KEHILANGAN : SEDIH & BAYAR

Ternyata Kesedihannya mendalam karena diharuskan juga membayar hehehehe…

JAKARTA, akwnulis.id, Pagi masih menggelayut manja diatas cakrawala sementara mentari tampak malas menampakkan cerianya. Pagi syahdu yang entah mengapa membuat jiwa ini rapuh dan meragu. Tetapi tidak ada jalan lain untuk menahan langkah dan kembali pulang untuk memeluk kenangan. Karena harapan ternyata menjadi bayang yang akan hadir dikala bentar bersinar terang.

Maka dengan segenap sisa kemampuan, dilawan perlahan semua keengganan dan kemalasan dengan cara tarik nafas panjang lalu berteriak spontan dengan semangat, “Alloooohu Akbarr!!”

Otot di raga tergerak dan semesta menemani perubahan sikap ini. Maka sebelum pelukan kemalasan kembali berkelindan, kaki melangkah penuh keyaminan untuk menuju sebuah tempat yang diharapkan memberikan kepastian.

Sebagai penguat sinyal dalam meyakinkan tentang rasa kehilangan ini maka kantor polsek terdekat bisa memberikan secercah harapan dengan menghadirkan sebuah kertas keterangan. Jelas sudah ada yang hilang karena judul surat yang diterbitkan di kantor polisi adalah SURAT KEHILANGAN.

Biarkan secara administrasi tercatat hilang, tapi kenanganmu tetap tak lekang oleh jaman”

Langkah kaki setengah berlari membawa bukti surat kehilangan. Menuju sebuah tempat yang berharap menjadi pengobat luka akibat kehilangan, namun ternyata kehilangan kali ini bukan sekedar kehilangan tetapi dilengkapi dengan keharusan menyediakan sejumlah uang.

Omay gad, ternyata kehilangan kali ini bukan hanya kesedihan dan kebingungan mencari kenangan dan bukti keberadaan tetapi juga perlu merogoh saku demi mengikuti sebuah aturan”

Jadi lengkap sudah, pertama hilang lalu kehilangan, diberi surat keterangan hilang dan dalam proses selanjutnya ternyata bukan hanya kehilangan tetapi harus bayar sejumlah uang. Huuuu huuuu huuuu huuu.

Memang anda kehilangan apa sampai bersedih tak tertahankan?” Sebuah pertanyaan hadir dari kumpulan orang yang jadi penasaran. Termasuk yang sedang baca tulisan ini. “Ya khan?”

Kehilangan ini” Dengan suara memelas memperlihatkan photo sebuah buku hijau kecil bergambar garuda emas.

Pantesan atuh, hilang pasport mah resiko, memang begitu aturannya”

Kamu betlebihan, hilang ginian tapi heboh sendiri cari simpati”

Raga terdiam dan sedikit senyum simpul. Dari awal khan hanya ingin cerita kehilangan dan ternyata kehilangan pasport memang harus berposes dan juga bayar 1 jura rupiah diluar biaya pembuatan pasportnya. “Kenapa orang – orang sewot?”

Jadi kesimpulannya :
1. Bagi yang sudah punya paspor maka dijaga baik – baik jangan hilang.
2. Jika hilang maka ada keharusan membawa surat dari kepolisian, BAP oleh Kantor Imigrasi lalu bayar dendanya.
3. Jika hilang dan tidak ada sama sekali photocopy atau file digital dari paspor yang hilang maka harus ke kantor imigrasi terdekat untuk meminta salinan dari paspor yang hilang ini. Harus datang pagi – pagi dan dengan ikhlas antri. Setelah dipanggil dan mengisi beberapa formulir serta wawancara maka diberikan copy-an berkas sebagai bahan untuk membuat surat keterangan kehilangan dari kepolisian.
4. Ke kantor polisi terdekat atau disarankan di daerah domisili dan inipun perlu waktu yang lumayan.
5. Kembali ke kantor Imigrasi dan berproses untuk pembuatan paspor baru dan selain harus mengantri lagi juga bersiap membayar denda kehilangan.
6. Waktu yang digunakan cukup banyak dalam prosesnya, jadi tetap semangat, bersabar dan fokus.

Begitu ceritanya yang penulis alami, semoga menjadi cerminan kehati-hatian bagi para pembaca yang baik hati dan tidak sombong serta teliti untuk berbagai hal. Selamat menjalani hari ini, penuh arti dan jangan lupa tafakur serta syukuri. Wassalam (AKW).

CUCI TANGAN – chapter 2 – tamat

Akhirnya sebuah rahasia terungkap dan kebenaran dihadirkan semesta.

CIBABAT, akwnulis.com. Yuk ah lanjutkan ceritanya tentang CUCI TANGAN.

Pada saat langkah kaki mendekati wastafel, sebuah teriakan dari lantai 2 mengagetkanku, “Jae, jangan dulu cuci tangan, ini masih ada petai 5 ranggeuy, ayo kita sikat dulu!”

Teriakan yang menggugah selera, terbayang langsung aroma harum petai segar, dicampur sambal terasi dan nasi liwet panas. Oalah perut tiba-tiba terasa kosong lagi. Langsung balik kanan dan kembali menaiki tangga menuju lantai 2. Disaat meniti tangga, Rudi dan Joko turun dan berpapasan. Terlihat mereka berdua sedang berbincang sambil mengangkat tangan kanannya yang juga belepotan sambal dan saus padang.

Nggak jadi cuci tangannya?”
“Entar tanggung, ada makanan favorit menunggu” jawabku dengan riang dan meninggalkan mereka yang menuju arah berbeda yaitu wastafel di lantai 1 tadi.

Tiba di lantai 2 langsung duduk bersila dihadapan gundukan nasi panas, sambal dan tentunya 5 papan petai yang bisa memabukkan. Ayam bakar, wagyu panggang juga ada tapi semua kalah oleh pamor terasi yang menjadi bahan dasar sambel ulek ini.

Nyam nyam nyam, makan lagi edisi kedua kawan, nikmat sekali dan berebut bersama teman-teman lama yang sudah berubah tua. Aku juga menua sama seperti mereka.

Tiba – tiba, “Tolooong… tolong!!”
“Prang!!!” Suara benda pecah berantakan dan suara seseorang meminta pertolongan di lantai 1 terdengar jelas. Karena diriku, Jaka dan Hari berada di meja dekat tangga utama maka langsung bersama-sama berdiri dan bergerak cepat menuju lantai 1.

Ada apa?” Pertanyaan ini tercekat di kerongkongan karena melihat pemandangan tak lazim di depan mata. Rudi dan Joko terkapar kaku di lantai depan wastafel dengan kedua matanya melotot dan kondisi tidak sadar. Sementara sisi kiri wastafel merah jambu pecah berantakan seolah terkena hantaman benda keras.

Astagfirullohal adzim, ada apa ini?” Hari merespon sambil terdiam, melihat pemandangan yang mengenaskan.

Diriku memberanikan diri mendekati tubuh Rudi dan memeriksa jika ada cidera yang berbahaya dengan berbekal senter smartphone. Terlihat wajah Rudi pucat pasi dengan mulut menganga dan nafas memburu. Doa – doa dibaca dalam hati dan perlahan tapi pasti mulai menyadari ada sesuatu yang mengawasi.

Begitupun dengan Joko, tertelungkup di lantai depan wastafel. Pucat pasi dan pingsan. Lalu teman – teman di lantai 2 semuanya turun ke lantai 1 dan membantu dua rekannya yang mendadak pingsan ini. Ada yang membantu memijatnya, tetapi sebagian besar hanya terdiam tapi memberi ruang bernafas agar mereka bisa segera siuman.

Kebetulan ada teman yang menjadi dokter, dengan keahliannya terlihat cekatan menangani kondisi ini. Setelah mengintruksikan membaringkan kedua teman yang pingsan, di cek kondisi kerja jantung dan pernapasan sambil perlahan – lahan dibangunkan. Semua memperhatikan dengan seksama.

Tiba – tiba Joko tersadar tetapi langsung bergeriak, “Ituuu…. ” tangannya menunjuk ke arah wastafel merah jambu.  Reflek mata ini beralih pandangan ke arah wastafel dan di cermin wasfafel seperberapa detik terlihat siluet seseorang yang berpakaian merah tapi sekejap menghilang. Beberapa rekan menangkap juga gerakan sekilas itu dan saling berpandang-pandangan.

Rudipun perlahan tersadar dan di beri minum teh manis panas oleh temannya. Lalu keduanya dipapah oleh teman-temannya menuju kamar di lantai 2 untuk beristirahat.

Ada yang menarik adalah gerak gerik tuan rumah yang terlihat tegang dan gelisah. Sambil sesekali mencuri pandang ke arah wastafel merah jambu ini. Ini yang harus dicermati. Sementara waktu sudah melewati tengah malam, tepatnya pukul 01. 05 wib. Semua peserta reuni mulai beranjak ke kamar masing – masing yang sudah diatur sedemikian rupa. Tapi sebagian ada yang memilih tidur – tiduran di sofa sambil tetap berbagi cerita.

Diri ini penasaran dengan kejadian ini. Maka segelah semua terlihat baik – baik saja, perlahan menuruni tangga utama ini menuju wastafel merah jambu tadi.

Tak lupa doa – doa tolak bala dan doa lainnya yang masih hafal di luar kepala dibaca dalam hati sebagai penguat diri yang sebenarnya ada rasa takut tapi kalah oleh rasa penasaran.

Tiba di depan wastafel, terlihat kondisi wastafel sebelah kirinya pecah dan sebagian keramik berhamburan di lantai. Seolah menerima hantaman benda yang berat. Cermin di wastafel tetap kokoh namun penasaran karena tadi sudut mata melihat ada sosok yang hadir sekejap lalu menghilang.

Tapi ternyata tidak ada apa – apa, hanya pantulan wajah diriku yang mulai beranjal tua eh dewasa dilengkapi kerut wajah tanda usia mulai beranjak menuju masanya. Raga berbalik menuju kamar di lantai dua, untuk beristirahat karena esok hari harus kembali ke rumah setelah mengikuti acara reuni ini.

***

Pagi hari semua berkumpul untuk sarapan bersama, disinilah Rudi dan Joko bercerita. Ternyata tadi malam mereka berdua berniat mencuci tangan yang belepotam di waatafel lantai satu. Masing – masing memilih wastafel yang ada. Rudi ke arah kiri menuju wastafel merah jambu dan Joko ke kanan ke arah wastafel satu lagi.

Disaat bersamaan mereka membasuh tangan dan memandang cermin di wastafel. Disitulah kejadiannya. Diawali suara dentang jam besar di tengah rumah tepat pukul 00.00 wib, wajah keduanya yang terpantul di cermin masing-masing perlahan berubah. Perlahan memucat dan terlihat bersimbah darah serta berganti rupa memjadi wajah perempuan yang sedang kesakitan dengan memakai gaun berwarna merah menyala. Lalu menyeringai dan maju seakan keluar dari cermin. Otomatis keduanya kaget setengah mati, berteriak sekencang-kencangnya dan pingsan berjamaah.

Semua saling memandang tanpa berkata apa-apa, kecuali tuan rumah yang terlihat gelisah seperti menyimpan sebuah rahasia yang membuatnya resah. Agar semuanya jelas maka langsung saja luncuran pertanyaan tertuju kepada kawanku sang pemilik villa mewah, “Amir, betulkah wastafel itu berhantu?”

Amir menunduk dan terlihat mengatur nafasnya agar tetap tenang,  lalu perlahan memgangkat wajahnya dan memandang wajah penasaran teman – temannya. Lalu dari bibir yang bergetar meluncurlah kalimat pernyataannya, “Maafkan aku kawan – kawan, Tidak seharusnya ini diungkapkan. Tapi kebenaran harus tersampaikan. Aku mengikatkan janji dengan sesuatu berwujud wanita gaun merah untuk meraih kejayaan dunia,.. uhuk.. uhuk.. uhuk!”

Amir terbatuk beberapa kali lalu terlihat seperti tersengal dan, .. “Hueeek” Amir memuntahkan cairan seperti darah kental dari mulutnya, bau amis menyebar di lantai, Amir terkulai tersungkur tak bergerak. Semua terpaku dengan keadaan, terdiam tanpa gerakan. Di wastafel merah jambu lantai satu, sebuah sosok gaun merah tersenyum lebar, lalu sekejap menghilang. (AKW).