Berat Badan & Kohitala.

Sehat itu perlu ihtiar, kohitala jalan terus.

KLATEN, akwnulis.id. Seiring waktu yang tak mau berhenti sedetikpun meskipun panggilan dan permintaan selalu terdengar, karena waktu itu ditakdirkan begitu. Maka perubahan dan suka duka dalam kehidupan akan terus bergerak tanpa bisa dihentikan.

Begitupun raga ini berusaha meniti waktu dengan segala variasi. Tentu harapannya adalah perubahan ke arah yang lebih baik, sekecil apapun perubahannya.

Kalau minum kopi nggak berubah ya?.”

Minum kopipun alias menikmati kohitalapun berubah, baik tempat, bean kopinya, dengan siapa ngopinya dan siapa yang bayarnya hehehe. Satu hal dalam ngopi atau minum kopi ini tidak berubah itu hanya dari sisi dimulai dari mana minum kopinya tidak berubah?….. tentu dimulai dari mulut. Mulut tetap mulutku ini yang memulai meneguk sajian kopi tanpa gula, bukan mulut orang lain. Catat itu.

Kedua adalah yang tidak berubah yakni kohitala, kopi hitam tanpa gula. Ini dipertahankan atas nama prinsip perkontenan dan juga menjaga kesehatan dengan menghindari unsur lain selain biji kopi asli.

Ada juga tentang istilah ngopi ini mendapat komplen, karena dalam bahasa sunda ternyata NGOPI itu artinya menikmati kudapan, snack ringan dan dinikmati dengan teh hangat, kopi, wedang jahe, bandrek, bajigur, gula sereh dan juga susu. Jadi bukan ansich minum kopi doang… banyak yang dikunyah – kunyah.

Tapi ada hal penting dalam kehidupanku tentang ngopi eh minum kopi hitam tanpa gula ini, yakni menjadi teman setia dikala mengikuti program penurunan berat badan dengan labelnya TWS alias Tong Waka Sombong (jangan dulu sombong).

Maksudnya bagaimana?”
“Jangan sombong gimana?”

Maksudnya dalam program diet ini jangan dulu sombong pada saat berat badan menurun dan bentuk tubuh membaik. Karena tantangan terbesar sebuah program penurunan berat badan adalah di masa setelah program berakhir. Apakah mampu mempertahankan dengan berat badan ideal atau malah dengan cepat kembali ke asal, malah lebih berat dari awal program diet. Gatot itu, gagal total.

Sekarang diri ini masih dalam program penurunan berat badan tersebut. Meskipun sekarang godaan begitu kencang apalagi dalam pelaksanaannya harus menjalankan tugas perjalanan dinas luar kota. Begitu berat tantangan yang dihadapi karena tidak bisa leluasa memilih makanan yang akan dinikmati terutama untuk menu makan siang.

Sarapan relatif aman karena mayoritas hotel menyediakan sarapan dengan berbagai pilihan telur, buah potong dan roti. Meskipun lebih secure membawa roti gandum sendiri. Salah satunya roti gandum yang recomended adalah produk roti gandum Mom’s di jalan progo Kota Bandung.

Maka marilah mencintai diri sendiri dengan berbagai ihtiar agar umur raga ini sesuai dengan umur yang tertera di kartu tanda pengenal. Salah satu usaha adalah mengembalikan lagi proporsi berat tubuh baik dari sisi pengurangan lemak tubuh dan penguatan massa otot. Berdoa sehat selalu adalah utama tetapi ihtiar menjadi penyempurna sementara menyruput kopi hitam tanpa gula adalah pendukung setia. Selamat berkarya hari ini, Wassalam (AKW).

Keinginan vs Berat Badan.

Keinginan harus memperhatikan banyak hal.

Photo : Masih 58-62 kg – 2005 / dokpri.

CHAPTER I

PURWAKARTA, akwnulis.com. Sejak beberapa tahun lalu, ada rasa yang tidak biasa, muncul suatu keinginan yang berbeda dikala melihat berita ataupun sekedar cerita tentang sesuatu yang menantang diri untuk dicoba.

Meskipun terus terang terasa sangat riskan dengan kondisi sekarang, maksudnya kondisi phisik yang sangat berbeda dengan masa lalu yang bugar, segar dan ringan.

“Kok ringan sih gan?…”

Sebuah pertanyaan pendek yang ternyata malah menjadi terawang panjang akan cerita masa silam. Dimana masa-masa ideal…. ahay. Maksudnya berat badan masih dibawah 60 kilogram, tepatnya 58 kilogram dengan penampilan unyu-unyu dan badan tegap baru lulus pendidikan…..

Tapi… hanya berselang 3 tahun, peningkatan berat badan begitu cepat bergerak bagaikan deret ukur bukan deret hitung, hingga menyentuh angka 100 kilogram, fantastis…… hampir meningkat 2x lipat.

“Kenapa itu bisa terjadi?”

Jikalau diingat lagi, ini adalah kombinasi dari berbagai faktor yamg saling melengkapi. Pertama, disiplin olahraga yang musnah ditelan rutinitas baru menjadi pns muda. Lari pagi rutin sudah ditinggalkan, push-up 100x perhari sudah terlupakan serta olahraga rutin lainnya.

Kedua, makan tidak teratur. Maksudnya bukan jarang makan, tetapi jarang makan tepat waktu…. jadi makannya kapan saja dan lebih sering sehingga bukan sehari 3x… bisa sehari 7x hingga 8x… ajib khan?

Ketiga, yang dimakannya adalah makanan enak berlemak dan santan bikin nikmat. Sesekali sih sayuran dan buah, tetapi mayoritas adalah makanan resto padang, kikil/tunjang, gule kepala kambing, lidah, sop kaki, sop buntut, sate lemak dan beragamnya, rendang, seafood, serta bakso rudal, bakso keju, mie ayam, cuankie indomie, aneka kerupuk dan keripik, plus kue-kue serta snack yang selalu tersaji hampir setiap saat (waktu itu).

Keempat, aktifitas begadang yang cukup sering seiring tugas jadi ring 1 orang nomor 1 di Sumedang waktu itu ditambah status bujangan yang masih mencari pencerahan jiwa, sehingga waktu 24 jam serasa kurang untuk menjalani kehidupan.

Kelima, ketersediaan makanan dan kudapan serta minuman yang always ready di rumah dinas ataupun ditempat acara, tinggal ambil nikmati dan bahagia.

Photo : Posisi 99 Kg / dokpri.

Keenam, tentu tekanan tugas yang bejibun dan tak kenal waktu termasuk tiada kalender libur sabtu minggu, maka kompensasinya adalah jika tertekan maka makan, sedih langsung makan, senang juga makan, akhirnya setiap bulan musti ukur ulang baju yang dipakai karena lingkaran pinggang terus membesar.

“Oh my God”

Singkat cerita, 3 tahun ‘penggemukan‘ telah berlalu dan seiring perubahan rezim yang berkuasa maka kesempatan berpindah tugaspun terbuka…. Nyatanya, mengembalikan berat badan ke berat ideal semula terasa sia-sia karena di tugas lapangan justru semakin besar kesempatan kita bertatap mata dengan masyarakat yang begitu bersukacita di kala kita bisa menyantap dengan lahap hidangan yang disajikan oleh mereka.

“Oalaaah… terus sekarang udah kelihatan lebih ramping gan”

“Ramping pale lo, ini masih di angka kepala sembilannnnnn sembilaan”

“Lemu nian gan, heu heu heu”

***

Perbincangan sengitpun berhenti seiring dengan rencana dan keinginan yang terpendam ini, sebuah pertanyaan menggelayut, “Dengan berat badan sekarang, kira-kira mampu nggak yaaa?”

“Mampu apa siih?”

Penasaran yaaaa?…. sebagai jawabannya monggo klik DISINI SAJA : CHAPTER II. Wassalam (AKW).

***