenyak dengan pertanyaan tersebut, “Bener khannn?”

“Trus gimana jawabnya”

Sebenernya gampang, sedikit konsentrasi, pejamkan mata, luangkan waktu beberapa detik untuk bersyukur dalam ucap dzikir sederhana, “Alhamdulilahi robbil alamin”

Pas buka mata, ehhh… sudah ada Kang Adit nawarin kopi di pagi yang menghangat ini.

Mangga pak, Kohitala ala halimun…”

Ah senangnyaa….. Maksudnya kopi yang tersaji diseduh pake manual brew oleh Tim Kang Adit dan disajikan di ruangan Halimun Gedung sate.

Alhamdulillah, Hatur nuhun”

“Sami-sami”

Sruputan pertama begitu menggoda, selanjutnya srupuut lagi atuh… mungpung panasnya terjaga.

Suasana pagi yang dijejali aneka tugas di hari ini, langsung segar dan menambah motivasi, apalagi setelah sruputan terakhir, motivasi makin menjadi…. untuk ngopi lagi hihihihi….

Catatan : Ini bukan cerita pagi ini, tapi kemarin dan kemarin dikala hari kerja yang penuh derita.. upss.. penuh tugas yang mendera.

Selamat wikend, selamat ngopi dan bercengkerama dengan keluarga tercinta. Wassalam (AKW).

Ngopay di Green Kamojang.

Menikmati kopi di Resto Teripta, Kamojang Garut.

Photo : Kohitala di Resto Teripta / dokpri.

GARUT, akwnulis.com. Setelah bercengkerama dengan segarnya air kolam renang dan pemandangan pegunungan yang meng-adem-kan hati maka perlu kiranya dilanjutkan dengan mencari suasana lain yang tersedia di tempat ini, Green Kamojang Resort.

Silahkan baca : KOLAM RENANG Green Kamojang.

Jika melihat di aplikasi wisata online maka akan terlihat sebuah bangunan besar ditengah kolam yang sepintas mirip perahu dengan dominasi warna warni birunya langit semburat merah mentari serta kehijauan dan pantulan cahaya di air kolam begitu indahnya.

Kenyataannya memang tidak persis tetapi secara nyata itu semua ada, hanya memang seni photografi memberi editan yang lebih manis tentunya agar para calon pengunjung dan penginap akan tertarik… itulah iklan hehehehehe.

Diriku menulis apa adanya, jadi maafkan jikalau ada yang tidak tepat dalam penyajiaannya. Tetapi memang menulis itu yang paling nikmat adalah melihat, merasakan sendiri dan segera menuangkan dalam jalinan kata sederhana dan mudah untuk memahaminya.

“Trus klo berbeda gambar dengan kenyataannya gimana?”

Berbeda itu relatif, bisa saja paa photo diambil adalah di musim semi (autum)…”Ada gitu musim semi di garut?”

“Ada atuh, khan sewaktu rasa ini bersemi padamuh… “

“Adaaw gombalisme”

Maksudnya tentu photo yang diambil di musim hujan tetapi kita datang di musim kemarau, maka suasana berbeda. Tetapi secara keseluruhan, konsep yang disajikan cukup menarik. Bungalow/villa, suasana alam untuk tracking atau outbound, meetingbroom, kolam renang, resto dan tentu fasilitas kolam yang penuh ikan-ikan plus bisa digunakan paparahuan dengan sangat menyenangkan.

Photo : Latte at Kamojang / dokpri.

Nah… urusan kohitala, ternyata di cafenya ada.. namanya cafe Teripta, dengan desain meja kursi pinggir kolam… menghadirkan sensasi alami sambil minum kopi bercengkerama dengan ikan koi.. eh ikan emas kétang.

Sayangnya kopi untyk manual brewnya habis, jadi hanya bisa pesan kopi tubruk biasa dan ditemani kopi latte sebagai pemanis suasana. Tidak lupa sejumput iga bakar nasi kebuli… ahaay sejumput, itu mah porsi maksimal… menemani siang hari menjelang sore ini.

Srupuut…
Amm….

Alhamdulillah raos bin nikmat.

Seiring gemericik air yang dipermainkan sekumpulan ikan mas, saat berpisahpun tiba dan lokasi yang asri ini harus ditinggalkan dengan penuh keikhlasan. Wassalam (AKW).

Kohitala Rest Area.

Tugas mendadak adalah perintah, Kopi hitam tetap bikin hati cerah.

Photo : Kopi Tubruk nangkring dulu / dokpri.

PURWAKARTA, akwnulis.com. Pagi yang cerah menyambut kedatangan raga ini dengan senyum yang merekah, tetapi ternyata sesaat kemudian datanglah sebuah titah perintah, “Sekarang ke Ibukota, ada tugas yang harus dihadiri segera”

Secarik surat dilengkapi lembar disposisi sudah siaga di depan mata, tiada alasan apapun kecuali kertas berisi perintah itu diterima dan segera mencari rekan yang bisa menemani perjalanan dadakan menembus kemacetan ke arah jakarta.

Cap cuss cyiiin.

“Trus gimana uang perjalanan dinas dan dukungan akomodasi lainnya?”

Sebuah pertanyaan klasik yang sering menjadi perdebatan hangat dalam sebuah perjalanan dinas.

Tapi kita coba bahwa itu bukan sesuatu yang perlu diperdebatkan, jalan saja dulu yang penting jangan lupa bawa lembaran visum perjalanan.

Nah, supaya perjalanan menembus kemacetannya tidak terlalu menjemukan, maka perlu rehat sejenak di perjalanan meskipun hanya sesaat saja.

Photo : Kohitala & Friend / dokpri.

Caranya?”

Pilihan sederhana adalah berhenti sejenak di salah satu rest area jalan tol.
1. Pergi ke ATM, ambil duit.
2. Sarapan
3. Ngopay Kohitala
4. isi bahan bakar
5. Isi e-toll

Khusus langkah ketiga dipastikan pesan kopi hitam tanpa gula, meskipun yang manual-an jarang atau nyaris tidak ada semua rest area… eh ada klo di rest area Cipali.. lha ini khan moo ke jakarta.

Bisa di baca di Kopi Mandheiling Rest Area 166 Cipali.

iya yaaa…. jadi pesan kopi hitam kopi tubruk aja, dengan catatan nubruknya nggak keras-keras, takut terpental. Trus ngambil photonya jangan lupa, sebagai bukti kepada dunia bahwa menikmati secangkir kopi tanpa gula juga bikin bahagia.

Setelah selesai semua langkah…

Go……move move.

Maka pergerakan dilanjutkan dengan kendaraan menjelajahi tol Cipularang- tol Japek dan geser dikit Tol Becakayu menjadi alternatif efektif untuk menghindari (sedikit) kemacetan menuju ibukota.

Di Ibukota sudah menanti Kohitala & Anggreknya.

Selamat beredar kawan, Wassalam (AKW).

***

Lokasi :

Rest Area Km97 arah jakarta, Cafenya yang paling deket dengan tempat wudhu Mesjidnya.

Anggrek & Kohitala.

Cerita kohitala di ujung senja ibukota.

Photo : Nescafe Kohitala / dokpri.

JAKARTA, akwnulis.com. Secangkir kopi hitam terlihat elegan, dengan bentuk cangkir putih berkelas serta pegangan yang nyentrik menambah suasana berbeda. Padahal kopi yang disajikan adalah kopi nescafe instant lho, bukan kopi hasil seduh manual dengan beraneka komposisi dan prosesi yang dianggap ngjelimet oleh sebagian orang.

Tetapi kembali ingat bahwa ngopi itu tidak hanya dari sisi bean/biji dan prosesinya tetapi juga dari unsur suasana dan kondisi yang ada, jadi nescafe tanpa gula pun bisa menghadirkan suasana nikmat disela-sela kegiatan padat berada di ibu kota.

Rasa nikmat akan hadir jikalau rasa syukur kita senantiasa mengiringi dalam berbagai kondisi. Kohitala tidak harus manual brew saja tapi bisa saja kopi sachet dengan syarat tanpa gula… “Setuju nggak?”

“Setujuuu”

Karena nikmat bisa merasakan kepahitan kopipun adalah bagian rejeki dari Allah SWT, jadi senantiasa syukur menjadi yang utama.

Photo : Bersama anggrek di ujung senja / dokpri.

Selanjutnya kohitala bercangkir putih coba disandingkan dengan vas bunga anggrek yang terdiam di tengah-tengah kursi ruang tunggu. Sesaat saling lirik lalu sedikit senyum simpul dan perkenalan hingga akhirnya berani untuk berphoto berdua. Hasilnya memberikan suasana berbeda yang ternyata cukup sedap dipandang mata, meskipun jangan lupa, kopi di cangkir segera diseruput saja, tapi anggreknya jangan, itu untuk menjadi penghias senja di temaramnya ibukota. Wassalam (AKW).

***

Lokasi :
BJB Precios
Palma One Building, Rasuna Said Jakarta.

Americano Costa Coffee.

Mengumpulkan stamina dan ‘pangacian’ dalam sepi di Costa Coffee.

Photo : Sajian Americano / dokpri.

TANGERANG, akwnulis.com. Berdiam diri dan menyendiri setelah menjalani 2 hari yang penuh sensasi adalah berkah tersendiri. Sambil menunggu si burung besi yang akan membawa pergi, perlu kiranya me-merenahkan (istirahat sejenak) diri dalam sepi.

Tadi menikmati Kopi Toraja di Djournal cafe,…...nikmatt. Tetapi banyak orang, jadi agak mengganggu kesendirian….. aneh khan?…

Jangan bingung, terkadang seseorang yang agak lelah dengan tekanan kehidupan akan butuh sesaat menyendiri dalam dunianya sendiri sebelum kembali menapaki perjalanan hidup yang membentang menanti aksi.

Maka… mlipirlah mencari tempat ngopi yang agak sepi sehingga bisa sesaat menghilang dari kenyataan dan berkutat dalam dunia kesendirian… lokasinya dicari di lantai 2 dan diujung terdapat pilihan tempat yang pas yaitu Costa Coffee. Setelah berada di depan sang barista maka pesanlah kohitala dalam bentuk americano, lalu duduk di kursi ujung yang cukup temaram serta relatif sepi.

Photo : Cafe Costa Coffee / dokpri.

Ahh…. punggung bersandar di dinding yang empuk, terasa nyaman dan menenangkan. sejenak mata terpejam, konsentrasi berada di satu titik. Perlahan tapi pasti aliran darah kembali menemukan jalurnya tersendiri, mengalir di jalur nadi dan arteri yang menjadi jalur vital tubuh untuk tetap berkreasi.

Bukan apa-apa, sebentar lagi perjalanan panjang akan dihadapi, 7 jam berada di pesawat adalah tantangan selanjutnya. Setelah dari 1 hari lalu berjibaku dengan waktu maka sebentar lagi, tantangan baru akan hadir dihadapanku. Semangaat…

“Silahkan Americanonya kakak!”

Sebuah kalimat singkat yang mengembalikan lamunan ini kembali ke dunia nyata, mata terbuka dan sedikit senyum dihadirkan tanpa cela, sambil berucap, “Terima kasih, amsa hamnidaa”… ups belum waktunya hehehehe.

Alhamdulillah waktu 35 menit sebelum memasuki pesawat Korean Airlinespun bisa dimanfaatkan untuk menyandarkan harapan dan memgurangi kelelahan phisik serta beban pikiran tanpa diganggu oleh orang-orang sekitar.

Memejamkan mata bukan tidur sebenarnya, tetapi mengistirahatkan kelopak mata serta membiarkan pikiran tenang tanpa banyak melihat dunia adalah obat mujarab dalam memgembalikan konsentrasi dan stamina. Selamat berkarya kawan, Wassalam (AKW).

***

Lokasi :
Costa Coffee
Lantai 2 Terminal 3
Bandara Soekarno-Hatta
Harga total Rp 38.160, termasuk pajak & pelayanan.