BOJONGHALEUANG, akwnulis.com. Jang Kohir anjog ka hiji landeuh. Karèk gè nincak handapeun gapura ‘Wilujeng Sumping’, langsung kaambeu seungitna rasa nu geus wanoh jeung hatè tur dalit sareng pangambung. Sanès ku seungit wungkul, namung nenangkeun manah nu keur guligah.
Narik rènghap panjang bari peureum, nikmat kacida. Selesep hawa surgawi minuhan rohang dada nu keur gudawang kuciwa. Lalaunan ngahaneutan kana kekemplong, peujit tur angen. Teu lami raray ngiringan ngahaneutan dugi kana ubun-ubun.
Rasa kuciwa margi kajantenan dinten kamari lalaunan hilap, kagentosan ku rasa tengtrem nu pageuh minuhan manah.
Lalaunan renghap dileupaskeun, soca beunta ningal kaayaan. Ya Allah nu murbèng alam, hookeun ningali ngèntèpna kios aralit tapi camperenik. Ngajajar nèmbongkeun kaseungit sèwang-sèwangan.
Lèngkah langkung ènggal, hoyong geura dugi tur nyeuseup seungitna kahirupan.
Ngopay Bray / Dokpri.
Mojang geulis sampulur omyang ngabagèakeun, matak ngadegdeg da sieun nyaah. “Mangga kang, aya arabica, robusta tur liberica, bade milih nu mana?”
Teu aya kecap nu janten waleran, ukur calangap bati kabita. Wilujeng ngopi lur. (AKW).
CISARUA, akwnulis.com. Ternyata pemilihan tema dan konsistensi dalam menjaganya terasa semakin dimudahkan dengan setiap momentum yang ada. Tema blog ini dalam tulisannya memang fokus di dua kata, yaitu Ngopay & Ngojay. Dalam pengertian bebasnya yaitu tulisan santai tentang seputar kopi, pokoknya yang terkait atau bisa dikait-kaitkan dengan kopi, ngopi atau ngopay. Lalu tema ngojay adalah sagala we yang urusannya ngojay, berenang kolam renang, laut, balong eh kolam dan urusan air.
Yang termudah adalah ngopilah di sisi kolam renang. Lengkap sudah Ngopay & Ngojay.
Tapi kesempatan itu tidak bisa setiap saat, maka momentum seperti ini segera diabadikan dan selanjutnya tentu dipublikasikan.
Klo di cafe kopi, bisa pesan kopi tapi belum tentu ada kolam renang. Sementara kalau sengaja ke kolam renang untuk berenang, belum tentu dapet kopi nikmat sesuai harapan. Apalagi jika sambil berenang minum kopi, dijamin bakal ditegur oleh pengelola karena jelas menyalahi aturan dan akan mewarnai sedikit kolam renang hehehe.
Anti pahit pahit club / Dokpri.
Maka disinilah momentum takdir memainkan peran dan capture the moment perlu insting yang terasah serta smartphone stanby untuk segera menjepret kenyataan.
Nah kali ini akan berbagi dengan salah satu memontum 2-Ngo ini…. sebuah tempat eksotis di cimahi utara bisa mempertemukan keduanya. Secangkir kopi tanpa gula dengan nuansa biru dari kolam renang yang ada. Tidak lupa tulisan di gelas kertas kopinya adalah ‘Anti pahit pahit club’.
Kopinya memilih cafelatte karena semua berbasis kopi mesin, manual brew V60nya nggak ready hiks hiks hiks. Tapi gpp, segelas latt tanpa gula bisa menjadi pilihan menikmati kopi sambil bersantai di pinggir kolam renang. Lumayan atuh ah.
Jangan dibahas besar dan kecilnya kolam renang, tapi mari nikmati kebersamaan secangkir kopay dengan tempat ngojay.. ay ay ay.
Sejenak membiru / Dokpri.
Sruputlah segera karena desir angin di dataran tinggi cimahi utara eh Bandung Barat ini cepat sekali mendinginkan suhu kopi. Sruput.. dan sruputt… habiis.
Lokasi : TIBRA Cafe & Coffee, Jl. Kolonel Masturi 508A Cisarua KBB.
GEDUNG PAKUAN, akwnulis.com. Tak banyak kata yang bisa terucap, mulut serasa kelu dan cenderung terdiam. Hanya senyum kecil tertahan dan sebuah kata lirih yang menandakan terima kasih, dengan sajian cafelatte di dapur gedung pakuan ini.
Baristanyapun menjawab sama-sama, dengan tatapan tetap menerawang. Menghadapi sebuah kenyataan yang diluar dugaan. Harus melihat kembalinya Bapak Gubernur Jabar dan Bu Atalia serta ananda Zahra yang disambut oleh keluarga besar dengan uraian air mata serta isak tangis tertahan yang mewakili campur aduknya perasaan.
Tapi hal terpenting dari kehilangan ananda Eril ini adalah nilai ketegaran, keikhlasan, kesabaran dari seorang Ridwan Kamil. Sebagai sosok pimpinan provinsi jabar sekaligus seorang ayah yang harus kehilangan anak sulungnya yang dinyatakan meninggal tenggelam di sungai aare Switzerland. Juga ibu Atalia dan ananda Zahra, betapa kehilangan ini begitu menyentak dan diluar bayangan semuanya. Tetapi kekompakan Pak Gubernur, Ibu dan Keluarga memberikan nilai penting bagi penulis akan artinya kebersamaan, kekompakan serta kekuatan keimanan baik sebagai individu juga sebagai satu keluarga dalam menerima takdir kehidupan.
Senja di halaman gd pakuan / Dokpri
Penulis yakin, cobaan ini adalah skenario Tuhan, Allah Sang Maha Bisa Maha Penguasa. Insyaalloh dibalik kejadian ini, berkah dan hikmah yang lebih baik untuk pak RK, ibu dan keluarga telah menanti. Begitupun ananda Eril, insyaalloh mendapat surga Allah Yang Maha Pengasih.
Sruputan Pakuanlatte inipun terasa hambar, ikut merasa bersedih sebagai seorang ayah yang sedang kehilangan putranya menguasai seluruh indra di raga ini. Jadi maafkan jikalau tidak ada review sruputan yang ngabibita (bikin pengen) kali ini.
Betapa ujian kehidupan dunia yang luar biasa yang sedang dirasakan pimpinan kita. Doa terbaik untuk ananda Eril juga doa dukungan kesabaran dan ketawakalan untuk pak RK, ibu dan keluarga. Wassalam (AKW).
BANDUNG, akwnulis.com. Kesempatan dalam kehidupan terkadang kita lewati begitu saja, ataupun malah menjadi keluhan karena ketidaknyamanan sesaat. Padahal momentum tersebut adalah saatnya untuk semakin tawaddu dan bersyukur.
Seperti pagi ini, dikala sedang menikmati siraman cahaya mentari yang kaya dengan vitamin alamiyang menyapa kulit wajah, rambut dan sebagian badan ini terasa begitu hangat dan lembut. Tetapi di meja sebelah malah terdengar keluhan, “Pindah yuk, silau dan panas nich” lengkap dengan mimik wajah cemberut.
Padahal bisa menikmati hadirnya sinar mentari pagi adalah berkah kesempatan yang tidak bisa dirasakan setiap hari. Hari kerja maka jam segini sedang berjibaku dengan kemacetan dan detak jantung berdebar cepat sambil memandang jam digital yang seolah berlari kencang.
Mentari hadir malu-malu / Dokpri.
Manakala diberikan libur, biasanya tantangannya adalah rasa cape dan kemalasan untuk berpisah dari selimut dan bantal yang melenakan.
Jadi kesempatan inilah yang menjadi begitu bernilai, apalagi teman setia yang penuh misteri hadir menemani yaitu secangkir kopi versi cafelatte tanpa gula yang tersenyum penuh makna, maka nama yang cocok adalah morninglatte, yuhuu….
Dikala sinar mentari semakin hangat di wajah maka cangkir morninglattepun mulai disentuh dan diangkat mendekati mulut.
Srupuut…. aaah, nikmat. Lagi, … sruput.
Morninglatte time / Dokpri
Alhamdulillahirobbil Alamin, sebuah rasa dan suasana bersatu dalam momentum pagi ceria. Ditemani kicau burung dari tebing rimbun kehijauan dan semburat cahaya keemasan menambah epik suasana pagi ini.
Selamat memaknai pagi dan bersyukur atas nikmat Illahi. Wassalam (AKW).
CONDONGCATUR, akwnulis.com. Pagi hari sudah kembali menikmati semilir angin kota Yogyakarta dengan memegang erat pinggang mas gojek yang melaju sedikit kencang karena sebuah permintaan. Udara segar dihirup bersama berbagai nuansa kenangan yang begitu kental di kota ini. Sulit memang melupakannya.
Melewati ruas jalan besar dan sesekali masuk jalan kecil plus menyusuri sisi kampus UGM dan terus menuju sebuah hotel yang tertera dalam surat undangan, Hotel JW Marriot Yogyakarta. Perjalanan 17 menit dari jalan sosrowijan ke lokasi. Setelah berterima kasih dan pijit tombol bintang lima dilanjutkan dengan prosesi photo selpi dengan background hotel yang dituju.
Cetrek… Cetrek..
Kepagian disini / Dokpri.
Ini penting guys, karena setiap photo aktifitas dinas ini bernilai rupiah. Tentu dengan pelaporan rutin dalam aplikasi kegiatan harian dilengkapi syarat lainnya. Kebetulan juga seneng photo selpi, jadi ya saling melengkapi hehehehehe.
Materi rapat nanti di bahas di nota dinas, dalam tulisan singkat ini lebih menyoroti sajian kopinya sekaligus tempat ngojaynya yaitu kolam renang, lha terlalu bertele-tele masa iya berenang di kolam ikan. Apalagi hotel bertabur bintang maka jelas standar kolam renangnya segede gaban. Entar ah, di jam istirahat coba beredar.
Ternyata, keinginan menggabungkan Ngojay (berenang) dan Ngopay (ngopi sruput kopi) langsung cespleng dikabulkan Tuhan. Pertama adalah ruang meeting dilantai 2 acara Kemenparekraf ini tersedia mesin kopi… yuhhhu… minimal espresso, latte cappucino, americano bisa direquest.
Setelah bersabar 24 jam lebih karena ‘gagal ngopi’ hehehehehe.. lengkapnya di tulisan ini YOGYA, KOPI & MATI. maka sekarang diberi jawaban dan kesempatan yang lengkap. Bisa ngopay daaan….
Kedua, ternyata pemandangan dari koridor depan ruang meeting tersebut adalah kolam renang infinity pool yang luas… Alhamdulillah lengkap sudah.
Maka sebelum acara resmi dimulai, langsung pesen kopi caffelatte dan mengabadikannya dengan background kolam renang.
Cetrek…. inilah hasilnya.
Ngopay & Tempat Ngojay / dokpri.
Sebuah gambar yang mewakili tema besar dari blog ini yaitu ngopay dan ngojay, memberi kesan tersendiri. Meskipun jelas bahwa ini bukan hanya kebetulan dan keberuntungan saja. Tetapi sebuah takdir dari Illahi Rabbi. Maka tunduk syukur dan berdua adalah sebuah ritual pribadi dari segala kemudahan ini. Baru setelah itu srupur tiada henti…. eh… maksudnya sruput dulu dan jika dimungkinkan pesan lagi. Karena petugas hotel yang menggawangi mesin kopi tetap setia berada disisinya dan disibukkan dengan reques para penikmat dan pecinta kopi yang hadir dari berbagai penjuru nusantara untuk hadir di meeting ini.
Sebuah nama tersemat untuk secangkir kopi ini, yaitu Mariotalatte Yogya. Maafkan jika terkesan maksa, namun itulah keindahan kata yang menjadi pengingat tentang sebuah rasa, kesan, tempat dan kenyataan.
SOSROWIJAN, akwnulis.com. Perjalanan kali ini adalah kembali ke kota kenangan, Yogyakarta. Tentu berbalut penugasan kedinasan, tetapi di sela padatnya jadwal harus bisa mlipir sedikit untuk menikmati si kopi hitam. Maka skenario dirancang meskipun eksekusinya menyesuaikan, ada plan A, plan B dan no plan alias spontan lihat situasi.
Ternyata yang kepake adalah No plan euy, karena keberangkatannya begitu mendadak acaranya cukup padat. Jadi harus pinter – pinter baca, yakni baca situasi.
Perintah datang di rapim dan tak banyak waktu berkemas. Langsung pesan tiket kereta untuk keberangkatan di malam hari. Tentu stasiun Bandung menjadi saksi, berangkat sendiri karena yang lain agak kesulitan kalau didadak untuk berangkat. Ya sudah, Bismillah.
Dengan perkembangan teknologi maka pemesanan tiket kereta dan hotel bisa dilakukan segera. Apalagi setelah vaksin 3 kali, sudah tidak lagi harus rapid tes antigen.
Nah kesempatan pertama menikmati kopi adalah cafelatte di stasiun bandung, akan tetapi harapan tinggal harapan. Waktu yang tersedia begitu terbatas sehingga pilihannya adalah bersegera memasuki stasiun dan mencari gerbong KA Mutiara Selatan yang akan menjadi tempat bermalam sambil bergerak menuju stasiun tugu yogya.
Kesempatan kedua adalah menikmati kohitala di restoKA atau menunggu petugas restoKA yang bergerak mendatangi penumpang secara berkala. Baiklah ditunggu di kursi saja sambil sedikit rebahan meluruskan badan dan pikiran karena akan menghadapi perjalanan dengan estimasi selama 8 jam.
Berangkat / dokpri.
Tapi lagi – lagi harus bersabar karena menu kopi hitam sudah keburu habis di gerbong lainnya. Hehehe gagal ngopay kedua kali. Maka pilihan terbaik adalah mencoba kontak istri dan anak dan ngobrol ngaler ngidul di telepon. Sudahlah malam ini dipastikan untuk beristirahat dulu.
***
Tepat jam menunjukan pukul 03.30 wib waktu yogyakarta. Raga ini harus turun dari gerbong dan bergegas keluar. Karena kalau tidak segera turun, akan terbawa pergerakan kereta selanjutnya, menuju pemberhentian akhir di stasiun gubeng Surabaya.
Maka setelah keluar area stasiun tugu bergegas menyebrang jalan dan memasuki jalan gang menuju jalan sosrowijan. Pede saja seperti yang sudah biasa di yogya, padahal bermodal petunjuk googlemap di smartphone. Tujuannya jelas sebuah hotel kapsul yang bernama The Capsule Hotel Malioboro.
“Kok milih hotel kapsul sih?”
Hotel Capsule Malioboro / Dokpri.
Ada beberapa pertanyaan senada dan jawabannya simpel saja. Itulah gayaku, menikmati menjadi backpackeran beberapa jam adalah kebahagiaan tersendiri. Sekaligus mengingatkan diri pada ujung kehidupan bahwa segala keindahan, kemudahan hidup ini akan berakhir pada kotak tanah nan sempit, gelap dan lembab dikala nyawa sudah tidak dikandung badan. Nah kotak hotel capsule ini bisa mengingatkan lagi itu semua.
Terkait sruput kopi masih harus menanti kesempatan dengan sabar. Sekarang saatnya meluruskan badan dan terlelap sejenak. Wassalam ( AKW).
Ternyata sang waktu begitu cepat berlalu, tapi memori tetap abadi.
Berpose dulu / Dokpri.
BANDUNG, akwnulis.com. Dikala mentari pagi hampir muncul di ufuk timur, maka raga ini sudah bergegas keluar kamar mandi dan bersiap dandan berbenah diri tak peduli hari ini tanggal merah atau tidak. Karena sebentar lagi tugas – tugas telah menanti.
‘Teeeeeeett teeeeeeet…”
Benar saja, tepat jam 06.30 suara bel panggilan menggema. Kaki melangkah cepat menuju sumber suara dan langsung berhadapan dengan atasan yang menanyakan dengan metode 5W1H.
“Apa saja acara hari ini, Siapa saja pendamping dinas yang hadir, Berapa orang tamu yang akan datang, Dimana akan diterima dan Mengapa harus pagi dan siang menerimanya dan Bagaimana teknisnya?”
Berondongan pertanyaan yang langsung diberikan jawaban lengkap dan tegas. Terlihat air muka atasan tidak menegang, tandanya beliau menerima semua jawaban ini dan ditutup singkat dengan kalimat, “Oke dipersiapkan semua dengan baik”
“Siap Bapak”
Di ruang tengah gedung negara / Dokpri.
Barulah raga ini balik kanan dan langsung menuju ke dapur untuk bersua dengan menu sarapan serta secangkir teh hangat sebagai mood booster dalam hadapi rangkaian acara yang begitu padat di hari sabtu ini.
Rangkaian acara dimulai di jam 07.30 wib bertempat di alun – alun, dilanjutkan jam 10.00 menuju ke daerah Darmaraja dengan judul peresmian puskesmas hingga kembali ke gedung negara dan pukul 14.00 wib menerima tamu dari tokoh nasional didampingi para kepala dinas dan asisten dilanjutkan pukul 16.00 menerima audiensi seniman dan budayawan hingga dilanjutkan malam harinya berdiskusi tentang pengembangan konsepsi pembangunan di kampung toga bersama beberapa komunitas dan tokoh masyarakat, sambil bermalam minggu menikmati city light kota Sumedang.
20 tahun lalu mendampingi bp H. Misbach / Dokpri
Ternyata …
…..itu adalah memori 20 tahun yang lalu… oh my God, betapa berkah perjalanan waktu begitu ajaib. Serasa semua itu baru terjadi kemarin. Alhamdulillah Ya Allah diberikan berkah waktu yang menakjubkan. Semoga terus diberi kesempatan umur yang panjang penuh keberkahan.
Memori 20 tahun lalu dikala ditugaskan mengabdi menjadi ajudan bupati Sumedang yang penuh dinamika serta suka duka menjadi pondasi dan pijakan awal untuk meniti karier menjadi birokrat muda hingga saat ini. Menjadi ‘buntut gajah‘ alias ajudan Bupati yang tinggi besar, tegas serta penuh wibawa, Bapak Drs. H. Misbach yang memegang jabatan bupati sumedang periode 1998- 2003.
Maka berada di gedung negara Sumedang kali ini begitu sarat makna. Terima kasih bapak Bupati Sumedang saat ini, Bapak Dony Munir yang berkenan mengundang untuk hadir disini menikmati dan memaknai kenangan masa lalu. Juga terima kasih kepada bapak Kadisparbudpora dan Kabid pariwisata kab sumedang yang juga dulu pernah mengabdi menjadi ajudan bupati sumedang meskipun berbeda periodesasinya.
Bersama bp Bupati Sumedang saat ini / Dokpri.
Raga bergerak menyusuri ruang tengah gedung negara, menatap kursi – kursi dan penataan cahaya yang menguatkan makna sebuah kenangan. Berjalan ke aula depan gedung negara, kembali disuguhi suasana tenang dan jendela-jendela kaca yang pernah menjadi saksi pontang pantingnya seorang birokrat muda untuk mendampingi pak Bupati yang selalu tegas plus perfeksionis.
Ahh… tak habis kata untuk terus berceritera. Namun biarlah kenangan lengkapnya menjadi memori indah yang tersimpan di kepala serta sebagian dititipkan di berbagai tempat di gedung negara.
Maka beberapa pose penting sedang berdiskusi di kursi bapak bupati dikala memimpin rapat di ruang tengah gedung negara, yang diperankan bersama kabid pariwisata sumedang menjadi replika kenangan yang tak ternilai serta penuh makna. Lalu berpose sendiri dengan berusaha hadirkan senyum terbaiknya. Alhamdulillairobbil alamin.
Diskusi ceunah / Dokpri.
Tidak lupa juga mlipir ke belakang melewati pintu keluar dan menikmati sentuhan semilir angin di pinggir kolam besar yang dikenal dengan ’empang gedung negara’ serta ditengah terdapat bangunan mushola yang sering menjadi tempat favorit untuk kontemplasi diri, 20 tahun lalu. Wassalam (AKW).
BRAMBANGAN, akwnulis.com. Panon geus dipeureumkeun bari teu poho babacaan, tapi kalahka beuki cènghar. Beunta deui bari ningali jam nu naplok dihareupeun, geus ngadeukeutan waktuna indung peuting.
Diuk cènghar / doklang.
Padahal beurang tadi pabeulit gawè cilingcingcat kaditu kadieu. kuduna mah capè. Tapi beuki seger waè. Meuni kasiksa. Kahayang mah gèk diuk dina korsi nu merenah tèh tuluy nundutan. Reup sarè bari ngimpi nu èndah, kabayang nikmat pisan. Pas gigisik sautik, laju beunta tèh geus nepi ka nu dituju. Kari jrut turun, cènghar teu tunduh deui.
Tapi geuning kahayang ogè lamunan teu sajalur jeung kanyataan. Istuning patukang tonggong.
Babacaan deui, sugan wè pitunduheun datang. Panon dipeureumkeun lalaunan. Gebeg tèh, korsi gigireun aya nu nyèrèngèh.
Pas panon beunta mah suwung, korsi gigireun kosong euweuh sasaha.
Lalaunan dipeureumkeun, janggelek aya deui. Huntu rogès nyèrèngèh. Teu loba carita, nangtung bari beunta. Pindah kana korsi kosong di tukang bari teu eureun istigfar.
Karèk gè gèk dieuk, beunta kènèh. Gigireun geus nyèrèngèh. (AKW).
CIMAHI, akwnulis.com. Ti hareup eungap nyedek tina kekemplong nyundul kaluhur, ogè panas bunghak teu bisa hitut. Ti tukang nyèksrèk tonggong beulah kènca, cangkeul pisan leuwih ti ilaharna. Antukna dua poè dua peuting aduglajer nahan kanyeri.
Beuteung mules murilit tapi euweuh rasa keur miceunna. Bulak balik cingogo dina pacilingan, suwung nu aya, teu hitut – hitut acan. Balik deui ka pangkèng, nangkuban karasa beuteung seueul jeung nyeri. Giliran nangkarak, karasa tulang tonggong nyarugak kana raga bari teu eureun nyanyautan.
Geus hayang sahinghingeun ceurik, tapi èra kana awak nu sembada. Bakal peupeus atuh jajaka gaya jadi pèloy teu walakaya.
Jikan ijigimbrang nèangan ubar, mitoha rawah riwih karunyaeun. Ucing ogè ngadadak ogo jeung cicingeun, nyahoeun dunungan keur teu puguh rarasaan. Iwal ti budak wè nu keukeuh muntang hayang digandong.
Tah geus kieu mah karasa, ubar nu utama tèh du’a ka Gusti Alloh nu maha kawasa. Tangtuna ihtiar uubar ogè kudu dileukeunan. Tapi mènta cageur jeung panghampura tina sagala dosa jadi nu utama. Urang tèh ukur mahluk nu teu daya teu upaya, istuning ku kanyaah Gusti bisa kumelendang di alam dunya. Cag.
PASTEUR, akwnulis.com. Baru empat hari saja tidak berjumpa, ternyata rindu menggebu begitu menggelora. Apa mau dikata namun itulah kenyataan yang ada. Apalagi yang lebih tersiksa adalah kehadiranmu didepan mata namun hanya boleh disentuh tanpa bisa menikmatinya.
Padahal 8 tahun lalu, raga ini tidak begini. Bertemu denganmu biasa saja. Seperlunya saja tanpa dikuasai gelora rasa membuncah yang berbeda. Berbagai pilihan gayamupun tidak menjadi ketertarikan berlebihan, ya secukupnya saja.
Tapi seiring waktu berjalan, ternyata sekarang berbeda. Kehadiranmu berbeda, selalu bisa memberi inspirasi dalam menghias kata. Juga memberi nafas hadirnya ide dalam berkarya. Meskipun hasil karya sederhana atau mungkin masih sangat amatir dari segala sisinya, tapi itulah sebuah karya dari ide yang ada.
“Kenapa harus bangga?” Harus itu, karena sesederhana sebuah karya yang tercipta lebih bermakna dibandingkan ide brilian yang hanya menari diatas angan tanpa berbuah hasil dan kejelasan.
Apalagi berbicara bentuk dan jenis makin menguatkan diri untuk selalu dekat dan tidak terpisahkan.
Namun itulah kehidupan, ada saatnya kita diingatkan sama Tuhan bahwa ini adalah dunia fana. Ada batasan dalam semua hal, meskipun hanya sementara.
Begitupun dengan dirimu. Sekarang harus berbeda. Hubungan kita dijeda karena keadaan yang berbeda.
“Maksudnya apa ini?”
Lha malah nanya, ini khan lagi curhat. Kalau bahasa kerennya mah sakaw… sakit karna kaw, heu heu heu. Eh salah kebalik, karena sakit sehingga tidak bisa sementara bersama kaw :).
Jadi sudah 4 hari ini, libur dulu bercengkerama menikmati kenikmatan pahitmu, hai Kohitala kesayangan. Kopi hitam tanpa gula. Sebuah konsekuensi akibat kelelahan dilengkapi dengan keteledoran sehingga terjadi kompilasi kesakitan.. yakni gangguan di lambung sehingga perut kembung dan tidak bisa BAB juga secuil kentut sekalipun dilengkapi dengan otot punggung menegang (urat ngajepret) karena kelamaan duduk dibelakang kemudi dengan judul mudik dan balik.
Segelas kopi siap nikmati / dokpri.
Akibatnya depan kembung belakang bingung, tak bisa tidur 2 hari bikin limbung. Salah satunya yang dilarang ya itu tadi bercengkerama dan sruput kohitala harus ditunda, sambil menunggu asam lambung mereda.
Alhamdulillah, Allah Maha Penyembuh. Setelah ihtiar menggayem kunyit, jambu klutuk dan berkenalan dengan antangin JRG, norit, mylanta, lansoprazol, hingga mevinal plus terakhir donperidom & symbio juga tak henti berdoa kepada Illahi Robbi. Maka rasa sakit depan belakang ini telah berangsur pulih dan kembali membaik seperti sediakala. Meskipun menyentuhmu eh menyeduhmu masih belum berani karena khawatir berakibat sesuatu, maafkan aku. Wassalam(AKW).