KONGKUR – fbs

Terpaksa melanggar demi tujuan kebaikan…

BOJONGHALEUANG, akwnulis.com. Dari fase ngabeubeurang (beurang = siang) menuju fase ngabuburit (burit = sore) pada hari libur memang harus pintar memanage waktu, apalagi di bulan ramadhan ini. Bawaanya yang aman adalah tidur seperti lagu,

Ramadhan Tibra
Ramadhan Tibra
Tibra tibra ramadhan……’

Kalau pendekatan religi maka bertadarus atau melanjutkan hafalan surat – surat pendek dalam. Alquran. Tapi jikalau memilih jalan tengah, maka menulislah. Ini dia…..

***

FIKMIN # KONGKUR #

Keuheul ningali nu kongkur ampir unggal poè. Nu jadi lantaran mah lain teu panuju ka tukang nguseup tèh. Ari judulna ngabuburit nungguan adzan magrib, ngan nyekel jeujeurna bari udud. Ngelepus bari gogonjakan, padahal kobong tèh gigireun. Aranteng wè diparelongkeun ku santri.

Babaturan tingkuciwes, tapi pas wawartos ka Ama haji tèh mung diwaler, “Cing salabar, keun janten pertangelwaleran aranjeuna ka Gusti Alloh”

Uing ogè keuheul tapi inget papagah Ama Haji, ditahan wè. Dinten ka 16 romadhon mah ngududna ditambih nyandak bekel sangu bungkus, ngadon botram.

Lodong badag congona lempeng ka balong, karbit sakilo jeung minyak tanah tos ngagolak dijerona.

Punten Ama, Uing teu tumut kedah sabar tèh”

Lodong diseungeut, DHUAAAAAR….. bumi inggeung, nu kongkur becir, aya ogè nu ngajengkang kapiuhan. Joran paburantak. Lauk ngarajleng rareuwaseun. Balong bedah saat saharita.

Alhamdulillah ti harita teu aya deui kongkur jeung botram di bulan ramadhan. Cag.

***

Demikian celoteh singkat suasana ramadhan masa kecilku di kampung halaman. Selamat melanjutkan fase ngabuburit menjadi fase berbuka puasa. Wassalam (AKW).

KESERUAN DI PASAR APUNG LOK BAINTAN

Keceriaan bersama emak – emak jago pantun dan jago jualan.

BANJARMASIN, akwnulis.com. Melanjutkan tulisan terdahulu tentang perjalanan dini hari membelah sungai untuk menuju area pasar terapung Lok Baintan yaitu DINI HARI NGOPI & SUNRISE DI SUNGAI BARITO. Maka sekarang jalinan kata yang tertuang adalah cerita kelanjutannya.

Tulisan inipun mengkoreksi terkait penamaan sungainya karena setelah dilakukan studi literasi ternyata nama sungai ini adalah sungai martapura yang merupakan anak sungai barito. Jadi tetep anaknya sungai barito ya, sungai raksasa yang membentang di sepanjang pulau kalimantan. Secara urutan sungai barito ini masuk rangking ketiga terbesar di kalimantan. Rangking keduanya sungai mahakam sepanjang 920 kilometer dan sungai terbesar di kalimantan sekaligus terbesar dan terpanjang di indonesia adalah sungai kapuas dengan panjang sekitar 1.143 kilometer.

Nggak percaya panjangnya segitu?.. ukur aja sendiri”
Singkat cerita setelah perjalanan sekitar 1 jam 30 menit yang mendebarkan dan menjadi pengalaman spesial karena mengusuri sungai dari kota hingga ke desa sungai dan kejutan selanjutnya adalah menikmati hadirnya mentari pagi dari tengah sungai martapura itu amazing banget bro.

Pengalaman berharga ini sudah tertuang pada tulisan terdahulu, inilah lanjutan ceritanya.

Setelah menikmati hadirnya mentari sambil tidak lupa menyeruput kopi panas. Kohitala yang sangat spesial, karena jelas berbeda dari lokasi menyeruputnya. Kalau kopinya sama, kohitala kopi hitam tanpa gula yaitu kopi arabica java preanger.

Perahu bermotor ini terus bergerak sekitar 25 menit lagi dan akhirnya tiba pada titik yang dituju, yaitu pasar terapung Lok Baintan. Dari kejauhan sudah terlihat kumpulan perahu dayung kecil mengelililingi beberapa perahu motor yang sudah datang lebih dulu.

Perlahan tapi pasti, perahu bermotor ini langsung tiba di lokasi dan serbuan perahu kecil dengan mayoritas di nahkodai oleh ibu-ibu begitu sigap mendekat. Langsung menempel ke badan perahu motor dan berteriak dengan mengacungkan dagangannya.

Seru sekali kawan, melihat semangat emak – emak yang ternyata untuk tiba di titik pertemuan ini harus mendayung sampan yang sarat bawaan sekitar 1 jam. Tentu dengan aneka hasil pertanian, buah – buahan, sayuran, olahan pangan hingga bedak dingin berupa sukro – snack bulat berwarna putih plus juga kopi panas serta nasi kuning terbungkus daun. Ada juga buah mangga kasturi dan olahan pangannya adalah kue bingka.

Ada yang menarik disini selain suaranya yang seperti teriak – teriak juga emak – emak jago pantun. Baik pantun dengan bahasa lokal atupun pantun berbahasa indonesia. Sehingga diskusinya cair dan penuh keceriaan.

Seorang emak berteriak,
Disini gunung disana gunung
Di tengah tengah mawar melati

Sekarang ini kita bergabung
Ada bapak yang baik hati”

Langsung penulis jawab dengan tergagap,

Anak ayam jatuh ke jurang”
“Maaati”

Euh pantun apaan tuh. Pantun nggak nyambung tapi semakin menyemarakkan pagi dengan terbahaknya tawa dan saling membercandai.

Selanjutnya penulis berusaha membuat pantun sekaligus menutup sesi belanja ini karena perbekalan sudah menipis. Inilah pantunnya,

Pagi – pagi di bawah meja
Dibawah meja ada kubis”

Maafkan sudah tidak bisa belanja
Karena uangnya habiiis”

Wkwkwkwkwkwkw…..

Ada tawa kemenangan karena sudah jelas emak – emak pedagang tidak akan menawarkan dagangannya lagi. Tapi ternyata….  perkiraan itu salah besar. Ada kejutan yang dihadirkan di tengah sungai martapura ini dikala seorang emak – emak penjual berteriak lantang sambil berpegangan di pinggir perahu,

Kalau bapak makan sosis
Jangan lupa diiris – iris

Kalau bapak duitnya habis
Bisa pake qiuriss (QRIS)”

Sambil emak – emak ini mengeluarkan sesuatu dari gantungan lehernya… ternyata barcode qris salah satu bank. Luar biasa, akses keuangan digital sudah hadir disini, di tengah sungai di kerumunan pasar apung lok baintan.

Kalah sudah penulis sehingga akhirnya mencoba scan barcodenya dan berbagi uang virtual untuk berbagi nasi sekaligus pak bos Ade Hadeansyahpun tak mau kalah, ikut memberikan uang untuk berbagi nasi bagi para pedagang tangguh di pasar apung ini.

Tidak lupa secangkir kohitala kopi hitam tanpa gula yang didapat dari emak – emak menjadi momentum penting kembali yakni menikmati dan menyuruput secangkir kopi ditengah sungai yang begitu riuh penuh keakraban.

Selamat belanja jangan lupa duit habis pake QRIS. Wassalam (AKW).

DINI HARI NGOPI & SUNRISE DI SUNGAI MARTAPURA

Mengejar mentari di sungai maetapura sambil tak lupa ngopi kohitala.

BANJARMASIN, akwnulis.com. Dini hari raga ini sudah terjaga di kamar hotel. Mata terbuka menatap langit kamar yang seolah tetsenyum dan memberi informasi bahwa petualangan seru akan segera terlaksana yaitu menikmati suasana pasar terapung yang menjadi ikon pariwisata di kalimantan selatan sekaligus geliat ekonomi masyarakat tradisional yang sarat dengan kearifan lokal. Tangan kanan meraih smartphone yang tergeletak di meja kecil sebelah kanan, pukul 03.25 wita, itu yang tertera.

Tanpa banyak berfikir panjang, segera raga terbangun dari peraduan dan menuju kamar mandi untuk sekedar membasuh wajah dan memberi kesegaran. Lalu smartphone di isi daya dulu serta powerbank sebagai batere cadangan juga dicolokan dayanya ke listrik agar tenang dalam mengikuti perjalanan kali ini yang jelas perlu dokumentasi photo video dengan smartphone yang full batere.

Sambil menonton televisi dan berselancar di laptop tak terasa pukul 04.30 wita sudah tiba. Sesuai dengan petunjuk tadi malam bahwa direncanakan shalat shubuh diperjalanan maka peralatan shalat sudah masuk tas ransel, maka segera keluar kamar dan menuju lobi hotel dimana ternyata susah terdapat beberapa orang yang sedang bersiap – siap untuk berangkat.

Tak dinyata ada perubahan rencana, keberangkatan dilaksanakan setelah shalat shubuh karena tidak dimungkinkan shalat shubuh di perjalanan. Ya sudah segera kembali ke kamar, menanti adzan shubuh menggema dan segera menunaikan shalat. Setelah semua tuntas akhirnya kembali ke lobi hotel dan diatur oleh petugas hotel dan guide lokal bergerak menuju halaman hotel dan ada gerbang khusus dari hotel yang langsung akses ke pinggir sungai. Termasuk perjalanan ke pasar terapung inipun adalah salah satu fasilitas hotel yang menjadi daya tarik utama para penginapnya.

Nama hotelnya adalah Swiss bell Hotel Banjarmasin yang terletak di Jl. Pangeran Antasari No. 86A Kelayan Luar Kecamatan Banjarmasin tengah. Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan.

Ternyata di sungai sudah ramai dengan perahu – perahu bermotor yang akan menjemput para penumpang. “Mana pasar terapungnya?” Sebuah tanya menyeruak di hati karena dalam temaram gelap ini tidak terlibat hilir mudik ibu – ibu di atas sampan dengan aneka dagangannya. Tanpa banyak tanya segera memasuki perahu yang sudah ditentukan dengan kapasitas 20 sampai 25 orang.

Pada saat perahu motor bergerak meninggalkan sungai di depan hotel. Barulah ada penjelasan dari guide bapak Subaemi bahwa perjalanan kita dengan memggunakan perahu bermotor ini sekitar 1 jam 45 menit menuju lokasi pasar terapung tersebut.

Woah lama ternyata” seru seorang peserta. Tapi bapak guide yang baik hati menenangkan dengan memberikan informasi bahwa membelah sungai ini akan disuguhi suasana yang spesial dan luar biasa karena akan melewati berbagai taburan cahaya kota di kanan kiri jalan serta melewati beberapa jembatan dan juga akan menikmati indahnya mentari pagi di perjalanan nanti.

Diri ini tidak banyak bicara tetapi lebih berucap syukur karena kesempatan seperti ini tidak hadir begitu saja. Apalagi diperlukan perjalanan panjang mulai dari naik bus ke bandara soekarnohatta melewati kota jakarta lalu terbang dengan pesawat ke bandara syamsudin noor di banjarbaru. Itu belum selesai, masih dilanjutkan dengan perjalanan mobil sekitar 45 menit menuju tempat hotel menginap. Jadi mari kita nikmati dan syukuri.

Benar saja pergerakan perabu motor ini menyuguhkan suasana berbeda. Dimhlai taburan cahaya lampu hingga melewati alun – alun dengan patung bekantan besar yang terang benderang serta berbagai bangunan yang terasa berbeda jika dilihat dari arah sungai. Setelah itu memasuki daerah rumah penduduk, terlihat jelas aktifitas pagi khususnya di beberapa mesjid yang penuh dengan aneka kegiatan. Sehingga waktu 1 jam tidak terlalu terasa, meskipun mulut jangan terlalu sering dibuka, takutnya masuk angin hehehehehe.

Sebagai antisipasi pribadi tentunya yang pertama adalah sebelum keluar kamar sudah memakan roti dulu bekal tadi malam. Lalu menyeduh kopi manual dengan metode drip bag karena jika dengan corong V60 agak ribet. Alhamdulillah dengan tumbler warna putih merchandise dari PT BPR Karya Utama Jabar, kopi hitam tanpa gula sudah aman di tas gendong, siap kapanpun dinikmati.

Kenikmatan selanjutnya adalah perlahan tapi pasti, perahu bergerak membelah air sungai yang memantulkan warna kuning orange serta biru. Wah mentari mulai hadir menyinari bumi. Begitu indah dipandang dan terasa mendamaikan. Sunrise on the river ceunah kata orang jaksel mah.

Sungguh menakjubkan pemandangannya kawan, cahaya keemasan hadir di permukaan sumgai begitupun disaat menatap batas horison, sinar yang sebenarnya perlahan tapi pasti menghangatkan dengan penuh keberkahan. Merekah indah dan mendamaikan, sungguh suatu momen langka yang kembali harus ditafakuri dan disyukuri.

Lalu melengkapi kebahagiaan ini adalah dengan hati-hati mengeluarkan perbekalan kohitala hangat yang perlahan tapi pasti disiapkan diatas atap perahu. Tentu selanjutnya dinikmati bersama antara penulis, pelihat dan juga bapak suhaemi sang guide yang selanjutnya lebih akrab disebut bapak sashimi. Ah ada ada aja.

Kopi manual yang dibuat dengan drip bagnya tentu kopi jawa barat. Masih panas pada saat dituangkan di gelas kecil dan sewaktu disruput begitu pas di lidah dan melengkapi kenikmatan pagi ini di atas sungai martapura yang merupakan anak sungai barito kalimantan selatan ini. Selanjutnya perjalanan masih diteruskan sekitar 45 menitan lagi menuju Pasar Terapung Lok Baintan. Wassalam (AKW).

SAKURJAYA – PANGANDARAN

Bekerja di hari libur sambil luangkan waktu ngopi dan nulis. Sruput dan kotret.

SAKURJAYA, akwnulis.com.  Sengatan matahari cukup terik menjangkau kulit tubuh ini, tetapi semangat untuk melihat perkembangan proyek pembangunan tidak surut. Karena sebuah kewajiban harus ditunaikan dan monitoring serta evaluasi adalah judul wajib yang harus dijalani.

Tetapi tentu dikala rehat sejenak dan berteduh di sebuah rumah yang menjadi basecamp pekerja dan personil pengawasan sekaligus kantor darurat untuk pertemuan atau rapat terbatas maka sedikit menghela nafas karena ada dua buah kipas angin yang mengolah sang bayu bisa mengalir deras menerpa wajah memberi sejumput kesegaran plus mengurangi cucuran keringat yang sejak tadi tak tertahankan.

Setelah menyeka keringat di dahi dan wajah yang begitu aktif mengucur, inilah saatnya ‘me time‘ sambil duduk bersandar dipojokan menggunakan kursi darurat yang dibuat untuk kepentingan rapat di lapangan.

Menarilah jemari diatas keyboard virtual smartphone kesayangan. Menuangkan beberapa kata menjadi kalimat sederhana tapi sarat makna. Sebuah cerita singkat tentang pengalaman khusus di pantai pangandaran ba’da magrib. Tentunya sebagai penguatan literasi bahasa sunda, penulisannya menggunakan bahasa sunda sederhana dengan genre bahasa sunda yang cenderung halus untuk memberi karakter suasana yang diciptakan sebagai kejadian nyata. Meskipun tentunya tulisan ini adalah sebuah fiksi reka saja tapi ide dasarnya memang sebuah kisah nyata.

Sebagai penguat semangat dalam bekerja di lapangan kali ini, tentu tidak lupa membawa si hitam tanpa gula yakni kohitala. Manual brew V60 arabica halu banana yang diseduh di rumah telah berubah menjadi pilihan minuman bersama yang menghangatkan suasana. Beberapa rekan menikmatinya hingga ‘peureum beunta‘ (merem melek) karena berusaha menikmati padahal jelas rasa pahitnya begitu kuat mengunci lidah tetapi setelah itu ada kesegaran dan kehangatan yang menyebar ke seluruh tubuh.

Selamat ngopay eh minum kopi kawan, juga selamat bekerja dan berjuang untuk keseharian kita khususnya jangan lupa membaca kotretan singkat berbahasa sunda ini yang mungkin bisa memberikan penghiburan tersendiri.

Inilah ceritanya :

***

FIKMIN # DI BASISIR #

Pangersa, dihaturan, kadieu geura” Soanten leuleuy tapi ècès dina cepil katuhu. Luak lieuk teu aya nu calik atanapi caket ngadegna, aya oge rada anggang tapi da nuju ngawangkong sèwang – sèwangan.

Ieu dipayun, kadieu geura” soanten leuleuy aya deui sasarengan sareng jigrahna lambak payuneun. Siga nu ngagupay supados nyaketan. Lalaunan ngadeg tina korsi di sisi basisir, sampèan ngalèngkah nincak pasir nu karaos haneut meueusan.

Ditelek – telek, brèh di payuneun aya nu ngadeg. Dedeganna mah wanoja namung teu jelas. Rurusuhan dicaketan. Salèngkah dua lèngkah, pangambung ngangseu seuseungitan, matak ratug kana jajantung tapi beuki kabita nyaketan asalna sora.

Beuki caket, geuning nu nyauran teh wanoja geulis rancunit pikabitaeun. Imutna ngagelenyu nganggè karèmbong semu konèng.

Salengkah deui badè dugi payuneun nu sampulur konèng umyang.

Duk!!

Mastaka pengker asa aya nu ngagebug. Poèk.

***

Lalaunan soca beunta, geuning nuju diriung di tengah tajug.

Alhamdulillah Jang, kasalametkeun dina waktosna.”

***

Itulah tulisan singkatnya. Bagi yang sudah ngopi jangan lupa bersyukur atas kemudahan ngopinya. Untuk yang sudah membeca eh membaca tapi tidak mengerti maksudnya silahkan acungkan tangan dan bertanya kepada kami atau tetangga sekitar, minimal sambil bersilaturahmi hehehehe.

Have a nice wekeend with your family, meskipun kami sekarang tetap bertugas dan monitoring tapi nanti sore bisa kembali ke rumah dan bergabung dengan keluarga tercinta. Wassalam (AKW).

NGOPI DI TANJUNG DURIAT

Lanjutkan ngopi penuh sensasi.

SUMEDANG, akwnulis.com. Perjalanan menikmati sajian kopi di tempat – tempat eksotis ataupun yang memiliki nilai sejarah tentu harus diceritakan. Baik nilai sejarah sebagai peninggalan budaya ataupun nilai sejarah pribadi karena pernah tinggal beberapa waktu di wilayah kabupaten sumedang ini. Kalau dihitung masa pengabdian di kabupaten melewati 8 tahun beberapa bulan.

Untuk edisi ngopi tadi pagi yang bertempat di Alun – alun Sumedang dan di depan gedung negara bisa disimak pada tulisan ini, yaitu NGOPI, BANDROS & GEDUNG NEGARA.

Melanjutkan petualangan menikmati kopi dalam berbagai suasana maka perlu dicari tempat yang tepat dan memiliki keunggulan yang nyata khususnya dari sisi suasana dan pemandangan alamnya yang menyejukan jiwa serta memberi ketenangan dan keseimbangan untuk raga, tentu pilihannya adalah lokasi yang memiliki pemandangan alami.

Maka perjalanan dari alun – alun sumedang ditempuh dalam waktu 53 menit menyusuri jalan raya ganeas – situraja hingga masuk ke jalur lingkar jatigede. Yup kita menuju tempat wisata di daerah waduk jatigede… semangaaaat.

Titik lokasi kali ini adalah tempat wisata yang dikembangkan terus oleh pemkab sumedang. Jika dulu pernah sampai ke titik lokasi yang bernama Kampung Buricak burinong dan menikmati sajian bakakak ayam di pinggir waduk jatigede maka kali ini lokasinya bernama Tanjung Duriat.

Tanjung duriat adalah gabungan dari dua kata yang berbahasa indonesia dan bahasa sunda. Penulis berusaha memberi penjelasan arti secara pribadi ya. Tanjung dalam bahasa indonesia adalah bagian daratan yang menjorok ke lautan dalam hal ini tentu luasnya air yang menggenang di waduk jatigede ini ibarat lautannya. Eh tapi kok jadi inget daerah lain di kabupaten sumedang yang menggunakan nama tanjung lho. Ada daerah tanjungsari yang berdekatan dengan jatinangor dimana menjadi kawasan pendidikan tinggi seperti UNPAD, IPDN, ITB, Unwim, dan IKOPIN. Lalu ada juga daerah tanjungkerta dan tanjung siang, pertanyaannya apakah dahulu daerah ini adalah daratan yang menjorok ke laut, laut purba kali ya?..

Ada satu lagi yang harus dijelaskan tentang kata DURIAT, jika searching di google maka akan muncul nama almarhum Darso seniman sunda yang menyanyikan lagu berjudul duriat. Sementara dari sisi arti, maka duriat itu adalah sebuah istilah mendalam tentang rasa cinta yang cenderung sebuah takdir sehingga sulit untuk menghindarinya jika sudah terjadi. Ahaay… cinta cintaan.
Udah ah nggak usah nglantur, ini mau cerita ngopi kok jadi kesana kemari.

Tiba di area wisata Tanjung Duriat langsung keluar tempat parkir yang luas, menuju jalan besar yang resik dan terlihat beberapa struktur besi yang cukup instagramable sekaligus terdapat meja kursi sebagai pos tinjau yang menghadap langsung ke arah genangan air di waduk jatigede. Begitu luas dan memanjakan mata. Maka prosesi menikmati kopi harus segera terjadi, tangan beraksi dan botol coldbrew langsung disimpan di meja disertai gelas kaca mini kesayangan.. jeng jreng. Maka tuangkanlah, abadikan dengan kamera smartphone dan bersiap disebarkan ke dunia hehehehe.

Ternyata lokasi wisata tanjung duriat ini masih luas, Penulis penasaran, maka lanjut berjalan kaki menuju ujungnya. Maka ada nama TANJUNG DURIAT yang besar dan menjadi tempat pentung bagi pengunjung sebagai keabsahan bukti sudah sampai disini. Terdapat juga saung – saung untuk botram dan tempat – tempat untuk bersantai serta beberapa cafe sudah hadir disana sehingga pilihan makanannya beragam. Bisa mekdi (mekel di imah) ataupun jajan di cafe dan kios – kios yang tersedia.

Terdapat juga menara pandang yang luas dan bisa menampung banyak orang untuk berpose dengan latar belakang keindahan waduk jatigede yang menawan. Lalu pose kedua adalah ngopi di dalam saung dan berlatar keindahan waduk. Sebenernya penulis pesan juga kopi manual brew dari cafe yang ada. Sayangnya keburu disruput sambil nikmati suasana, jadi nggak sempet photo tuh kopi. Untung saja kopi coldbrew bawaan masih ada, itu saja yang di abadikannya. Cetrek dan sruput.

Itulah kisah ngopiku kali ini di tanah penugasan pertama bekerja di duapuluh tahun silam. setelah cukup lama tidak beredar di sumedang. Happy weekend kawan, selamat beraktifitas bersama keluarga tercinta. Eh tapi kecuali yang dapat tugas dinas di weekend ini, ya atur – atur saja. Wassalam (AKW).

KOPI & senyum MONYET

Dimanapun ngopi meskipun harus hati2.

SEMARANG, akwnulis.com. Pertemuan dengan hewan yang mirip kita ini tanpa sengaja, tapi mereka menyambut kita dengan sukacita. Sebuah pertemuan yang menjadi menarik jika kita mencoba memberi makna. Turun dari bis di parkiran disambut udara sejuk yang sedikit menderu, jelas rasa dingin langsung mencubit kulit dan memeluk raga sehingga meringis kedinginan.

Disaat mata mencoba melihat ke sekeliling maka bertatap mukalah dengan wajah-wajah lucu berbulu abu. Ada senyuman di wajah – wajah mungil itu, seolah merasa senang dengan kehadiran kami. Tapi disisi lain tangan waspada dengan smartphone atau tas tangan kecil, karena khawatir mendekat dan merebut karena disangka akan memberikan makanan.

Bergerak ke depan, mata terpana melihat terbentang air bendungan atau waduk yang begitu menenangkan. Angin dan gerimis menjadi pelengkap kehadiran kami di sebuah tempat yang ternyata dihuni 523 ekor monyet ini dengan berbagai umur dan ukuran.

Sebagai patokan bahwa memang banyak binatang monyet ini diwakili oleh hadirnya patung besar monyet yang gagah sekaligus agak ngeri karena matanya seolah memandang dengan tegas terhadap siapapun yang datang mendekat.

Kopi hangat yang sedari tadi sudah siap ditampilkan terpaksa di hold dulu, kembali tersimpan di dalam backpack. Kan berabe kalau direbut monyet dan tumpah berantakan.

Setelah melewati patung monyet tadi maka diharuskan menuruni tangga yang di kanan kirinya kawanan monyet menemani. Mereka terlihat berbicara satu sama lain sambil menunjuk-nunjuk ke arah kami yang berjalan takut takut.

Untuk memastikan apa yang dibicarakan, maka segera direkam dan dikonversi menggunakan chatGPT …. tring, teknologi artifisial intelligent beraksi, dan hasilnya adalah : “Wah banyak manusia, hayu kita beri senyuman tapi jangan dekat-dekat, mereka mahluk misterius yang bisa berubah sikap setiap saat”

Gitu katanya beberapa pembicaraan mereka.
Ternyata bener juga itu terjemahan, karena disaat kamera beraksi untuk mengambil gambar, seorang eh seekor monyet tersenyum manis, mulutnya terbuka.

Walah penulis mundur sesaat karena ternyata mongkey smile ini menghadirkan dua taring yang boleh disebut agak mengerikan. Bukan senyuman ini mah, tapi seringai yang sedikit mengancam, aw.

Maka menghindari hal – hal yang tidak diinginkan sementara hasrat ngopi begitu menggebu. Langsung saja mencari posisi yang ideal dan jelas tidak akan diganggu monyet – monyet lagi.

Apa yang dilakukan?”

Ini langkah tepatnya, bergerak ke dekat monyet yang berbentuk patung dan segeralah menikmati kopi disitu. Dijamin monyet – monyet tidak akan mendekat karena sudah ada perwakilannya disini hehehehe. Srupuut.

Alhamdulillah, segar pisan. Mood booster pagi ini. Menghangatkan perut dan menenangkan jiwa sekaligus menambah kewaspadaan terhadap hadirnya monyet – monyet di sekitar kita.

Buat yang penasaran lokasinya, tinggal secarh saja di Google atau tanya di chatGPT dengan kata kunci GOA KREO. Hatur nuhun, Wassalam (AKW).

***

Lokasi GOA KREO
Jl. Raya Goa Kreo, Kandri Kec. Gunungpati Kota Semarang. 50222.

Ngopi di Lombok

Kembali ke sini, sambil ngopi.

LOMBOK, akwnulis.com. Deburan ombak menyapa karang menyajikan harmoni musik alam yang menenangkan. Meskipun tahu bahwa kedalaman lautan bisa menjadi ancaman, tetapi suasana damai yang tercipta adalah keberkahan. Begitupun di siang yang menyenangkan ini. Setelah menempuh perjalanan dari Kota Mataram melewati jalan bypass yang lurus dan lebar, maka waktu tempuh 45 menitpun terasa hanya sesaat saja, karena dimanjakan oleh dengkuran manja yang tak tertahankan.

Oalah kirain nggak kerasa waktu perjalanan karena menikmati suasana yang dilewati sehingga waktu tak terasa, eh ternyata tidur toh”

Hahahaha, santai bro. Tidur itu sebuah berkah dan gratis pula. Jadi menikmati perjalanan dengan terbuai mimpi khan tidak ada salahnya. Lagian memang nikmat kok.

Akhirnya setelah 7 tahun berlalu, raga ini bisa kembali menyentuh batu karang dan merasakan semangat kebanggaan dari pantai mandalika lombok ini. Meskipun sekarang tidak kekejar kalau harus mendaku bukit di sekitar tanjung Aan lalu mencari jejak nyale di pantai. Tapi minimal beberapa momentum bermain di pantai bisa dilaksanakan.

Ini salah satu tulisanku SI KECIL & TANJUNG AAN.

Apalagi saat ini kehadiran disini tidak hanya raga saja tetapi segenap jiwa hadir menemani sebuah kata yaitu ‘kopi’ yang menjafi nafas dari berbagai tulisan di blog ini. Apalagi memang kopi yang tersaji sudah melewati perjalanan panjang nan jauh termasuk mengangkasa membelah awan yang terkadang kurang bersahabat diatas sana.

Lalu jangan lupa, dikala kopi sudah tertuang di gelas kaca diatas batu karang di pantai mandalika. Ucap doa dan rasa syukur menjadi utama juga posisi duduk pas minum adalah sesuai tuntunan agama.

Srupuuut nikmat dan berkah.

Sebagai pelengkap dalam urusan ngopay dan ngopay ini maka setelah puas dengan mngopay di pantay eh pantai, maka dilanjutkan dengan hunting sajian kopi hitam tanpa gula di sekitar pantai ini. Ternyata ada sebuah cafe kecil namanya Lan Yan Kitchen meskipun sajian kopinya bukan seduh manual tetap berbasis mesin. Ya minimal ada rasa kopi hitam on site yang bisa dinikmati. Langsung saja order americano ala mandalikano.

Lumayan bisa melengkapi rasa tentang kohitala di pulau sumbawa. Salam ngopaaay. Wassalam (AKW).

NGOPI di angkot menuju Karanghawu.

Sruput kopi di Angkot biru…. Nukmat.

SUKABUMI, akwnulis.com. Deburan ombak menggapai karang begitu keras dan menegangkan, tetapi anehnya terselip juga perasaan senang yang tak bisa dihadirkan dengan sebatas kata dalam bilangan.

Memang bahagia itu unik.
Bahagia itu sederhana.

Setiap orang punya cara masing-masing untuk meraih dan merasakan bahagia. Seperti pagi ini di sebuah pantai di daerah palabuanratu, namanya pantai Karanghawu.

Tak sulit mencari di peta online, hanya butuh keyword saja. Tapi via bertanya dan naik angkot sekitar 10 menit dari palabuanratupun bisa dengan mudah mencapainya.

Maka pagi ini menjadi sebuah momentum yang tak terlupakan kawan. Suasana ngopay (menikmati kopi) yang berbeda. Tentu saja dengan persiapan yang diawali dini hari. Yaitu meracik eh menyeduh kopi secara manual dengan metode SMD (seduh manual darurat). Metode SMD ini dengab memanfaatkan peraltan yang ada di kamar hotel. Mulai dari pemanas air yang sekaligus menggantjkan fungsi ketel leher angsa, trus ukuran bean 16 gram atau 18 gramnya diukur dengan perasaan saja plus temperatur air panasnya menggunakan termometer kulit jari tangan hehehehe… alias dipegang aja.

Ups panaaas….

Kopinya sudah digrinder dari rumah, arabica honey sylvasari. Maka setelah corong filter flatbottom dilengkapi kertas filter yang telah dibasahi air panas. Prosesi ekstraksi terjadi dini hari, selain dinikmati juga dimasukkan ke dalam termos sebagai persiapan untuk ngopi di pagi hari.

Tepat pukul 05.30 wib segera keluar kamar sambil membawa tas ransel berisi termos kopi berlapis bambu juga gelas eh cangkir stainless berbalut bambu dengan tulisan ‘Smiling West Java.’ Menuruni jalanan dari lobi hotel Karangsari Palabuanratu menuju jalan raya sambil memandang hamparan laut yang begitu menggoda.

Tapi, kali ini ada hal yang berbeda. Jari telunjuk refleks bergerak dikala sebuah mobil biru akan melintas, sebuah angkot (angkutan kota).

Pak, bisa ke pantai Karanghawu?”
Tiasa Cep”

Wah senangnya, kebetulan kursi penumpang di samping sopir masih kosong. Buka pintu, duduk dengan nyaman dan angkotpun bergerak perlahan. Alhamdulillah setelah sekian purnama bisa kembali merasakan nikmatnya sensasi menaiki angkot dan berbaur dengan para penumpang lainnya. Apalagi dilengkapi terpaan AG (Angin Gelebug) alias angin dari jendela yang memang terbuka melengkapi sensasi perjalanan pagi ini.

Menyenangkan sekali kawan, apalagi disaat membuka tas ransel dan mengeluarkan termos dan cangkir kesayangan. Putar dikit dan termos terbuka, rasa wangi kopi menyambar kemana-mana. Maka sebagai basa-basi, ijin kepada sang pengemudi yang terpapar harum kenikmatan ini, sekaligus menawarkan untuk mencicipi.

Mangga bapak, bade ngersakeun ngaleueut kopi?” (Silahkan bapak, apakah mau mencoba kopi?”)

Jawabannya tersenyum dan menggeleng singkat, sementara tangan dan matanya memandang ke jalan dengan waspada. Untuk melihat calon penumpang setia dari angkot kesayangannya.

Srupuut guys, kopi nikmat manual brew arabica membasahi mulut dan menggoda lidah agar dengan unggahan rasa yang enak dan bersahaja. Sambil raga bergerak di dalam angkutan kota, aktifitas ngopay tetap dijalankan dengan sempurna, sruput lagii. Nikmat.

Trus cerita Ngopay di pantai Karanghawunya gimana?”

Ahay, sabar kawan. Tulisan sedang berproses. Menyesuaikan kecepatan kedua jempol memproduksi kata-kata. Sabar ya…..

(To be continue…)

KOKYO Coffee Pangandaran

Ngopi di KOKYO yuk.

BULAKLAUT, akwnulis.com. Jikalau pagi tadi dimanjakan oleh sajian KOPI & KELAPA di pinggir pantai barat dengan kopi yang seadanya di emak penjual jajanan maka dikala sore menjelang perlu mencoba sajian kopi yang diproses secara manual v60.

Bergeraklah jemari mencari informasi di sekitar layar smartphone dan muncul beberapa pilihan. Sebagai pelengkap maka tanya-tanya juga kepada beberapa orang yang kelihatannya adalah akamsi atau orang sini.

Om kalau kafe atau kedai kopi yang nyediain kopi seduh manual dengan V60 dimana ya?”

Wajahnya agak bingung, trus nunjuk salah satu kafe di depan. Yach sudah kayaknya harus sambil bergerak deh.  Kayaknya salah nanya hehehehe.

Di layar smartphone ada sebuah pilihan namanya KOKYO KOPi, kayaknya sih kopi susu begitu yang biasa anak muda sekarang dengan aneka campuran susu, matcha, coklat dan sebagainya. Tapi ternyata ada juga pilihan manual brew V60, nah ini baru pilihan tepat. Meluncuuur….

Hmmn.. tempatnya gabung sama restoran tapi agak depan dan akses tersendiri. Ruangannya juga enakeun dan benar saja, ada sajian manual brew dengan corong V60 dengan pilihan biji kopinya adalah Enrekang Bungin Nating, Anaerobic wash Exotic java dan Arabica Kerinci Natural.

Pilihannya jatuh pada arabica Exotic Java karena penasaran dengan noticenya yang menyebutkan ada sweet yang exotic.

Nah yang bikin penasaran juga adalah nama cafenya, KOKYO. Lontaran pertanyaan kepada teteh pelayan dan Yoga sang barista disambut dengan kebingungan tapi jadi pe er mereka untuk mencari tahu apa arti sebenarnya. Nah besok lusa mampir lagi harus sudah ada jawaban.

Jangan sampai artinya dalam bahasa indonesia sunda, yaitu ‘Kok Kieu?” Ini mah berarti rasa kopinya nggak enak jadi komplen hehehehe.

Maka jelas bahwa penamaan sebuah cafe coffee tentu harus ada philosopinya. Setelah itu sang owner wajib mengajarkan makna nama itu kepada seluruh pegawainya terutama front office dan barista. Jadi tidak akan bingung lagi disaat ada pelanggan iseng dan nanya-nanya.

Urusan rasa dari kohitala yang tersaji lumayan enak, ada keseimbangan body dan acidity serta aftertaste yang menyegarkan dilengkapi dengan suasana cafe yang ditata apik meskipun mungil tapi cantik.

Yang penasaran dan pengen ngopi disini yaa googling aja. Tapi kalau malas googling lokasinya sebelah kiri terhalang 2 bangunan daru hotel Arnawa Pangandaran. ‘Hotel arnawa sebelah mana?’… monggo googling lagi.

Udah ah, sekarang mah sruput dulu ah….. hasil karya barista KOKYO Coffee. Alhamdulillah. Wassalam (AKW).

Kopi Kelapa.

Sruput kopi dan air kelapa, nikmat tiada tara.

BULAKLAUT, akwnulis.com. Sebuah momentum penting dan nikmat dalam jalinan kisah kehidupan ini adalah disaat angin berhembus menembus dedaunan dan secangkir kopi hitam tanpa gula sedang menempel di ujung bibir. Tinggal sedikit bergerak, maka kenikmatan kopi melengkapi sejauh mata memandang deburan ombak pantai selatan.

Apalagi raga ini terasa segar dilindungi oleh keteduhan pepohonan yang rindang dan rapi berjajar sepanjang pantai. Ditemani secangkir kopi dan sebutir kelapa muda segar yang jatuh dari pohonnya… halaaah jangan ngarang, kelapa mudanya khan memang beli dari ibu-ibu tukang dagang.

Sruputan kopi hitam bergantian dengan air kelapa muda yang segar disertai selaput kelapa muda yang ‘lumèho’ atau seperti lendir maka kenikmatan semakin lengkap memanjakan lidah dan rasa dalam momen mengkopi eh mengopi kali ini.

Ah celoteh singkat ini tak berlanjut karena mulut dan lidah lebih memilih memaknai rasa air kelapa dan segelas kopi yang penuh arti. Srupuut…. Alhamdulillah. Wassalam (AKW).