Berlanjut bergerak menjaga silaturahmi agar terus terajut.
CIMAHI, akwnulis.com. Disaat tuntas shalat Ied di kampung halaman tempat kelahiran, maka waktu terbatas dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk bersua dan bersilaturahmi dengan saudara, kawan dan handai taulan.
“Kok waktunya terbatas?”..
” Karena besok, sang istri harus bertugas sebagaimana tugas profesinya di bidang medis”
“Oohh….. gituu”
Maka sore harinya, kembali bergerak dan duduk dibalik kemudi. Meninggalkan kampung halaman menuju rumah tinggal selama ini.
***
Esok harinya, tugas menjaga anak semata wayang sebagai ‘bapak rumah tangga 1 hari’ mulai berlaku. Karena istri harus berdinas dulu… eh nggak satu hari, setengah hari saja.
Untungnya ada pembantu, sehingga tidak terlalu berat urusan dalam negeri eh… dalam rumah, yang perlu difahami bahwa urusan domestik perlu sekali-kali dirasakan dan dijalani… jaim jaan(jaga imah jaga anak)…..
Lalu….. preparing to go again.
“lha moo kemana lagi?….”
Bersiap meluncur ke Kuningan nanti sore setelah Istri tuntas ber-piket hari ini… cemunggutttt… Eaaa.
***
Pukul 14.00 wib, dengan packing super kilat maka kami bertiga sudah bergerak meninggalkan rumah (lagi) menuju Kuningan…. Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (..musti jelas, ntar disangka ke Kuningan Jakarta, beda banget tuch)….
……….
“Kok ceritanya nggak tuntas?”… (selow mas bro, musti jadi pilot dulu nich… ntar udah agak santai… dilanjut nulisnya yaaw).
GUNUNGHALU, akwnulis.com. Usai shalat Idul Fitri berlanjut musafahah (bersalam-salaman), bibir terus tersungging dan harapan bersua serta silaturahmi bersama saudara, handai taulan, kawan, tetangga dan sahabat sepermainan menjadi sebuah semangat yang memberi makna mendalam.
Shalat Sunat (muakad) Iedul fitri di Mesjid Alkahfi menerbangkan kenangan yang jauh di masa silam. 30 tahun lalu, dikala usia belia, mesjid ini adalah tempat bermain, bermain dan bermain sekaligus tempat menuntut ilmu agama, pondasi pemahaman agama yang menyelamatkan diri ini di kala dewasa.
Tempat balapan lari ataupun balapan naik sarung yang ditarik teman lainnya, mengitari mesjid yang licin dengan lantai porselen yang baru adalah agenda menyenangkan di mesjid ini. Meskipun harus berkorban di jewer DKM dan sarung jadi bolong-bolong karena gesekan dengan lantai…. itu menyenangkan… asli.
Photo : Musyafahah starts / privdoc.
Dahulu, di halaman mesjid terdapat penampungan air berbentuk bulat, di gunakan untuk berwudhu sekaligus kolam renang gratis bagi anak-anak bandel yang rutin masuk kolam yang disebut ‘kulah‘ untuk mencari kesegaran atau jika beruntung mendapatkan beberapa ‘kijing’, kerang air tawar yang cukup besar ukurannya sebesar telapak tangan orang dewasa dan bisa dimakan dengan memasaknya terlebih dahulu.
Di kolam ini pula, aku dan beberapa kawan di rendam dini hari di hari idul fitri karena insiden takbiran misterius di tengah malam, yang penasaran monggo di klik cerita lengkapnya di ….. PENTAKBIR MISTERIUS.
Ah…. banyak sekali kenangan masa kecil yang terlintas dikala sang Khatib Ied memberikan ceramah dalam bahasa sunda yang berirama. Mesjid ini yang sekarang begitu megah dan bernama Mesjid Al Kahfi, adalah bagian masa kecilku yang penuh keceriaan, tawa, suka dan duka…. mulai paham huruf hijaiyah, belajar kitab sapinah dan jurumiyah (meskipun akhirnya nggak tuntas karena lebih banyak main di sekitar mesjid)… tapi minimal halaman-halaman awal quran dan kitab kuning menjadi pembeda dalam memahami Nur Illahi, di kemudian hari.
Akhirnya sesi ceramah tuntas dan di momentum selanjutnya, saling bersalam-salaman, menebar senyum serta jabat erat dan rangkulan bahu dikala jumpa kawan sepermainan, sepengajian yang telah berubah menjadi sosok bapak-bapak (diriku juga hehehehe), ….. ah sang waktu ternyata tak pernah mau berhenti. Hanya kenangan yang mengajak berjumpa dengan suasana masa lalu meskipun hanya bermain di tataran imajinasi.
Hari ini, bersujud di rumah-MU ya Allah, di kampung tanah kelahiran, bersama keluarga kecilku termasuk my little princes yang begitu excited disaat berjumpa pertama kali dan menikmati suasana di‘Rumah Api’ (Bantu masak di kampung Eyang)….
Sebuah kisah memasak berselubung asap di dapur tradisional milik eyang kakungnya di rumah masa kecilku.
GUNUNGHALU, akwnulis.com. Kali ini aku moo cerita ya guys… Cerita mudikku ke rumah eyang di kampung tempat kelahiran ayahku…
Perjalanan hampir 3 jam, tidak terlalu kurasakan karena lebih banyak terbuai dalam pangkuan ibunda dengan dengkur teratur yang berirama.
Tetapi pas terbangun, suasana siang sudah berganti dengan kegelapan, ternyata sudah melewati waktu magrib. Awalnya bingung lho, tapi karena ayah ibu ada bersamaku, ya sudah…. tenang sajaaaa….
Nyampe di rumah Eyang di kampung yang disebut daerah Gununghalu. Disambut pelukan hangat eyang istri dan eyang akung…. Alhamdulillah.
***
Perkenalan sama rumah api itu, pas jam 10 malem. Aku kehilangan ayah, ternyata ayah lagi mindahin lokasi parkir mobil ke tempat yg lebih strategis sesuai saran eyang.
Aku berjalan ke dapur dan ternyata eyang lagi pada masak…. woaaah langsung gabung donk, khan di rumah udah biasa masak segala macem (maksudnya main masak-masakan)…. “Eyang ikutan bantu yaaa” “Iya cantik, silahkan”…. senangnya.
Lalu Eyang memberi peralatan memasak beneran, ada cocolek, garam, gula dan piring bumbu… lalu diberi meja kursi dan dipersilakan bekerja di rumah api.
Photo : I am Binar, still working at Fire house / privdoc
Iya guys, rumah api beneeraan… ada api yang membara dan membakar kayu, lalu diatasnya ada wajan besar berisi air santai dan potongan daging serta berbagai bumbu yang diurus sama eyang kakung. Eyang putri nyiapin bumbunya lalu membuat tumis sayuran, wortel mentimun… eh acar ya?…. Sambal goreng kentang, bihun, sambal dan goreng kerupuk…. waaah ramaiii….
Di rumah api, selain hangat juga asapnya yang bikin sensasi berbeda, seolah kabut menyelimuti malam dan bau khas asap ternyata bikin suasana mudik makin terasa. Aku mah terus aja bekerja membantu eyang, dan asap yang ada tidak bikin sesak atau perih di mata…. pokoknya jadi aneh tapi menarik… beneraan lho guys.
Ayah juga jadinya ikutan nemenin, ngobrol sama eyang istri dan eyang kakung, ibu juga… jadi di saat mendekati tengah malam, suasana rumah api makin ramai dengan celotehan dan berbagai sajian makanan untuk esok hari, hari lebaran.
Oh iya guys, aku juga kangen nenek, ibunya ibuku yang kali ini jauh, karena mudik ke Kuningan. Ingin menyusul, cuma nggak tahu gimana caranya, cuman bisa berdoa dan berharap semuga ayah ibu masih punya jatah libur dan bisa nyusul ke tempat nenek….. yach sementara rumah api menjadi penghiburku dulu…. Kemoon, masak lagiiii.
***
Catatan Binar, 030619.
***
*)Rumah api : Dapur di kampung, dimana proses memasaknya menggunakan kayu bakar, dalam bahasa sunda disebut ‘hawu’ dan aktifitas menghangatkan badan sambil cingogo/jongkok didepannya disebut ‘siduru’.
*)fikmin : fiksimini, sebuah genre penulisan fiksi singkat berbahasa sunda.
Fikmin # Jikan Anyar #
Haté guligah nyanghareupan isukan, wegah tapi panasaran.
“Kumaha Mang, geus siap lahir bathin?” Mang Badri nanya.
“Nyaéta mang, lahir mah geus sayagi ngan bathin masih palaur, can panceg”
“Maksadna kumaha?”
Uing ngadeukeutan Mang Badri, tuluy ngaharéwos. Mang Badri seuri tuluy unggut-unggutan.
“Engké dibéré ubarna ku amang” kitu ceunah, bari nepakan tonggong.
***
Alhamdulillah akad nikah tur walimahan lancar teu aya halangan harungan. Aya kétang sautak saetik urusan kurang lalawuh jeung pahili bésék.
Peutingna nu hariwang, sieun teu nyugemakeun. Maklum ari calon jikan parawan tingting belekesentreng, ari Uing mah durian, duda ripuh anjrxxt. “Duh sieun teu mampuh.”
“Hayu atuh Kang…” Soanten halimpu dina puhu ceuli, dilieuk téh jikan tos polos sapuratina.
Bati olohok wé teu ngiceup-ngiceup, ningal pinareup nu matak sieup. Deg!.. bumi alam oyag, geutih dina awak ngadadak lancar ngagolak. Gabrug… les poèk.
Bulan madu di rumah sakit, dibaturan mesin EKG jeung jikan anyar. Duh.
Rumah keluarga yang elegan dengan nuansa putih penuh ketentraman.
Photo : Rumah Putih tampak depan / dokpri
CIMAHI, akwnulis.com. Rumah satu lantai bernuansa putih yang elegan, dengan luas bangunan 152 meter persegi. Terletak di Komplek Perumahan Aneka Bakti, Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan.
Akses dari jalan raya Sadarmanah – Cibeber berjarak 150 meter. Kendaraan umum angkutan kota tinggal berhenti di gerbang komplek dan berjalan kaki sedikit.
Parkir kendaraan 1 buah KR4 dan terlindung dengan atap kanopi baru policarbonat.
Kamar tidur 3 buah + 1 kamar pembantu di lt2 dan kamar mandi 2 buah.
Meja makan dengan 3 kursi,
Kasur spring bed ukuran king size,
Lemari baju 1.
Photo : Ruang tengah yang lapang dan dapur / dokpri.
Didepan pintu masuk terdapat Kolam ikan hias dibawah teras depan dan dapat dilihat langsung karena menggunakan kaca tebal.
Air bersih, bagus, bersumber dari air PDAM dan Sumur Bor dan dilengkapi filter penjernih dengan 2 buah torn.
Listrik 1200 watt menggunakan akan token.
Lampu ruang utama dengan downlite + lampu hias.
Photo : Kamar Depan / dokpri.
Jalan depan rumah lebar 5 meter, leluasa jika perewis/berpapasan.
Keamanan 24 jam dengan portal dan satpam.
Mesjid dekat sekitar 200 meter.
TASIKMALAYA, akwnulis.com. Jikalau biasanya sudah tersemat di alam bawah sadar bahwasanya menikmati bubur Jaenal dan baso Laksana adalah sebuah kewajiban di kala beredar di kota tasikmalaya. Maka sekarang pola pikir alam bawah sadar itu masih sama mulai bergeser dengan hadirnya semangat ngopay yang terus menggelora.
Tapi tetep jikalau kesempatannya ada dan my stomach masih kuat menampung sajian makanan di tembolok kanan kiri depan belakang maka tentu tetap didatangi, dipesan, dimakan dan dinikmati…. abis enakk seeeh.
Jadi, semangkok besar bubur jaenal yang legendaris tetap mendapatkan tempat di perut serta kenangan manis, nggak bakal ditolak klo ada yang ngajak sekaligus nraktir, apalagi di bulan ramadhan, pahala nraktirnya berlipat-lipat, dengan syarat niatnya benar dan tidak pamer yang menjurus ke ujub riya.
“Eh guys, udah tahu khan bubur jaenal?”
Photo : Bubur Zaenal 1 porsi / dokpri.
Yang menggeleng berarti kasian dech lu. Ada makanan enak legendaris yang belum dicoba. Meskipun memang terdapat dua aliran yang bertentangan, itu terjadiklo duduk disini, di daerah sekitar mesjid agung kota tasikmalaya tidak sampai berantem dan bikin kerusuhan karena semangkuk bubur, nama alirannya adalah GAB (grup aduk bubur) dan GNTAB (grup natural tanpa aduk bubur)…… kamu masuk grup mana klo ngebubur mas?
Klo kepo bin penasaran… gugling aja ya guys… keywordnya : bubur jenal kolektoran tasikmalaya.
Ngopaynya kopi Arabica Yellow Bourbon honey di Cafe OTC (orange steak culture), masih di jalan Ikik Kota tasikmalaya, deketan bangeet sama lokasi bubur janal yang dibahas tadi.
Jadi bisa ngebubur dulu lanjut ngopay atau sebaliknya, ngopay dulu baru pulang…. eh ngebuburnya kaapaan?…..
Nemuin kopi inipun random aja, ada cafe dan ada sajian kopi manual. Masuk dan tanya2 kopi bean yang ready…. banyak sih, tapi yellow bourbon honey yang recomended…
Sajian pertama adalah Arabica Yellow Bourbon honey yang diseduh manual dengan fiter v60 pada panas 89° celcius menghasilkan rasa nikmat dan keharuman memikat. Body-nya kategori bold/tebel pahitnya juga tingkat keasaman (acidity) maksimal ditambah yang unik adalah aftertastenya ada selarik rasa kola yang nyereng seperti ada semut kecil yang bergerak di bibir dalam, gagarayaman.
Dilanjutkan sajian kedua adalah versi dinginnya dan tentu menggunakan bean yang berbeda, yaitu Japanese Arabica Rancabali natural. Sang barista, Rizal mainkan bean dan air dengan perbandingan 1 : 18 pada suhun 89°celcius dan pola muter arah kanan serta di gelas server bersiap es batu menerima tetesan ekstraksi biji kopi yang penuh arti.
Photo : Japanese Arabica Rancabali Natural / dokpri.
Setelah tersaji…. srupuuut.
Tidak segalak sajian pertama, body dan aciditynya medium, sedang-sedang saja, tetapi aftertastenya muncul selarik rasa citrun, serta yang pasti menjadi pembeda rasa adalah rasa dinginnya yang menyegarkan…. sueģerr rek.
Oh iya lokasi cafenya di jalan R. Ikik Wiradikarta No.53, Tawangsari, Kec. Tawang, Tasikmalaya, Jawa Barat 46112. Selamat ngopay di Tasik mang, Wassalam(AKW).
Perjalanan memaknai kopi lintas batas wilayah kota kabupaten…. cemunguut.
Photo : Suasana pagi di Depok City / dokpri.
CIANJUR, akwnulis.com. Setelah pembatasan medsos beberapa hari lalu, maka fasting breaking medsospun disambut dengan sukacita karena om Rudiantara mencabut kembali puasa akses gunakan medsos yang sudah menjadi warna denyutan kehidupan rakyat bangsa indonesia saat ini.
Dahaga bermedsos akhirnya kembali terpenuhi dan jikalau dihitung dengan ukuran kira-kira plus rumus sekenanya, ternyata tingkatan nafsu yang paling sulit dikendalikan di bulan ramadhan penuh berkah ini adalahhhh…… nafsu bermedsos (upss maaf klo salah).
“Ah kamu mah ngawur, nggak ada haditsnya bermedsos membatalkan puasa”
“Yang membatalkan shaum itu makan minum dan bersenggama”
Sudahlah nggak usah diperdebatkan, yang pasti menahan nafsu dan mengendalikannya adalah hal WAJIB di bulan ramadhan ini, sekaligus latihan penting untuk diimplementasikan di 11 bulan selanjutnya.
Alhamdulillah sekarang bisa buka medsos lagi, ngecengin agenda para selebgram sambil tak lupa pasang status kekinian…. tuhhh khaaan… nggak kuat klo nggak ngoprek medsos barang sehari saja… kecuali dipaksa sama pemerintah 🙂 … itupun pada latah pasang VPN gratisan yang tentu miliki banyak resiko…
Pas buka IG, terlihat statusnya Taqi malik, ‘Sahur di Abu dhabi, berbuka puasa di Mesir’….. wuiih shaum lintas negara. Maka tulisan inipun musti ikutan dengan statusnya Taqi ah… supaya kekinian gaul abiiez.
Maka judulnya adalah…. ‘Sahur di Depok dan berbuka shaum di Cianjur’…. nah lintas batas negara kabupaten kota lho… batas Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, hingga akhirnya memasuki wilayah Kabupaten Cianjur…. lebih kereeen… ini melewati 4 wilayaaah. (Maaf yach klo maksa… tapi perjalanan cukup lama lho, bisa nyampe 6 jam-an).
Coba klo bandingin perjalanan dari Abu dhabi ke Mesir, klo pake Etihad airways itu cuma sekitar 4 jam perjalanan(penerbangan) menempuh jarak lurus 2624 km dengan kecepatan 700km/jam…… Sementara dari depok ke cianjur lebih lama dari itu, pake pesawat Toyota rush keluaran lawas…. kecepatan maksimal 90km/jam, sebanding khan?…. Nggak banget. Tapi itulah kondisi sekarang, sering banyak analisis perbandingan yang sebenernya nggak sebanding, tapi sudahlah….
Photo : Senja di Cianjur / dokpri.
Sahur di depok diwakili oleh sajian kopi Arabica gayo di Cafe juliet juga Noe Reborn Cafe Library yang bersua dengan si meong lucu dan seneng banget berpose dengan kopi berlatar belakang buku-buku di perpustakaannya.
Lalu setibanya di Cianjur, setelah membatali diri dengan air mineral maka dilanjutkan menikmati kopi Arabica Tangkuban parahu di AR7_coffeecorner, Alhamdulillah.
Begitulah perjalanan menikmati kopi lintas negara kabupaten kota, dari sahur hingga berbuka puasa. Selamat menikmati hari, jangan lupa ngopi. Wassalam(AKW).
DEPOK, akwnulis.com. Melangkahkan kaki di sepanjang jalan Margonda ditemani berisiknya suara mobil dan motor yang bergerombol dalam lautan kemacetan, terasa sebuah tekanan kehidupan yang musti dihadapi day by day.
Wajah-wajah lelah dibalik helm mereka, berbaur juga helm dan jaket hijau para pejuang ojol (ojeg online) mengantarkan penumpang menuju tujuan masing-masing.
Suara klakson dan bisingnya mesin menjadi musik harmoni keterpaksaan yang harus diterima dengan kepasrahan. Semoga semua sabar menjalani kehidupan.
Jalan kaki terus berlanjut, naik turun trotoar jalan Margonda yang terkadang terhalangi oleh gerobak dorong pedagang ataupun kumpulan motor pejuang ojol yang menunggu panggilan di aplikasi. Jadi berjalan di pinggir jalanpun harus hati-hati plus konsentrasi.
Photo : Ruangan Juliet Cafe / dokpri.
Tetiba di pinggir jalan sebuah bangunan putih terlihat terang benderang dan kayaknya ada sajian kopi yang mungkin saja bisa ikut mewarnai hari, khususnya malam ini di sebuah kota satelit ibukota, yakni Kota Depok meskipun hanya beredar di area terbatas jalan margonda.
Namanya Juliet cafe, masuk aja. Nuansa simpel dan elegan menyambut diri, tapi sudah tidak berfikir pilihan menu yang akan tersaji, fokusnya satu, pesen kopi.
Sesaat basa basi dengan pramusaji, akhirnya menjatuhkan pilihan pada sajian manual brew menggunakan aeropres bukan v60 (katanya sih memang nggak tersedia, ya sudah…. kita coba).
Pilihan bean kopinya pun simple, hanya ada gayo saja untuk manual brew tapi untuk menu kopi lainnya mereka menggunakan houseblended_coffee. Ya sudah gayo pake aeropress aja.
Kafe ini baru direnovasi setelah 2 tahun terbengkalai, dan mengusung tema baru beserta aneka fasilitas yang ada, termasuk tersedianya ruang meeting di lantai 3 yang juga bisa di sewa. Buat gathering dan juga meeting.
Disinipun tersedia pilihan untuk membeli bean kopi, tapi hanya terbatas di display saja…. harap maklum donk, ini khan buka kafe atau kedai kopi… jadi kopi bukan bagian yang utama….
“Ih aku mah pengen kopiiii” “Berarti kamu salah masuk cafe”
Gitu diskusi dalam kepala, tapi akhirnya sepakat bahwa tak usah berdebat ah, udah nikmati aja. Sruput, rasakan, tulis, edit, postinglah pada dunia juga broadcast via WA.
“Khan WAnya lagi down?” “Iya bener, tapi share link blog sih baik2 saja, lagian bukan ngirim hoax ini mah….”
***
Photo : Display kopi di cafe ini / dokpri.
Akhirnya sebuah sajian kopi hadir menghampiri, cangkir merah dan aeropressnya datang serta langsung mengambil posisi di meja. Gula dan sendok ditolak karena bertentangan dengan prinsip nikotala.
Currr…..
Srupuuut…
Overall lumayan bisa menikmati kopi tanpa gula. Tapi karena media seduhnya adalah aeropress maka sajian yang dihasilkan masih mengandung bubuk-bubuk kopi yang mengeruhkan. Kopi gayo yang tersaji lebih cenderung mirip biji robusta, less acidity and strong body, atau mungkin beannya hasil roasting dark roast atau juga air untuk menyeduhnya terlalu panas sehingga yang hadir lebih cenderung rasa bean hangus… ah sudahlah… sruput saja. Lagian khan bukan cafe spesialis black coffee juga.
Sruput lagiie… tandas.
Harga 21ribu bagi sajian ini, menjadi pantas karena bukan hanya kopi yang dihitung tapi suasana kafe yang perlu perawatan agar senantiasa bersih dan elegan.
Tadinya moo kepo nanyain romeo, khan ini cafe juliet… tapi ternyata asal kata namanya cafe ini nggak urusan sama romeo tetapi didasari dari nama Julianna, sang pemilik. Selamat menjalani malam ramadhan di Kota Depok guys, Wassalam(AKW).
CIBOGO, akwnulis.com. Keur anteng nyuruput kopi, karasa mentegeg deui. Inget Si Kucrit, love bird bulao bodas nu geus teuing aya dimana, teu karasa panon beueus haté rakacak.
“Atos Akang, ulah diémutan waé, khan urang gaduh langkungna tilu juta” Sora jikan nu halimpu, beuki ngagejtrétkeun rumasa, ngagulidagkeun cimata, keuheul amarwatasuta. Ngan teu wasa.
“Bilih aya deui, love bird nu siga kamari, engké dibantos dipangicalkeun deui ku Mamah”
“Sumuhun Mah” waléran sopan bari unggeuk lalaunan. Padahal kakeuheul geus numpuk dina ubun-ubun, tapi tetep kudu sabar bin soléh.
Kabayang deui love bird bulao bodas, si Jawara kontés. Ditebak dina lélang tujuhlas juta, “Investasi ieu mah” kitu gerentes haté, bari ngajingjing mawa balik ka imah.
Ngan bisa kumaonam Jikan, diakukeun wé meunang meuli dua juta, bisi ngamuk. Téhaér can aya, ari manuk mahal dibeuli.
Ari pék téh….
Ayeuna tinggal carita, love bird ngilang, duit ngoléang. Raga nyangsaya dina tihang. Hanjakal. (AKW).