GEDONG SIGRONG – fbs

Seratan pondok namung nyogok… Buuum.

GARUT, akwnulis.com. Selamat pagi dan salam optimisme. Saatnya kembali menulis meskipun hanya sebatas fiksi. Tapi jangan salah, hadirnyabtulisan fiksi sangat banyak diawali dari inspirasi kisah nyata yang terjadi. Inilah tulisannya :

FIKMIN # DI GEDONG SIGRONG #

Amengan ka bumina kanjeng dalem diajak ku rèrèncangan, meuni atoh pisan. Tiasa nincak gedong sigrong. Ngawitan di payun bumi tos katawis korsi jati kelir bodas. Lebet panto kahiji, kènca katuhu korsi jati deui tapi warna beureum ambucuy. Pikabetaheun. Sumawonna di rohangan lebet.

Kanjeng dalem meuni darèhdèh tur akuan, padahal mung diajak rèrèncangan. Tuang siang sasarengan. Sangu liwet kastrol, daging hayam, hurang ageung, cumi, guramè beuleum, sambel jahè teu hilap kurupuk rangu.

Kanggè panutup tuang disuguhan durèn nu pulen tur seungit dilajengkeun buah cempedak, kopi hideung ditutup ku rujak . Nikmat ngaemamna namung bunghak saatosna.

Ningal nu èlèkèsèkèng, Kanjeng Dalem surti, “Bilih badè gogolèran atanapi ka jamban, anggo waè kamar nu payun. Kosong da”

Hatur nuhun pangersa”

Beretek tèh duaan muru jamban. Alhamdulillah simkuring mayunan. Porosot, gèk. ‘Buuuuuuumm‘ sora di jamban handaruan. Rèrèncangan ngajengkang nangkarak bengkang. Gedong sigrong inggeung. Bau hangit durèn, cempedak, kopi sareng rujak bebek kaambeu sakuriling bungking.

***

Terima kasih kepada yang berkenan membacanya, tentunya hanya butuh satu hingga dua menit saja untuk menuntaskan 150 kata. Sebuah literasi sederhana meskipun ternyata jika dibangun dengan konsistensi bisa berdampak nyata. Selamat beraktifitas kawan, Wassalam (AKW).

KESERUAN DI PASAR APUNG LOK BAINTAN

Keceriaan bersama emak – emak jago pantun dan jago jualan.

BANJARMASIN, akwnulis.com. Melanjutkan tulisan terdahulu tentang perjalanan dini hari membelah sungai untuk menuju area pasar terapung Lok Baintan yaitu DINI HARI NGOPI & SUNRISE DI SUNGAI BARITO. Maka sekarang jalinan kata yang tertuang adalah cerita kelanjutannya.

Tulisan inipun mengkoreksi terkait penamaan sungainya karena setelah dilakukan studi literasi ternyata nama sungai ini adalah sungai martapura yang merupakan anak sungai barito. Jadi tetep anaknya sungai barito ya, sungai raksasa yang membentang di sepanjang pulau kalimantan. Secara urutan sungai barito ini masuk rangking ketiga terbesar di kalimantan. Rangking keduanya sungai mahakam sepanjang 920 kilometer dan sungai terbesar di kalimantan sekaligus terbesar dan terpanjang di indonesia adalah sungai kapuas dengan panjang sekitar 1.143 kilometer.

Nggak percaya panjangnya segitu?.. ukur aja sendiri”
Singkat cerita setelah perjalanan sekitar 1 jam 30 menit yang mendebarkan dan menjadi pengalaman spesial karena mengusuri sungai dari kota hingga ke desa sungai dan kejutan selanjutnya adalah menikmati hadirnya mentari pagi dari tengah sungai martapura itu amazing banget bro.

Pengalaman berharga ini sudah tertuang pada tulisan terdahulu, inilah lanjutan ceritanya.

Setelah menikmati hadirnya mentari sambil tidak lupa menyeruput kopi panas. Kohitala yang sangat spesial, karena jelas berbeda dari lokasi menyeruputnya. Kalau kopinya sama, kohitala kopi hitam tanpa gula yaitu kopi arabica java preanger.

Perahu bermotor ini terus bergerak sekitar 25 menit lagi dan akhirnya tiba pada titik yang dituju, yaitu pasar terapung Lok Baintan. Dari kejauhan sudah terlihat kumpulan perahu dayung kecil mengelililingi beberapa perahu motor yang sudah datang lebih dulu.

Perlahan tapi pasti, perahu bermotor ini langsung tiba di lokasi dan serbuan perahu kecil dengan mayoritas di nahkodai oleh ibu-ibu begitu sigap mendekat. Langsung menempel ke badan perahu motor dan berteriak dengan mengacungkan dagangannya.

Seru sekali kawan, melihat semangat emak – emak yang ternyata untuk tiba di titik pertemuan ini harus mendayung sampan yang sarat bawaan sekitar 1 jam. Tentu dengan aneka hasil pertanian, buah – buahan, sayuran, olahan pangan hingga bedak dingin berupa sukro – snack bulat berwarna putih plus juga kopi panas serta nasi kuning terbungkus daun. Ada juga buah mangga kasturi dan olahan pangannya adalah kue bingka.

Ada yang menarik disini selain suaranya yang seperti teriak – teriak juga emak – emak jago pantun. Baik pantun dengan bahasa lokal atupun pantun berbahasa indonesia. Sehingga diskusinya cair dan penuh keceriaan.

Seorang emak berteriak,
Disini gunung disana gunung
Di tengah tengah mawar melati

Sekarang ini kita bergabung
Ada bapak yang baik hati”

Langsung penulis jawab dengan tergagap,

Anak ayam jatuh ke jurang”
“Maaati”

Euh pantun apaan tuh. Pantun nggak nyambung tapi semakin menyemarakkan pagi dengan terbahaknya tawa dan saling membercandai.

Selanjutnya penulis berusaha membuat pantun sekaligus menutup sesi belanja ini karena perbekalan sudah menipis. Inilah pantunnya,

Pagi – pagi di bawah meja
Dibawah meja ada kubis”

Maafkan sudah tidak bisa belanja
Karena uangnya habiiis”

Wkwkwkwkwkwkw…..

Ada tawa kemenangan karena sudah jelas emak – emak pedagang tidak akan menawarkan dagangannya lagi. Tapi ternyata….  perkiraan itu salah besar. Ada kejutan yang dihadirkan di tengah sungai martapura ini dikala seorang emak – emak penjual berteriak lantang sambil berpegangan di pinggir perahu,

Kalau bapak makan sosis
Jangan lupa diiris – iris

Kalau bapak duitnya habis
Bisa pake qiuriss (QRIS)”

Sambil emak – emak ini mengeluarkan sesuatu dari gantungan lehernya… ternyata barcode qris salah satu bank. Luar biasa, akses keuangan digital sudah hadir disini, di tengah sungai di kerumunan pasar apung lok baintan.

Kalah sudah penulis sehingga akhirnya mencoba scan barcodenya dan berbagi uang virtual untuk berbagi nasi sekaligus pak bos Ade Hadeansyahpun tak mau kalah, ikut memberikan uang untuk berbagi nasi bagi para pedagang tangguh di pasar apung ini.

Tidak lupa secangkir kohitala kopi hitam tanpa gula yang didapat dari emak – emak menjadi momentum penting kembali yakni menikmati dan menyuruput secangkir kopi ditengah sungai yang begitu riuh penuh keakraban.

Selamat belanja jangan lupa duit habis pake QRIS. Wassalam (AKW).

BALAKUTAK – apa itu?

mari kira nikmati balakutak dan teman-temannya.

CIREBON, akwnulis.com. Panas terasa begitu menyengat kulit disaat keluar dari kendaraan dan menuju tempat yang terlihat sepi. Wajar sepi karena ini berada di bulan ramadhan, tentunya umat muslim sedang berpuasa. Agak ragu juga, tapi teriakan tadi ke tukang parkir diberi jawaban pasti, “Rumah makannya buka pak, dari pintu sebelah sana” tangannya menunjuk ke pintu kaca di samping kiri.

Ya sudah maka bergeraklah perlahan dan berfikir mungkin sengaja masuk dari sini agar tidak terlalu twrlihat dari luar. Gagang pintu dipegang dan didorong kedalam.

Kreeek…. bray…

Wajah terbelalak karena ternyata didalam banyak orang. Tentu sambil menikmati sajian makanan nasi jamblang yang khas. Tempatnya memang sejuk karena ada AC di beberapa titik tetapi para penyantap makanan terlihat bercucuran keringat. Kayaknya gara-gara sambal khasnya disini. Tapi tidak bisa protes karena dari paras mukanya dipastikan berwajah oriental dan berhusnudzon bahwa mereka adalah nonis (non islam) yang sedang makan siang. Meskipun air liur tak bisa boong minimal bisa mengendalikan diri dan cukup membungkusnya untuk dimakan nanti sehabis adzan magrib berkumandang.

Sing kuat jang.

Antriannya memang sedikit sehingga leluasa untuk memilih menu favorit. Tapi primadonanya mrmang ini dia si hitam enak yakni ‘balakutak hideung’. Sebuah menu makanan yang khas cirebon dimana balakutak atau sotong dengan dimasak bersama tinta hitamnya menghadirkan aroma khas tiada duanya. Pokoknya dijamin rnak. Maka segera diambil beberapa balakutak hideung ini untuk dibungkus plastik demi keutuhan nusa dan bangsa… eh kenapa jadi kesinih. Maklum lagi shaum ya.

Penasaran dengan sebutan balakutak maka segera jemari menari di layar smartphone dengan kata kunci ‘balakutak‘ dengan harapan ada pembahasan atau tulisan tentang asal usul sebutan ini. Ternyata tidak ada atau belum ada artikel tentang balalutak ini. Apalagi yang membahas secara etimologi dimana bala kutak berasal dari kata bala dan kata kutak… nggak mungkin ya?..

Ya sudah we dibungkus dan dibawa pulang meninggalkan kota cirebon untuk kembali ke kediaman di kawasan bandung coret dengan kecepatan normal melewati tol cipali – cisumdawu – cipularang.

Yang pasti sebuah keyakinan bahwa balakutak itu adalah kuliner khas wilayah cirebon yang memberikan sensasi spesial karena senada eh sewarna dengan kohitala, kopi hitam tanpa gula. Jika kohitala tetap nikmat karena kepahitannya maka balakutak meskipun hitam karena dimasak dengan tintanya tetapi menghasilkan rasa yang khas dan tak cukup satu centong nasi untuk menemaninya.

Tak percaya, maka perlu dicoba. Jika beredar di wilayah cirebon sempatkanlah mampir di nasi jamblang yang tersebar di seantero cirebon. Pilihlah sajian balakutak. Karena sedang berpuasa, bungkus saja dan bawa pulang. Kecuali beredar di cirebonnya sampai magrib maka berbukalah dengan balakutak dan tahu gejrot…. eh jangan ketang, berbuka dengan kurma dan air putih atau potongan buah dulu yach.

Selamat menjalani shaum menapaki hari ke 15 ramadhan. Wassalam (AKW).

LOKASI NGOPI & MIE ACEH DI MEDAN

Ini info cafenya ya…

BANDUNG. akwnulis.com. Sebuah hasil karya sederhana tentu memerlukan interaksi dari penikmat produk ini. Jika postingan di media sosial direspon dengan komentar yang berisi dukungan, hujatan ataupun dibagikan lanjutan maka klarifikasi atau respon tentu bisa dengan tulisan ucapan terima kasih ataupun emoticon yang bisa mewakili suasana kebathinan kita.

Begitupun dari tulisan sederhanaku dan juga postingan di youtube, tiktok, instagram dan beberapa minggu ini adalah facebook. Untuk produk diluar tulisan sih cenderungnya adalah komentar saja yang harus direspon, kecuali jika warningnya adalah urusan copyright, tidak ada ampun harus takedown saja daripada menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Sementara untuk tulisan yang dimuat di websiteku ini respon yang ada masih terbatas dan mayoritas adalah jempol atau like dan beberapa komentar dukungan saja. Kecuali tadi pagi, ternyata ada pesan whatsapps yang masuk dan merespon tulisanku kemarin yaitu KULINER ACEH DI MEDAN.

Pesannya adalah ingin kejelasan dari tulisan itu dengan mengacu kepada rumus 5W1H tapi pada pilihan Where- nya saja. Dimana tempat ngopi acehnya, apa nama (what) cafenya dan bagaimana (How) suasananya. Karena ternyata beliau adalah orang medan yang merantau bersekolah serta bertugas di Jawa Barat. Pantas saja penasaran.

Maka demi transparansi dan konsekuensi dari sebuah produk tulisan yang sudah dibuat, tulisan inilah sebagai jawabannya. Sebagai disclaimernya, penulis nggak di-endorse sama Cafe ini, tapi tidak masalah karena mempromosikan cafe yang memiliki menu makanan dan minuman nusantara ini.

Nama cafenya adalah SULTHAN COFFEE yang terletak di Jalan Amaliun No.26 Kota Matsum IV Kecamatan Medan Area Kota Medan Provinsi Sumatera Utara Kodepos 20211. Kami datang ke lokasi malam hari sekitar pukul 19.00 wib dan tidak terlalu lama karena mengejar acara pembukaan Rakornas di tempat yang berbeda.

Terkait dengan suasana cafe Sulthan coffee ini  cukup nyaman dengan hamparan meja kursi dan bisa di setting memanjang untuk kongkow dalam jumlah banyak ataupun per meja saja. Lalu ada juga di lantai atas, tentu harus mrnaiki tangga dulu lalu betsua dengan meja kursi bernuansa warna orange serta dilengkapi beberapa kipas angin yang berputar kencang untuk melawan hawa panas yang cukup menantang.

Diriku memilih posisi duduk dilantai atas karena leluasa menikmati suasana dan pemandangan dari sang barista dan koki yang begitu sigap membuat sajian makanan dan minuman. Menu bervariasi tapi tidak sempat baca rinci karena waktu yang terbatas, yang penting mencoba kopi aceh dan mie aceh.

Lalu bagi perokok semua posisi aman, karena kanan kiri langsung dengan alam terbuka sehingga bisa menyulut dan menikmati rokoknya di berbagai lokasi. Tinggal kepeduliannya saja manakala ada pengunjung lain yang tidak merokok, tentu diharapkan tepo salironya.

Oke itu saja penjelasan singkatnya ya, semoga bermanfaat. Wassalam (AKW).

KULINER ACEH DI MEDAN

Menikmati Kuliner Khas Aceh tapi di Kota Medan. Kopi Aceh & Mie Aceh.

MEDAN, akwnulis.com. Segelas kopi hitam sudah hadir di hadapan, ditemani kepulan asapnya yang menggugah selera menandakan bahwa pilihan kopi panas seduh ini memang benar – benar panas. Jadi jangan terburu – burulah untuk meminumnya. Karena ketidaksabaran bisa  berakibat rongga mulut terkelupas atau bahasa sundanya momod, kalau nggak salah.

Jadi tarik nafaslah sejenak sambil melihat situasi yang ada. Jangan terlalu fokus pada satu hal saja, atau sajian kopinya saja. Tetapi banyak detail lain yang harus kita tafakuri dan disyukuri. Coba dongakkan kepala, lihat berkeliling. Bisa juga berdiri dan berjalan mondar mandir untuk melihat suasana sekitarnya yang dipastikan memiliki cerita. Cobalah….

Pertama tentu kopinya sesuai pesanan adalah Kopi Aceh, maka sudah jelas masuk ke restoran atau kedainyapun yang jelas – jelas ada acehnya. Meskipun tidak sempat bertanya banyak sama pelayannnya tetapi dari pernak pernik, daftar menu hingga peralatan membuat kopinya, jelas Aceh banget. Dikuatkan oleh Bang Angga Rujak yang menemani perngopian kali ini serta Teh Otit yang sangat bersemangat dalam perjalanan kuliner dimanapun beredar.

Kedua tentu selain asal muasal biji kopinya adalah cara pembuatannya yang menggunakan selarik kain panjang sebagai saringan dan dilakukan berulang – ulang tanpa tumpah padahal cairan kopinya terbang kesana kemari dalam prosesnya. Sehingga akhirnya dituangkan di gelas menjadi sajian kopi panas tanpa ampas yanv sudah hadir di mejaku ini.

Memang saking terpesonanya sehingga lupa tak bertanya tentang kehadiran gula. Akibatnya gula sudah tercampur meskipun sebagian masih tersisa di dasar gelas. Ya sudahlah, ini kita pandang sebagai keberagaman kuliner indonesia yang merupakan perekat persaudaraan melalui jalur gastronomi nusantara.

Lalu dari sisi tempatpun menjadi unik, karena antara nama kopi dan lokasi berbeda meskipun di peta sih berbatasan tapi kalau naik kereta (sebutan bagi sepeda motor di kota medan) maka perlu waktu 12 jam 22 menit dengan jarak 567 kilometer untuk tiba di Banda Aceh. Maka berbahagialah bisa menikmati Kopi Aceh di Kota Medan ini, Alhamdulillahirobbil alamin.

Dimensi lain yang harus disyukuri adalah siapa yang menemani ngopi. Itu juga menarik karena bisa menjadi jalinan cerita lainnya. Seperti kali ini, secara kebetulan di kereta bandara berjumpa dengan Teh Otit yang ratu kuliner dinas luar maka jadwal segera disusun untuk kulineran tanpa mengganggu agenda meeting yang sudah terjadwalkan. Ditambah dengan GPS atau Gunakan Penduduk Sekitar yakni pemandu lokal asli medan Bang Angga Rujak, seorang pedagang rujak keliling yang alih profesi menjadi pemandu kuliner sekaligus guru yang berpengalaman dalam mendulang uang di media sosial. Sehingga diskusi sambil ngopi kali ini begitu berarti.


Selanjutnya adalah siapa baristanya, kalau sempat didekati, diajak bicara dan minta ijin divideo. Tapi kalau memang super sibuk, ya sudab kita perhatikan saja dari jauh teknik – teknik pembuatan minumannya sehingga bahan tulisan tetap terjaga untuk menangkap momen terbaiknya.

Oh iya, jika punya waktu luang. Dokumentasikan sekeliling reatoran atau cafe atau kedai yang sedang kita datangi. Ambil photo dan video secukupnya, jangan lupa jika ternyata ada beberapa orang yang akan tervideo oleh kamera kita, tidak ada salahnya mohon ijin dan permisi.

Selamat malam bapak dan ibu, apakah berkenan jika saya dokumentasikan dan besok lusa menjadi konten di media sosial kami.?

Maka jawaban selama ini adalah anggukan dan tanda setuju. Apalagi bagi pihak rumah makan atau cafe yang bersangkutan, bisa membantu memarketingkan tanpa perlu biaya tambahan. Bagi tamu yang terekam videopun seiring perkembangan jaman tentu meng-iya-kan dan biasanya akan bertanya media sosial apa yang digunakan. Tentu jawaban singkatnya adalah youtube, tiktok, facebook dan twitter. Lalu bertukar alamat medsos, rekam dan akhirnya kembali ke rutinitas masing – masing.

Terakhir adalah rasa, ini juga sangat penting karena sugestisitas dan rasa personal sangat tinggi. Jadi jangan terpengaruh dengan pendapat orang tetapi yakinkan keberfungsian lidah dan mulut kita, itulah yang dituangkan dalam tulisan. Seperti saat ini, sruputan perdana disambut rasa kopi yang kuat tanpa ada acidity berarti biji kopinya cenderung robusta. Hanya saja tidak bisa eksplore lebih lanjut karena ada gula diantara kita. Jadi tarik nafaslah sejenak dan nikmati banyak hal dari suasana meminum kopi aceh kali ini.

Sebagai penutup kuliner malam ini, sajian mie aceh versi kota medan ini melengkapi kekenyangan ini. Sehingga disaat dilanjutkan untuk hadir pada acara Rakornas Pengawasan tidak ada lagi suara perut yang kelaparan dan bisa serius mengikuti rangkaian kegiatan. Selamat malam, selamat bertugas. Wassalam (AKW).

COKOR SAPI UING

Ulah ngelay nya….

CiHANJUANG, akwnulis.com. Lain hayang ngabibita ieu mah, tapi ngan saukur hayang nyarita. Nu kabita nya wayahna, nu henteu nya teu nanaon, “Aman pan?”

Dua poè katukang kajadiannana mah. Sabot guntreng gempungan di rohangan sabeulah, aya nu nguliwed asup ka rohangan uing, kana mèja paranti gawè, mèja leutik nu camperenik, teuing rèk naon.

Rèngsè gempungan, balik ke rohangan. Gebeg tèh, dina mèja nu pinuh ku kertas jeung map, ayeuna bersih diganti ku mangkok bodas eusi cokor sapi nu ngebul kènèh. Kaciri dina tengah tulangna aya nu elok elokan, sumsumna. “Uluh matak kabita”

Tapi naha ukur cokorna wungkul, euweuh baturna?” Hatè norowèco bari mikir saha kira-kira nu mèrè ieu hakaneun… èh tuangeun.

Mang ulah waka didahar, emih jeung basona tinggaleun” Sora bèntès ti rohangan sabeulah, sora Si Uhe.

Nuhun euy, enyoy kieu sumsumna gè. Loba deui”

Lain ti Uing èta mah, ti Guru Adang, ti tukang” Jang Uhè ngawalon.

Alhamdulillah infona euy” Uing mairan bari tikoro geus teu kuat nungguan emih jeung baso keur ngabaturan ieu cokor rèk di èkskusi.

Sabot nungguan, inget kana jaman ayeuna. Mèdia sosial tèa, kudu èksis ceunah. Teu antaparah deui, hapè dicekel… èh mangkok eusi cokor sapi di usar èsèr, tuluy dikècèng ku kamèra hapè, kudu dijeprèt cing alus jeung alami alias poto natural.

Cetrèk.
Cetrèk.

Belenyèh seuri sorangan, cokor sapi pindah rupa jadi gambar dina hapè. Dokumentasi pribadi nu isuk pagèto bisa kakoncara, sabab di-upload kana mèdsos, susuganan loba nu resepeun.

Tuluy kapikir susuganan bisa asup kana aplikasi poto luar naggrèg èh luar nagari nu salila ieu taliti jeung loba aturan mun urang hayang ngirim photo urang dina aplikasi manehna. Diantarana aya ‘gettyimage‘ jeung ‘shutterstock contributor.’

Geus ah tong loba mikir. Ayeuna waktuna èksekusi sabab emih, baso, kikil jeung togèna geus sayagi ditambahan ku sambelna, cuka, kecap jeung jeruk purut meunang meulah, seungit pisan gan. Pas dihijikeun, èh mangkokna dideukeutkan, disada, “Ieu tèh Mie kocok.”

Uing unggeuk bari rada kerung, panasaran naha ngaranna mie kocok, padahal asa teu dikocok-kocok, ukur dicampurkeun. Geuningan proses awalna dina lebet wadah tina logam nu eusina cipanas kuah gajih tulang sapi, èta tèh kikil, emih, toge dikocok-kocok heula nganggè gagang bolong parantina, kitu saur detikjabar.com tèh. Kahartos ogè ayeuna mah. Nu matak reueus ieu tèh tuangan nungturun sabaraha generasi tur istuning asli kulinèr bandung sanaos seueur nu icalannana di wewengkon jawa barat.

Euleuh ngadongèng waè, hawatos ieu sumsumna ngadagleg. Margi nuang mie kocok mah balap sareng waktos, diantep mah janten kirang raos margi gajihna ngadagleg. Kedah nuju panas supados pas nuangna, “Teu percanten?.. cobian geura.”

Alhamdulillah, teu peryogi waktos lami. Cokor sapi tengahna di kucuran kuah panas, colok nganggemè sumpit. Tonggèngkeun kana mangkok, burusut sumsum ngagulusur gabung sareng emih, togè tur kikil nu ngantosan dina mangkok. Disendokan, suruput, peureum benta lur.

Keur anteng tur rampus nuang mie kocok, karaos punduk asa ranteng, boa – boa cicirèn kolesterol naèk. Duh palaur, langsung wè digancangkeun ngadahar mie kocokna. Teu hilap cokor nu luarna digorogotan sabab nyèsa kènèh kulit jeung gajihna. Ngan kudu ati – ati bisi lain kulitna nu lèsot tapi huntu anu naplok.

Tah kitu geuning dongèngna tèh.

Hatur nuhun Guru Adang.

Sakali deui, ieu mah sanès ngabibita namung hoyong ngabagi carita. Cag. Wassalam (AKW).

MENULISLAH SELALU

Menulis lagi yuk….

CIMAHI, akwnulis.com. Terkadang menulis sesuatu itu terhenti karena sebuah sebab atau malah lebih sering terhenti tanpa sebab. Seolah begitu buntu ide yang ada di kepala untuk dituangkan menjadi lanjutan kalimat yang penuh dengan kata bermakna. Begitupun saat ini, sesaat terdiam sambil memandangi segelas kopi yang tersaji dingin karena sebuah bola es batu menemaninya di gelas kaca.

Maka sesuai dengan protap atau prosedur tetap yang dimiliki, lakukan sesuatu agar penulisan ini terus melaju. Sebagaimana trik yang pernah disampaikan kepada teman – teman di beberapa pertemuan yang lalu. Cara terbaik diriku jika buntu dalam menulis adalah tuliskan kebuntuan itu karena apa, siapa, mengapa dan bagaimana.

Sebagai penguat motivasi maka lihatlah di kanan bawah sedikit di blog kita ada penanggalan yang menjadi penanda apakah kita menulis atau tidak. Di bulan september yang lalu ada 10 tulisan yang tersaji. Tentu tulisan random yang tertuang dalam berbagai kondisi, yang pasti ada cerita kopi dan cerita berbahasa sunda dalam format fiksimini. Ditambah beberapa cerita urban legend yang cukup meninggikan bulu kuduk meskipun berusaha diceritakan dengan suasana biasa. Tapi kembali kepada para pembaca tentang rasa penasaran, takut atau biasa saja.

Sementara lihat kalender bulan oktober masih sangat minim tulisan, inilah saatnya melengkapinya dengan rangkaian kata yang hadir dari tarian jemari khususnya kedua jempol ini. Tring… maka tulislah semuanya dan menjadi tulisan.

Sementara muncul alasan tentang ketertundaan menulis di minggu ini karena lebih berkonsentrasi dengan tugas – tugas yang bejibun eh begitu menumpuk ditambah dengan lebih menikmati ‘memancing‘ perhatian netizen youtube agar menjadi subsriber baru melalui tayangan under 60 detik di video short yang ternyata dengan algoritmanya menjadi suasana seperti memancing ikan di kolam deras. Ada waktu – waktu tertentu yang bisa mendulang penonton dan nambah pengikut, tapi disaat yang berbeda ternyata zonk. Mengasyikan juga kawan. Belajar ikhlas dengan dimensi yang berbeda, manakala perkiraan keberhasilan ternyata berbanding terbalik dengan hasil.

Namun tentu kembali kepada kita, itu adalah hiburan semata sebagai penyeimbang saja dalam rutinitas kehidupan sehari-hari. Selamat menikmati dan mensyukuri hari – hari kita. Wassalam (AKW).

KOPI KELAPA LEMON RAJA MANGKUNEGARAN.

Menikmati Kopi seperti raja solo di masa silam.

SURAKARTA, akwnulis.com. Perjalanan menikmati kopi dalam berbagai kesempatan yang sudah tertuang dalam blog ini ternyata sudah berhitung tahunan dengan segala dinamika, warna, suasana, tempat, baristanya semakin melengkapi sebuah warisan diri yang tertuang dalam jalinan kata serta dilengkapi poto pendukung yang menjadi penegas dari semua jalinan cerita.

Seiring waktu ternyata kesempatan menikmati kopi hitam tanpa gula ini terus bergulir dan terbuka. Jadi jika sebagian kawan berpendapat bahwa kemanapun harus bisa bersua dan ngopi kohitala. Kenyataannya tidak begitu. Menikmati kopi ini lebih kepada mengikuti aliran takdir saja, tidak memaksakan dimanapun harus ngopi tapi disaat memang mendapat pengalaman baru tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kopi maka sajikanlah dalam tulisan atau dokumentasi video melalui channel youtube kesayangan.

Nah yang menariknya adalah kemanapun bergerak dan menjelajahi bumi ini, baik dengan judul kedinasan ataupun keperluan keluarga dan juga urusan pribadi, ternyata kesempatan bertemu kopi dalam aneka bentuknya itu seolah sudah diarahkan alami. Meminjam istilah Prof Johannes Surya adalah ‘MESTAKUNG‘ yaitu seMESTA menduKUNG.

Maka semangat konsistensi menulis dan membuat video youtube dipertahankan meskipun tentu dilakukan di waktu luang dan berusaha untuk tidak mengambil jam dinas ataupun jam bercengkerama dengan keluarga.

Pada tulisan kali inipun tidak mengkhususkan ingin menikmati kopi di tempat yang spesial, tetapi kenyataannya memang itu yang terbuka di depan mata. Maka bersyukurlah, jalani, nikmati dan tulis sesuai dengan kata hati.

Tulisan kali ini adalah MENIKMATI KOPI DI TEMPAT MAKAN SANG RAJA. Wuih mantaabs khan?….

Jadi tulisan ini hadir setelah menikmati makan dan minum di tempat para raja – raja Surakarta di masa lalu tepatnya di Pura Mangkunegaran Surakarta. Salah satu yang dipilih tentu yang ada kopinya, itu lagi itu lagi. Ya gepepe atuh, khan setiap orang berhak menulis sesuatu dengan berpegang pada prinsip konsistensi tema serta keberlanjutan. Jadi wajar kalau menulis lebih menyoroti tentang sajian kopi ataupun yang berkopi.

Tempatnya berada di dalam komplek kerajaan Pura Mangkunegaran Kota Surakarta, nama restorannya adalah PRACIMA TN MANGKUNEGARAN. Restoran ini menjadi sangat spesial karena menyajikan originalitas baik sajian menu makanan dan minuman serta suasana masa lalu plus yang menarik adalah menjaga tatakrama keraton yang begitu ketat aturan. Semua itu dibalut dengan manajemen modern yang terbuka dengan mengawinkan teknologi dan kemajuan media sosial dengan nilai masa lalu yang memiliki kekhususan.

Jadi yang kepo dan ingin tahu tentang restoran ini tinggal buka instagram, searching ‘Pracima’ lalu klik link untuk info pemesanan dan interaksi awal langsung terjadi. Menariknya adalah pembatasan pengunjung yang akan masuk ke restoran dengan dibagi jam masuk plus pembatasan maksimal 90 menit berada di restorannya serta standar pakaian yang digunakanpun spesifik seperti tidak bercelana atau rok pendek, tidak menggunakan sandal serta tidak menggunakan batik motif tertentu.

Kondisi riilnya yang dilihat langsung oleh penulis adalah sebuah kompromi tapi adab tetap dipegang. Pada saat pengunjung termasuk anak-anak bercelana pendek maka diwajibkan menggunakan kain agar menutupi bagian kaki, tanpa kecuali. Jadi bukan berarti yang rok mini serta merta ditolak. Sementara untuk yang langsung datang tanpa reservasi disarankan JANGAN. Karena pasti ditolak. Pertimbangan pengelola sederhana, restorannya memiliki kapasitas tertentu dan itu sudah sesuai dengan pesanan secara online.


Eh kok jadi membahas urusan restorannya ya?”
“Ya nggak apa-apa, karena pada akhirnya sajian kopi adalah bagian penting dalam prosesi makan minum ini.

Pada saat menu tersaji, pilihan kopinya sedehana sekali. Yakni americano, cappucino dan cafelatte. Sebuah pilihan yang agak menyesakkan bagi pecinta manual brew karena jelas eksplorasi terhadap biji kopi akan terlumat oleh mesin kopi dan akan hadir sajian kopi yang super mirip dengan sajian kopi ditempat lainnya. Maka diskusi terjadi, lalu ada penawaran kopi kelapa lemon. Lupa nama di menunya. Pokoknya campuran kopi, air kelapa dan lemon.

Wah ini menarik. Pesan satu ditambah dengan menu minuman asli yang tercantum adalah PARE ANOM, yaitu sajian minuman perasan jeruk baby dan jeruk lemon, syrup dan kolang-kaling yang tersaji dingin serta dihias dengan sate kolang-kaling diatasnya.

Sajian kopi kelapa lemon dinginnya begitu menyegarkan. Rasa kopi tetap hadir meskipun terbatas ditemani manis alami dari air kelapa muda plus asamnya lemon melengkapi nikmatnya suasana serasa menjadi raja penguasa keraton yang sedang menikmati makan sore bersama kolega atau keluarga. Makanan utamanya adalah PITIK GORENG JANGKEP dan sebagai pembuka dipilih SELADA TOMAT KALIYAN KEJU serta ditutup dengan minuman PARE ANOM yang segar dan ceria.

Tuntas sudah menjadi eh merasakan suasana makan minum raja Pura Mangkunegaran selama 90 menit direstoran. Dilanjutkan mengabadikan taman pracima yang luar biasa. Air mancur warna warni, gedung restoran pracima yang bertabur cahaya serta gazebo pembuka yang juga tak kalah mengesankan telah memberi nilai lebih dari pengalam ngopi di kota solo ini. Selamat menghadapi tugas bekerja di esok hari, senin pagi. Wassalam (AKW).

NGOPI, BANDROS & GEDUNG NEGARA

Sruput kopi di Kota penge-TAHU-an.

SUMEDANG. akwnulis.com. Disaat perut mulai keroncongan maka disitulah mata segera beredar dan otomatis kepala bergerak celingukan atau menoleh ke kanan dan ke kiri secara perlahan untuk mencari sasaran yaitu pedagang makanan yang tepat untuk menghentikan nyanyian perut yang kian menggila.

Apalagi sudah ada rencana untuk menikmati sajian kopi manual brew yang sengaja  dibuat sendiri dan dibawa dari rumah karena khawatir di tempat tujuan akan kesulitan mencari kopi manual yang diseduh dengan filter V60. Kalau bekal khan aman ya friend, tinggal cari titik lokasi yang tepat, buka kopi yang dibawa dan bersiap diambil gambarnya oleh seseorang yang baik hati membantu. Tapi jika tidak ada maka berswaphoto saja, tinggal paskan saja gambarnya. Cetrek, selesai.

Disaat mata beredar mencari pedagang, pandangan tertuju pada monumen Lingga yang berada tepat di tengah alun-alun Kota Sumedang. Bergeser sedikit memandang ke arah kiri terlihat mesjid agung sumedang yang penuh nilai sejarah. Nah diantara monumen dan mesjid agung itulah terlihat berkumpul orang – orang dengan berbagai aktifitas. Diyakini disitu pasti ada pedagang makanan. Tinggal makanan atau jajanan apa yang akan dipilih.

Maka sekarang kedua kaki bergerak melangkah menuju satu posisi pedagang yang sedang sibuk mengolah dagangannya. Pilihannya langsung jatuh pada pedagang bandros.

Temen temen tahu tentang bandros khan?”

Tahuuu!!”
“Eh bandross”

Bandros adalah kue tradisional khas sunda yang terbuat dari campuran tepung beras, daun suji, santan dan kelapa parut sehingga rasa original yang dihasilkan adalah asin gurih. Ada juga varian dengan taburan gula pasir, tapi penulis lebih senang dengan bandros rasa original.

Tanpa banyak basa-basi segera meminta bandros tersebut, lalu pedagangnya memberikannya dengan bonus kantung kresek. Tak lupa 1 lembar 20 ribuan diserahkan kepada mamang pedagangnya. Mamang pedagang dan penulispun tersenyum, sebuah senyuman pagi yang penuh keakraban.

Maka sarapan pagi segera dilakoni dan bandros sekantong kresek ludes hanya bersisa kertas sebagai alasnya saja. Mungkinkah ini yang disebut kelaparan atau memang kemaruk hehehehe.

Barulah setelah selesai prosesi sarapan pagi dengan bandrosi dimulailah agenda ngopi dengan 2 tempat yang berbeda.

Pertama adalah didekat monumen Lingga yang berada tepat di tengah – tengah alun – alun sumedang ini. Monumen Lingga adalah bangunan cagar budaya yang dibangun pada masa hindia belanda untuk mengenang jasa dari bupati sumedang Pangeran Aria Suria Atmaja (1883 – 1919). Maka segera berpose dan sruput cold brew yang latar belakangnya bangunan bersejarah ini. Cetrek.

Kedua adalah berlokasi di dekat museum prabu geusan ulun, tepatnya di depan Gedung negara Sumedang yang merupakan rumah dinas bapak Bupati Sumedang yang saat ini dijabat oleh Bapak Donny Ahmad Munir. Sebuah tempat yang kebetulan juga penulis pernah menjadi penghuni salah satu bagian dari kawasan gedung negara ini di akhir tahun 2000.

Tulisan lengkapnya tentang memori di gedung negara bisa di klik di GEDUNG NEGARA & AKU.

Maka kali ini biar teman penulis saja yang menjadi modelnya, langsung sruput kopi tapi mohon maaf jika harus minum sambil berdiri. Mohon maklum buru – buru karena ternyata sang waktu tak bisa kompromi dengan janji. Sruput sruput cetrek langsung pergi. Selamat hari jumat pagi. Wassalam (AKW).

Cerita KOPI + LEMON + gula

Kumpulan pengalaman rasa kohitala ditambah lemon dan ups… gula.

CIMAHI, akwnulis.com. Sebuah penamaan dari produk yang dijual memiliki berbagai nama yang berbeda padahal bahan dasarnya sama atau relatif mirip dan identik. Tapi itulah sebuah makna kreatifitas dan hak dari sang pembuat atau peracik atau bisa juga owner dari sebuah usaha yang menghasilkan suatu produk. Tidak jauh – jauh diskusi perbedaan nama ini tentu berhubungan dengan sajian kopi atau tepatnya varian kopi yang bermacam-macam sebutan padahal itu – itu juga.

Dalam tulisan kali ini tentu berusaha menghadirkan kenyataan yang dirasakan oleh penulis dari sajian produk varian kopi yang ada. Jadi level enak atau rasa segar mungkin berbeda bagi setiap individu, tapi itulah hak penulis untuk menceritakan apa adanya. Kali ini adalah produk varian kopi yang disajikan dingin dengan campuran lemon dan ternyata tetap butuh sentuhan sirup gula meskipun hanya setetes dua tetes tapi ternyata memang itu resepnya. Ini dia  tulisannya, silahkan :

1. Lemcoff
Pertemuan pertama dengan sajian lemcoff ini sudah sekitar 1 tahun lalu tepatnya di bulan maret 2022 dimana seorang kawan memesan pada saat meeting di sebuah cafe di Cimahi selatan yaitu Cafe OTUTU. Sajiannya simpel dan memang tersaji dingin dengan mengunakan es batu dan jelas hasil kocokan antara espresso tambah lemon serta sirup gula. Rasanya menyegarkan, pahitnya tertutupi rasa manis asam segar dari lemon. Tapi buatku memang terlalu manis karena memang standarnya kopi hitam tanpa gula (kohitala) saja yaitu manual brew V60 dengan beannya adalah arabica manglayang.

Lemcoff ini adalah singkatan dari Lemon dan coffee, gulanya nggak disebut tapi tetap melengkapi sajian kopi dingin ini. Ini tulisanku di awal tahun 2022, MENIKMATI LEMCOFF.

2. Sparkling lemon coffee
Nah yang kedua adalah sebuah sajian kopi dengan lemon dan sirup gula plus soda jikalau menilik namanya. Tetapi hasil koordinasi dan lobi dengan sang barista maka opsi soda bisa dihilangkan. Ternyata tidak menghilangkan kenikmatan yang ada, apalagi 3 helai daun mint menyempurnakan sajian lemon kopi kali ini.

Sparkling lemon coffee ini ditemukan di sebuah cafe kopi di daerah kuningan kota tepatnya di jalan Cijoho dengan nama cafenya adalah DOMO coffee. Sebuah nama dari basa jepang yang artinya rumah.

Urusan rasanya menyegarkan dan jelas cukup manis karena menggunakan sirup gula, dan lebih aman ke lambung karena tanpa soda. Sebab soda tidak bisa membersihkan dosa.

3. Es Komon
Nah yang ketiga adalah sajian kopi lemon di salah satu cafe di Kota Cimahi tepatnya di BIABY COFFEE. diberi nama Komon adalah singkatan juga yaitu dari Kopi lemon hehehehe, sama aja ternyata artinya.

Opsi sajiannya ada yang kopi dan lemon tambah sirup gula dan ada yang ditambah sirup leci. Tapi bisa juga order tanpa sirup gula, maka yang hadir adalah kopi dingin yang pahit dan asem tapi tetap menyegarkan karena disajikan dalam kondisi dingin.

4. Lemonade Coldbrew
Sajian kopi dan lemon yang keempat adalah lemonade coldbrew yang dikemas dengan botol dan tutupnya yang unik tentu dengan rasa yang menyegarkan tetapi tetap tidak lepas dari sirup gula meskipun dalam takaran terbatas. Termasuk nuga sudah dibuat dengan kemasan baru yaitu kemasan kaleng yang praktis. Tetapi penulis lebih suka dengan model botol yang bertutup khas dengan ikatan tali rami sebagai pengencang tutupnya.

Lemonade coldbrew ini adalah andalan dari sebuah cafe brnuansa hitam dan gelap di daerah ruko pancawarna Kotabaru Parahyangan yaitu Cafe KUROCOFFEE. Kuro coffee sendiri berasal dari bahasa jepang yang artinya kuro itu hitam jadi kuro koffie adalah kopi hitam.

Terdapat juga pilihan yaitu espresso dan lemon tambah gula di kocok semangat dengan berjugling lalu disajikan di gelas kaca sungguh enak juga rasanya. Namanya lupa euy, tapi yang pasti jangan banyak – banyak karena ada unsur gulanya.

5. Mandarin Americano
Berbeda juga nama sanian kopi dan lemon di Cafe Jurnal Risa jalan Braga Bandung. Ini jeruknya memggunakan jeruk mandarin campurannya ditambah irisan jeruk mandarin yang dibakar dan diletakkan diatas kopi jeruknya.

Rasanya menyegarkan dan tentu menyenangkan. Apalagi bosa menikmati lalu lalang orang yang bergerak di sekitar jalan braga kota bandung dengan segala aktifitasnya, bisa menerbitka inspirasi dan kesempatan untuk menumpabkan ekspresi.

6. Red Sparrow
Nah kalau ini adalah penamaan bagi kopi lemon dari sebuah cafe yang lagi happening di Cimahi Selatan yaitu INARA Coffee. Lokasinya agak tersembunyi tapi cukup ramai karena tempatnya nyaman dan parkir kendaraan yang memadai.

Hadir di tempat ini bersama ibu negara dan anak semata wayang untuk menikmati kebersamaan di hari libur sekaligus menikmati sajian manual brew V60nya dengan beannya arabica puntang. Nah sebagai pengeimbang maka dipesanlah kopi lemon dengan nama lucu ini. Srupuut.

Begitulah kawan – kawan tulisan singkatku tentang kohitala yang harus berdamai dengan berteman sama lemon dan gula, ternyata menciptakan aneka nama dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Perbedaan itu wajar namun yang pasti rasa pahit dan asam adalah kombinasi hakiki dari sajian ini. Mari kembali ke konsepsi kopi hitam tanpa gula dan menjalani kehidupan dengan ceria. Selamat menikmati, Wassalam (AKW).