Emosi Sore.

Coretan kata yang sedikit membara.

CIMAHI, akwnulis.com. perbincangan sore hari yang dimulai dengan sedikit perdebatan ternyata merupakan awal dari sengitnya pertempuran pendapat yang digabung dengan nada meninggi dan penuh tendensi. Padahal niat awal membahas regulasi adalah sebagai pegangan utama dalam beraksi, namun ternyata memicu reaksi yang hampir saja berakibat luka hati yang tak terperi.

Disinilah sebuah jam terbang kehidupan mengembang, menaungi jiwa yang berontak dan ingin bergabung dalam sumpah serapah dan teriakan. Menumpahkan sampah diri yang membuncah melewati kapasitas untuk dilemparkan di meja forum dan berserakan diatas tumpukan dokumen harapan dan proposal sebuah kemajuan.

Tidak cukup begitu, respon yang lainpun kembali berujar dengan nada kuat bertenaga menandakan emosi jiwa semakin melanda. Penularan suasana begitu cepat dan hampir tiada kendali. Dikala pihak lain berujar tentang sebuah harapan dan kembali kepada marwah hadir dalam kumpulan. Maka langsung terbenam oleh retorika yang begitu ganas dan menggelora meskipun mungkin adalah kesenangan hampa.

Maka sebagai penenang dari panasnya suasana dan minimal menghangat menjadi rasa suka cita diperlukan sebuah ungkapan cinta yang tulus dan memiliki rasa. Kalimat apakah itu?… tentu harus ingat bahwa kata dan kalimat terbaik adalah doa, tetapi ungkapan cinta memiliki aneka rupa dan insyaalloh bisa meredam panasnya perseteruan dunia. Inilah kalimat saktinya :

Ikan hiu makan tomat – I love u so much”

Semua pasang mata bergerak dan terbelalak karena mantra sakti tersebut begitu menyengat dan langsung merontokan emosi tinggi berubah menjadi rasa kasih dan suasana menghangat. Seringai tajam perlahan menjadi senyuman, tangan yang terpentang perlahan tenang dan memaksa jari membentuk lambang sarangheyo. Ada juga yang terdiam dan melongo dengan mata sayu yang bukan berarti mau, tetapi jauh di hati kecilnya setuju bahwa perseteruan ini sungguh tidak perlu.

Itulah sekelumit adegan kehidupan yang menjadi pengingat bahwa perbedaan pendapat perlu dimanage dengan kuat agar tidak menjadi mudharat dan secara tidak sengaja menghancurkan suatu mufakat yang telah dibangun bersama dalam waktu yang tidak singkat.

Alhamdulillah, kalimat sakti hadir memberi arti. Menjalankan takdirnya menjadi penengah, memposisikan  sebagai peneduh meskipun sebelumnya sempat mengaduh dan berbisik, “Aduh geuning ripuh.”

Selamat Sore dan saatnya ngagèlèhè. Wassalam, AKaWè.

Rumah Api*)

Cerita mudikku, bantu masak di kampung Eyang.

Photo : Aku lagi mriksa rumah api / dokpri.

GUNUNGHALU, akwnulis.com. Kali ini aku moo cerita ya guys… Cerita mudikku ke rumah eyang di kampung tempat kelahiran ayahku…

Perjalanan hampir 3 jam, tidak terlalu kurasakan karena lebih banyak terbuai dalam pangkuan ibunda dengan dengkur teratur yang berirama.

Tetapi pas terbangun, suasana siang sudah berganti dengan kegelapan, ternyata sudah melewati waktu magrib. Awalnya bingung lho, tapi karena ayah ibu ada bersamaku, ya sudah…. tenang sajaaaa….

Nyampe di rumah Eyang di kampung yang disebut daerah Gununghalu. Disambut pelukan hangat eyang istri dan eyang akung…. Alhamdulillah.

***

Perkenalan sama rumah api itu, pas jam 10 malem. Aku kehilangan ayah, ternyata ayah lagi mindahin lokasi parkir mobil ke tempat yg lebih strategis sesuai saran eyang.

Aku berjalan ke dapur dan ternyata eyang lagi pada masak…. woaaah langsung gabung donk, khan di rumah udah biasa masak segala macem (maksudnya main masak-masakan)…. “Eyang ikutan bantu yaaa”
“Iya cantik, silahkan”…. senangnya.

Lalu Eyang memberi peralatan memasak beneran, ada cocolek, garam, gula dan piring bumbu… lalu diberi meja kursi dan dipersilakan bekerja di rumah api.

Photo : I am Binar, still working at Fire house / privdoc

Iya guys, rumah api beneeraan… ada api yang membara dan membakar kayu, lalu diatasnya ada wajan besar berisi air santai dan potongan daging serta berbagai bumbu yang diurus sama eyang kakung. Eyang putri nyiapin bumbunya lalu membuat tumis sayuran, wortel mentimun… eh acar ya?…. Sambal goreng kentang, bihun, sambal dan goreng kerupuk…. waaah ramaiii….

Di rumah api, selain hangat juga asapnya yang bikin sensasi berbeda, seolah kabut menyelimuti malam dan bau khas asap ternyata bikin suasana mudik makin terasa. Aku mah terus aja bekerja membantu eyang, dan asap yang ada tidak bikin sesak atau perih di mata…. pokoknya jadi aneh tapi menarik… beneraan lho guys.

Ayah juga jadinya ikutan nemenin, ngobrol sama eyang istri dan eyang kakung, ibu juga… jadi di saat mendekati tengah malam, suasana rumah api makin ramai dengan celotehan dan berbagai sajian makanan untuk esok hari, hari lebaran.

Oh iya guys, aku juga kangen nenek, ibunya ibuku yang kali ini jauh, karena mudik ke Kuningan. Ingin menyusul, cuma nggak tahu gimana caranya, cuman bisa berdoa dan berharap semuga ayah ibu masih punya jatah libur dan bisa nyusul ke tempat nenek….. yach sementara rumah api menjadi penghiburku dulu…. Kemoon, masak lagiiii.

***

Catatan Binar, 030619.

***

*)Rumah api : Dapur di kampung, dimana proses memasaknya menggunakan kayu bakar, dalam bahasa sunda disebut ‘hawu’ dan aktifitas menghangatkan badan sambil cingogo/jongkok didepannya disebut ‘siduru’.