KOHITALA PULLMAN JKT

Rapat malam di Hotel Pullman, jangan lupa sruput kohitala gratisan tapi elegan.

JAKARTA, akwnulis.com. Sebuah catatan dalam rentang waktu tertentu pasti dibatasi oleh sesuatu objek yang jelas sehingga sebagai penanda menjadi satu kepastian memori dan memudahkan untuk mengingatkan kembali. Sebagai kelanjutan petualangan menikmati sajian kopi kali ini tidak lepas dari catatan terakhir tentang NGOPI DITAHURA & SABILULUNGAN.

Tuntas di acara tersebut bukan berarti kegiatan selesai karena raga ini harus bergerak dan meluncur ke kota jakarta untuk memenuhi penugasan selanjutnya. Tidak ada kata lain selain berangkaaaat…

Perjalanan sore hari menuju jakarta relatif lancar dan tidak terlalu banyak hambatan. Hanya kepadatan di sekitar tol cikampek KM54 saja. Selanjutnya waktu tempuh relatif normal hingga memasuki tol kota. Seperti biasa padat merayap dan kesabaran menjadi kuncinya. Lalu bundaran besar semanggi hingga akhirnya mencapai bundaran Hotel Indonesia dan memgikuti arus kendaraan yang ada akhirnya bisa tiba di hotel pullman thamrin tempat penyelenggaraan acara, meskipun ada sedikit drama karena harus putar – putar jalan dulu karena ternyata akses masuk hotelnya dari belakang dan terlewati.



Ya sudah, jadikan pengalaman untuk lebih fokus dan teliti” begitu petuah bagi diri sendiri dan sesama rekan yang membersamai.

Masuk lobi dan diarahkan naik ke lantai 2 dimana disambut dengan meja registerasi bin absensi tetapi tidak langsung berkegiatan karena dipersilahkan dulu menikmati sajian makan malam, Alhamdulillahirobbil alamin.

Disinilah batasan awal cerita kopi kali ini, karena pada saat berkeliling langsung bersua dengan mesin kopi yang komplit dan otomatis dengan petunjuk yang mudah dan tentunya kopi dan susunya penuh sehingga tinggal pencet pencet tombolnya saja. Tombol capucino yang menjadi pilihan pertama. Tunggu sesaat lalu cangkir terpenuhi dan bersiap dinikmati. Tapi tidak lupa ada hal penting yakni photo dulu, sruput nanti tapi dokumentasikan yang pasti.

Cetrek!
Cetrek!



Sruput perlahan menjadi sebuah kenikmatan secangkir kohitala. Memang capucino ada susunya tetapi perbandingan kopinya jauh lebih banyak. Terpenting harus diingat adalah hindari gula nikmati kopinya. Apalagi di hotel Pullman, kesempatan ini menjadi momen langka karena setelah acara pasti keluar hotel dan mencari hotel sesuai standar yang ditentukan.

Apakah lebih enak kopi di hotel Pullman pak?” Sebuah pertanyaan menyasar diantara kesibukan meeting malam ini, tentu jawabannya sederhana, “Alhamdulillah, enak dong”

Saya selalu berusaha menikmati secangkir kopi tanpa gula itu dari berbagai sisi dan itulah yang harus dimaknai dan disyukuri sehingga pilihan sedehananya hanya dua, kopi enak dan enak sekali. Kali ini karena berbasis mesin kopi tentu ada standarnya berbeda dengan penyeduhan manual yang bisa beraneka rupa cara serta hasilnya. Maka pilihan capucinno ini dilanjutkan dengan yang murni kopi saja yakni espresso. Cairannya sedikit tapi rasanya begitu mantabs dirasa dimulut dengan body strongnya yang membuat ‘beunta’ lebih lama.


Berulah setelah secangkir capucino dan secangkir espresso masuk ke dalam raga, meeting malam ini dimulai.  Lumayan bisa membuat mata ini tetap terjaga meskipun sang waktu beranjak menuju tengah malam untuk berganti esok hari.

Setelah meeting tuntas, bersegaralah pamitan dan keluar area hotel di daerah bundaran Hotel Indonesia ini untuk menuju daerah Halim dimana hotel itu berada. Begitulah cerita kohitala kali ini, jangan bosan ya. Besok.lusa pasti ada lagi cerita kopi dan kohitala lainnya. Wassalam (AKW).

NGOPI DITAHURA & SABILULUNGAN ESELON II

Kesegaran alami dan kenikmatan rasa berpadu dengan meeting dan Sabilulungan.

BANDUNG, akwnulis.com. Rindangnya pepohonan dengan kehijauan alami menyambut kehadiran diri dengan senyuman ramah tanpa tendensi. Maka tanpa ragu langkah kaki menjejak mantap menelusuri jalan setapak yang nyaman dilalui meskipun berkelok tetapi diyakini memiliki tujuan akhir yang sesuai dengan ekspektasi.

Selangkah, dua langkah dan seterusnya terasa begitu menyegarkan udara yang terhirup ke dalam rongga dada. Itulah sebuah keadaan yang tidak bisa ditemukan dalam rutinitas sehari-hari yang berkelindan keluar masuk gedung serta ruangan berdinding yang terkadang mengurung kita tanpa disadari. Sementara sekarang ini tarikan nafas bisa begitu bebas meraup oksigen yang ada dan menyegarkan raga kita juga membuat otak kembali gembira tanpa memikirkan masalah yang ada.

Setelah berkelok dan jalan setapaknya sedikit menurun maka bersua dengan jembatan besi kecil berwarna hijau dibawahnya terdapat sungai kecil atau lebih tepatnya parit dengan airnya yang cukup deras bergerak menuju kolam raksasa berupa danau buatan yang semakin memperindah kawasan ini. Ada juga seorang bapak dibawah jembatan sedang menikmati kebahagiaan hidup versinya dengan berdiam tenang memandang permukaan air sungai dan tangan kanannya waspada memegang alat pancing dalam kerangka menolong ikan yang tenggelam alias memancing ikan hehehehe.

Perjalanan masih berlanjut karena jalan setapaknya terus mengular dan banyak pencabangan. Tetapi dengan insting dan petunjuk arah maka bisa sampai di tempat yang ditentukan sesuai waktu yang direncanakan. Apalagi ada petunjuk khusus yang begitu mudah dikenali yakni keharuman seduhan kopi manual yang semerbak menembus udara dan menelusup diantara dedaunan.

Yes, ada kohitala disana.

Benar saja, mendekati lokasi acara sudah terlihat patung bapak Ir H. Juanda menyambut di boulevard dan disamping kiri sebuah aktifitas yang begitu didamba telah hadir. Sang barista dengan seragam putih hitamnya lengkap dengan papan nama dan emblem korprinya sedang menyeduh kopi secara manual menggunakan metode filter V60 juga tersedia mesin kopi espresso base bagi penyuka latte, capucinno dan americano.

Alhamdulillahirobil alamin, pak pesen satu, manual brew V60 hot ya”

Oke pak, silahkan ditunggu” begitu ramah barista menyambut permintaanku sementara tangannya terampil menyiapkan peralatan perangnya dan memilih biji kopi yang tersedia.

Mau biji kopi apa pak?” barista bertanya.

Yang rekomended dari aa barista aja, apa sebaiknya untuk diseduh pake V60?” Menjawab tapi balik bertanya.

Saya pilihkan biji kopi arabica palasari ya pak, dijamin cocok”

Baik pak, terima kasih, ditunggu racikannya” sebuah senyuman hadir dan dengan excited melihat bapak barista ini mengolah kopi, menggiling, menyeduh membuat ektraksi menjadi sebuah atraksi yang hadirkan sensasi dan sebuah philosopi bahwa ‘Sebuah proses yang terlihat lama adalah untuk hasilkan asa dan rasa yang ssmpurna’. Itu buat penikmat kohitala versi manual. Kalau untuk penikmat kopi instan mungkin berbeda, tetapi tidak perlu khawatir kawan karena perbedaan itu adalah anugerah.

Akhirnya secangkir plastik eh cangkir kertas berisi kopi manual brew V60 telah hadir di hadapan dan pelan tapi pasti langsung di eksekusi… hmmmm segar dan nikmat kawan. Bodynya yang lembut, acidity sedang serta aftertaste fruttynya melengkapi keceriaan acara hari ini.

Tak lupa juga meminta versi esspreso basenya yakni secangkir capucino sehingga lengkap sudah sajian kohitala kali ini. Baik versi kopi seduh manual juga kopi pakai mesin. Hidup ngopi, srupuuut.

Alhamdulillah kebahagiaan yang sederhana dilanjutkan makan siang bersama dan menghadiri rapat pimpinan di alam terbuka tak lupa menyaksikan para pejabat tinggi pratama para eselon II menandatangani shadow target dan diakhiri dengan sebuah kebersamaan menyanyikan lagu sabilulungan.

Sebuah lagu tanah pasundan yang diciptakan maestro sunda Mang Koko, menjadi satu cara untuk kembali merekatkan kebersamaan dalam ngaheuyeuk dayeuh ngolah nagara dari bapak Sekretaris daerah dan Penjabat Gubernur Jawa barat saat ini. Bagi yang penasaran ingin melihat para gegeden bernyanyi bersama, kebetulan penulis merekamnya dan disimpan di platform youtube, silahkan klik saja SABILULUNGAN RAPIM ESELON II. 

Demikianlah perjalanan memaknai waktu kali ini, meskipun masih enggan raga ini beranjak dari keintiman pepohonan dan kedamaiam dedaunan tapi tugas selanjutnya memaksa raga ini bergerak berpisah dengan tahura. Sampai jumpa di cerita selanjutnya, Wassalam (AKW).

Kepahitan yang melenakan

Perlahan menapak kepahitan dalam ketenangan. Menyentuh rongga perasa dan memahitkan kemauan serta memperjuangkan harapan.

Photo : Cold Drip + Es batu / Dokpri.

Semarak sore terus menggemuruh diiringi alunan bayu berpendar rindu di pelataran kehidupan. Dihadapan terhampar meja besar sebuah bagian pohon yang dipernis sehingga menjadi cerah cemerlang seolah berbalut kristal alam yang memantulkan kerinduan.

Membentuk pantulan rasa yang memberi refleksi nyata tentang apa yang dirasa. Sambil bercengkerama dengan semilir angin sore, sebotol kecil coffee dingin cold press dan segelas es batu menjadi padu serasi yang sukses mengisi siang menuju sore hari.

Photo : Segelas black coffee di sela meeting / dokpri.

Cita rasa coffee arabika yang berani mengoyak ujung lidah dengan ‘pahit tegas’ nya semakun mengukuhkan rasa cinta untuk menikmati kopi… just a coffee… tanpa gula. Jika dulu favorite nongkring itu adalah affogato atau cappucino, dimana sang eskrim vanilla meleleh berpadu dengan rasa kopi pekat, bergumul sesaat hingga akhirnya menyatu dalam cita rasa yang membuat waktu seakan terhenti sesaat untuk ikut menikmati rasa yang tersaji sempurna. Sesekali kopi vietnam-pun menjadi pilihan.

Photo : Kopi luwak dan tumbuk halus merk Kiwari / dokpri.

Sekarang ada perubahan karena sudah cukup lama memisahkan kopi dari gula meskipun lidah belum faham mana robusta dan mana arabica tapi tetap yakin kalau afrikana rasanya beda.. ups ngarang itu mah :).

Photo : Kopi bubuk tumbuk halus sudah ready / Dokpri.

Maksudnya kopi saja tanpa gula, tanpa susu, tanpa krimer, tanpa teman pendamping setianya. Ternyata memang semakin di dekati, semakin penasaran. Biasanya untuk menikmati kopi hitam nan praktis, cukup 2 sachet nescafe kopi hitam dengan secangkir kecil air panas. Tapi semakin mengenal si hitam manis mulai berkolaborasi dengan coffee produk asli bandung yang terkenal yaitu merk Aroma. Meskipun awalnya nebeng bin minta dari istri tercinta yang udah demen lama. Sekarang makin rajin mencoba berbagai kopi hasil dari bumi parahyangan.

Photo : Didit 238Coffee lagi bergaya depan conternya / dokpri.

Apalagi 2 even ngopi saraosna yang digeber temen-temen humas jabar di halaman gedung sate makin melebarkan rasa penasaran dan memperluas ke-kepo-an tentang si hitam ngangenin ini. Ditambah sajian coffee yang diolah versi wine oleh 238coffee dengan tagline ‘sundawine‘ menyajikan rasa ‘berani‘ yang menantang lidah untuk terus menikmati. Meskipun ada pertanyaan menggantung, “Klo bikin mabuk gimana?… khan ga bisa juga disebut mabuk syariah?”

Ntar ditulis di tulisan selanjutnya setelah nanya ustad dan ulama.

Photo : Hario Dripper V60 + Filter / dokpri.

Nah supaya lebih kukuh dalam menikmati kopi hitam ini, coba ikutan beli V60 yang terjangkau plus filternya. V60 atau visixty… kata urang sunda mah ‘pisikti‘ hihihi… kata sayah ketang. Yang bentuknya mirip cangkir tapi dibawahnya bolong. Disimpan diatas gelas, bejana atau wawadahan untuk menampung coffee siap minum.

Pas udah beli tuh pede aja, langsung pake. Cuci dulu ding. Simpen diatas gelas, pasang kertas penyaring, isi dengan kopi bubuk. Currr…. dituang air panas dari dispenser.

Daaan…. hasilnya cawérang alias hambar. Itulah namanya sotoy tanpa ilmu, tapi hikmahnya jadi tau, klo caranya salah ya hasilnya ga sesuai harapan.

Coldbrew Sunda Wine / dokpri

Setelah sadar bahwa semuanya ada ilmunya baru nonton blog tentang kopi dan baca-baca yutub… ternyata tekniknya salah.

Malu aku… malu aku.

Kesalahan pertama, kertas penyaringnya setelah disimpen di V60 musti di basahin dulu dengan air panas hingga merata. Kesalahan kedua, air panas yang dituangkan musti panasnya stabil dengan suhu tertentu. Ketiga, nuangin air panasnya pun ada teknik tersendiri. Pokona mah semua ada ilmunya.

Berhubung senjatanya baru V60 + filter didukung dispenser doang, akhirnya ngalah dech… ambil kunci motor, nggak lupa ajak anak istri dan ngloyor ke kedai kopi… ngopi yuuuk. Wassalam. (Akw).