PERSEPSI DI SABTU PAGI.

Persepsi dan Tasyakur.

BANDUNG, akwnulis.com. Selamat pagi dan semoga hari sabtu ini menjadi penyeimbang aktifitas rutin senin – jumat yang berkutat dengan rutinitas sehingga sekarang saatnya rehat sejenak.

Nggak bisa bro, ini lagi otewe menuju tempat acara, begitupun esok hari”

Sebuah ungkapan jujur sekaligus curhat bagi golongan pegawai yang ternyata masuk kategori TKW alias tenaga kerja weekend kawan.

Sebenernya anda tidak sendirian, banyak juga yang bernasib sama. Termasuk yang sedang menulis postingan inj, karena menulisnyapun dalam posisi perjalanan menuju sebuah acara yang bertema JABAR ANTENG dengan lokasinya di Gedung Merdeka di jalan Asia Afrika Kota Bandung.

Jadi saya ulangi, SELAMAT PAGI bagi yang di rumah rehat bersama keluarga tercinta juga SELAMAT PAGi bagi kita yang masih bekerja di sabtu ceria ini….. horeeee.

Catatan kali ini hanya ingin berbagi tentang sebuah persepsi keberuntungan. Penulis menganut prinsip bahwa KEBERUNTUNGAN adalah Bertemunya KESIAPAN dengan KESEMPATAN.  Maka sebagai pribadi berusaha untuk mempersiapkan diri saja, tentu dengan mengukur potensi diri. Manakala kesempatan itu datang, kejarlah dan raihlah tentu dengan kompetisi yang adil dan beritikad baik.

Tetapi dalam kesempatan yang lain, penulis juga melewatkan beberapa kesempatan karena berbagai pertimbangan logis. Sehingga tidak bisa ikut berkontestansi dalam sebuah momentum. Tidak usah sedih atau galau, itulah pilihan.

Ada hal yang menarik adalah mengenai persepsi, yaitu pandangan dan pendapat orang kepada kita. Ini menjadi sebuah catatan penting karena ternyata perlu mental kuat untuk menghadapinya. Persepsi lingkungan sekitar, kawan dan kolega serta mitra, saudara dan keluarga hingga saudara dadakan di dunia medsos yang terbuka memiliki kekuatan nyata untuk mempengaruhi kita.

Disini perlu menerapakan ilmunya Mark Manson di buku The Subtle Art of Not Giving A F*ck. Biarkan saja semua persepsi berkeliaran dan membentuk alibi ataupun berita sensasi, karena yang berhak menentukan kehidupan kita lebih baik atau baik – baik saja adalah diri kita sendiri. Jikalau galau dan bingung, curhatlah kepada Tuhan Semesta Alam, begitupun di saat bahagia diberikan segala kemudahan, tetap Allah sebagai penguasa takdir. Ini yang sering kita lupa.

Nah kembali ke persepsi keberuntungan tadi, beberapa hari yang lalu penulis dianggap beruntung oleh sebagian besar hadirin karena bisa ikut berkontestansi dalam games di sebuah acara yang diselenggarakan secara online yaitu menggunakan Quizizz.com. Mungkin pembaca selain itu ada juga yang suka ikut games online Kahoot.it di sela-sela acara seminar, lokakarya, capacity building dan sebagainya.

Padahal penulis berpendapat bahwa ini lebih kepada hiburan dan kesenangan saja. Tapi bagi yang penasaran dengan games online seperti ini, ada beberapa tipsnya :
1. Pastikan smartphonenya bersignal bagus, saran sih jangan gunakan wifi di acara, nanti rebutan sama yang lain sehingga koneksi terbatas.
2. Selama acara berlangsung relatif konsentrasi mendengarkan para narasumber juga mengingat – ingat kata kunci dari slide yang dipaparkan.
3. Pada saat kuis atau games berlangsung, konsentrasi penuh dan telinga buka lebar – lebar, mata tertuju pada layar smartphone dan jemari siap dengan sigap memijit pilihan yang ada, biasanya warna warni pilihannya.
4. Tidak perlu takut salah, pastikan memilih daripada dianggap pilihan salah karena sesi waktu menjawabnya habis.
5. Itu aja sih, setelahnya kita lihat hasil pemeringkatannya.

Jikalau ternyata lolos menjadi pemenang, jangan berfikir selalu yang pertama atau terbaik. Minimal masuk urutan 3 atau 4 saja. Jadi ikuti permainannnya dengan ceria dan hasil akhir tidak perlu dipikirkan. Kalau masuk tinggal bersyukur, jika tidak ya sudah. Nanti berkontestansi lagi pada kesempatan lainnya. Lagian kalah jiga bukan segalanya. Lalu jika menang, segera berucap syukur kepada Allah SWT dan tidak perlu lakukan selebrasi berlebihan, biasa saja.

Maka kembali ke alinea awal, persepsi itu tidak harus ditakuti tetapi dikendalikan dengan potensi dan kekuatan percaya diri. Selamat hari sabtu kawan. Selamat bekerja atau selamat rehat bersama keluarga. Wassalam (AKW).

LOKASI NGOPI & MIE ACEH DI MEDAN

Ini info cafenya ya…

BANDUNG. akwnulis.com. Sebuah hasil karya sederhana tentu memerlukan interaksi dari penikmat produk ini. Jika postingan di media sosial direspon dengan komentar yang berisi dukungan, hujatan ataupun dibagikan lanjutan maka klarifikasi atau respon tentu bisa dengan tulisan ucapan terima kasih ataupun emoticon yang bisa mewakili suasana kebathinan kita.

Begitupun dari tulisan sederhanaku dan juga postingan di youtube, tiktok, instagram dan beberapa minggu ini adalah facebook. Untuk produk diluar tulisan sih cenderungnya adalah komentar saja yang harus direspon, kecuali jika warningnya adalah urusan copyright, tidak ada ampun harus takedown saja daripada menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Sementara untuk tulisan yang dimuat di websiteku ini respon yang ada masih terbatas dan mayoritas adalah jempol atau like dan beberapa komentar dukungan saja. Kecuali tadi pagi, ternyata ada pesan whatsapps yang masuk dan merespon tulisanku kemarin yaitu KULINER ACEH DI MEDAN.

Pesannya adalah ingin kejelasan dari tulisan itu dengan mengacu kepada rumus 5W1H tapi pada pilihan Where- nya saja. Dimana tempat ngopi acehnya, apa nama (what) cafenya dan bagaimana (How) suasananya. Karena ternyata beliau adalah orang medan yang merantau bersekolah serta bertugas di Jawa Barat. Pantas saja penasaran.

Maka demi transparansi dan konsekuensi dari sebuah produk tulisan yang sudah dibuat, tulisan inilah sebagai jawabannya. Sebagai disclaimernya, penulis nggak di-endorse sama Cafe ini, tapi tidak masalah karena mempromosikan cafe yang memiliki menu makanan dan minuman nusantara ini.

Nama cafenya adalah SULTHAN COFFEE yang terletak di Jalan Amaliun No.26 Kota Matsum IV Kecamatan Medan Area Kota Medan Provinsi Sumatera Utara Kodepos 20211. Kami datang ke lokasi malam hari sekitar pukul 19.00 wib dan tidak terlalu lama karena mengejar acara pembukaan Rakornas di tempat yang berbeda.

Terkait dengan suasana cafe Sulthan coffee ini  cukup nyaman dengan hamparan meja kursi dan bisa di setting memanjang untuk kongkow dalam jumlah banyak ataupun per meja saja. Lalu ada juga di lantai atas, tentu harus mrnaiki tangga dulu lalu betsua dengan meja kursi bernuansa warna orange serta dilengkapi beberapa kipas angin yang berputar kencang untuk melawan hawa panas yang cukup menantang.

Diriku memilih posisi duduk dilantai atas karena leluasa menikmati suasana dan pemandangan dari sang barista dan koki yang begitu sigap membuat sajian makanan dan minuman. Menu bervariasi tapi tidak sempat baca rinci karena waktu yang terbatas, yang penting mencoba kopi aceh dan mie aceh.

Lalu bagi perokok semua posisi aman, karena kanan kiri langsung dengan alam terbuka sehingga bisa menyulut dan menikmati rokoknya di berbagai lokasi. Tinggal kepeduliannya saja manakala ada pengunjung lain yang tidak merokok, tentu diharapkan tepo salironya.

Oke itu saja penjelasan singkatnya ya, semoga bermanfaat. Wassalam (AKW).

KULINER ACEH DI MEDAN

Menikmati Kuliner Khas Aceh tapi di Kota Medan. Kopi Aceh & Mie Aceh.

MEDAN, akwnulis.com. Segelas kopi hitam sudah hadir di hadapan, ditemani kepulan asapnya yang menggugah selera menandakan bahwa pilihan kopi panas seduh ini memang benar – benar panas. Jadi jangan terburu – burulah untuk meminumnya. Karena ketidaksabaran bisa  berakibat rongga mulut terkelupas atau bahasa sundanya momod, kalau nggak salah.

Jadi tarik nafaslah sejenak sambil melihat situasi yang ada. Jangan terlalu fokus pada satu hal saja, atau sajian kopinya saja. Tetapi banyak detail lain yang harus kita tafakuri dan disyukuri. Coba dongakkan kepala, lihat berkeliling. Bisa juga berdiri dan berjalan mondar mandir untuk melihat suasana sekitarnya yang dipastikan memiliki cerita. Cobalah….

Pertama tentu kopinya sesuai pesanan adalah Kopi Aceh, maka sudah jelas masuk ke restoran atau kedainyapun yang jelas – jelas ada acehnya. Meskipun tidak sempat bertanya banyak sama pelayannnya tetapi dari pernak pernik, daftar menu hingga peralatan membuat kopinya, jelas Aceh banget. Dikuatkan oleh Bang Angga Rujak yang menemani perngopian kali ini serta Teh Otit yang sangat bersemangat dalam perjalanan kuliner dimanapun beredar.

Kedua tentu selain asal muasal biji kopinya adalah cara pembuatannya yang menggunakan selarik kain panjang sebagai saringan dan dilakukan berulang – ulang tanpa tumpah padahal cairan kopinya terbang kesana kemari dalam prosesnya. Sehingga akhirnya dituangkan di gelas menjadi sajian kopi panas tanpa ampas yanv sudah hadir di mejaku ini.

Memang saking terpesonanya sehingga lupa tak bertanya tentang kehadiran gula. Akibatnya gula sudah tercampur meskipun sebagian masih tersisa di dasar gelas. Ya sudahlah, ini kita pandang sebagai keberagaman kuliner indonesia yang merupakan perekat persaudaraan melalui jalur gastronomi nusantara.

Lalu dari sisi tempatpun menjadi unik, karena antara nama kopi dan lokasi berbeda meskipun di peta sih berbatasan tapi kalau naik kereta (sebutan bagi sepeda motor di kota medan) maka perlu waktu 12 jam 22 menit dengan jarak 567 kilometer untuk tiba di Banda Aceh. Maka berbahagialah bisa menikmati Kopi Aceh di Kota Medan ini, Alhamdulillahirobbil alamin.

Dimensi lain yang harus disyukuri adalah siapa yang menemani ngopi. Itu juga menarik karena bisa menjadi jalinan cerita lainnya. Seperti kali ini, secara kebetulan di kereta bandara berjumpa dengan Teh Otit yang ratu kuliner dinas luar maka jadwal segera disusun untuk kulineran tanpa mengganggu agenda meeting yang sudah terjadwalkan. Ditambah dengan GPS atau Gunakan Penduduk Sekitar yakni pemandu lokal asli medan Bang Angga Rujak, seorang pedagang rujak keliling yang alih profesi menjadi pemandu kuliner sekaligus guru yang berpengalaman dalam mendulang uang di media sosial. Sehingga diskusi sambil ngopi kali ini begitu berarti.


Selanjutnya adalah siapa baristanya, kalau sempat didekati, diajak bicara dan minta ijin divideo. Tapi kalau memang super sibuk, ya sudab kita perhatikan saja dari jauh teknik – teknik pembuatan minumannya sehingga bahan tulisan tetap terjaga untuk menangkap momen terbaiknya.

Oh iya, jika punya waktu luang. Dokumentasikan sekeliling reatoran atau cafe atau kedai yang sedang kita datangi. Ambil photo dan video secukupnya, jangan lupa jika ternyata ada beberapa orang yang akan tervideo oleh kamera kita, tidak ada salahnya mohon ijin dan permisi.

Selamat malam bapak dan ibu, apakah berkenan jika saya dokumentasikan dan besok lusa menjadi konten di media sosial kami.?

Maka jawaban selama ini adalah anggukan dan tanda setuju. Apalagi bagi pihak rumah makan atau cafe yang bersangkutan, bisa membantu memarketingkan tanpa perlu biaya tambahan. Bagi tamu yang terekam videopun seiring perkembangan jaman tentu meng-iya-kan dan biasanya akan bertanya media sosial apa yang digunakan. Tentu jawaban singkatnya adalah youtube, tiktok, facebook dan twitter. Lalu bertukar alamat medsos, rekam dan akhirnya kembali ke rutinitas masing – masing.

Terakhir adalah rasa, ini juga sangat penting karena sugestisitas dan rasa personal sangat tinggi. Jadi jangan terpengaruh dengan pendapat orang tetapi yakinkan keberfungsian lidah dan mulut kita, itulah yang dituangkan dalam tulisan. Seperti saat ini, sruputan perdana disambut rasa kopi yang kuat tanpa ada acidity berarti biji kopinya cenderung robusta. Hanya saja tidak bisa eksplore lebih lanjut karena ada gula diantara kita. Jadi tarik nafaslah sejenak dan nikmati banyak hal dari suasana meminum kopi aceh kali ini.

Sebagai penutup kuliner malam ini, sajian mie aceh versi kota medan ini melengkapi kekenyangan ini. Sehingga disaat dilanjutkan untuk hadir pada acara Rakornas Pengawasan tidak ada lagi suara perut yang kelaparan dan bisa serius mengikuti rangkaian kegiatan. Selamat malam, selamat bertugas. Wassalam (AKW).

COKOR SAPI UING

Ulah ngelay nya….

CiHANJUANG, akwnulis.com. Lain hayang ngabibita ieu mah, tapi ngan saukur hayang nyarita. Nu kabita nya wayahna, nu henteu nya teu nanaon, “Aman pan?”

Dua poè katukang kajadiannana mah. Sabot guntreng gempungan di rohangan sabeulah, aya nu nguliwed asup ka rohangan uing, kana mèja paranti gawè, mèja leutik nu camperenik, teuing rèk naon.

Rèngsè gempungan, balik ke rohangan. Gebeg tèh, dina mèja nu pinuh ku kertas jeung map, ayeuna bersih diganti ku mangkok bodas eusi cokor sapi nu ngebul kènèh. Kaciri dina tengah tulangna aya nu elok elokan, sumsumna. “Uluh matak kabita”

Tapi naha ukur cokorna wungkul, euweuh baturna?” Hatè norowèco bari mikir saha kira-kira nu mèrè ieu hakaneun… èh tuangeun.

Mang ulah waka didahar, emih jeung basona tinggaleun” Sora bèntès ti rohangan sabeulah, sora Si Uhe.

Nuhun euy, enyoy kieu sumsumna gè. Loba deui”

Lain ti Uing èta mah, ti Guru Adang, ti tukang” Jang Uhè ngawalon.

Alhamdulillah infona euy” Uing mairan bari tikoro geus teu kuat nungguan emih jeung baso keur ngabaturan ieu cokor rèk di èkskusi.

Sabot nungguan, inget kana jaman ayeuna. Mèdia sosial tèa, kudu èksis ceunah. Teu antaparah deui, hapè dicekel… èh mangkok eusi cokor sapi di usar èsèr, tuluy dikècèng ku kamèra hapè, kudu dijeprèt cing alus jeung alami alias poto natural.

Cetrèk.
Cetrèk.

Belenyèh seuri sorangan, cokor sapi pindah rupa jadi gambar dina hapè. Dokumentasi pribadi nu isuk pagèto bisa kakoncara, sabab di-upload kana mèdsos, susuganan loba nu resepeun.

Tuluy kapikir susuganan bisa asup kana aplikasi poto luar naggrèg èh luar nagari nu salila ieu taliti jeung loba aturan mun urang hayang ngirim photo urang dina aplikasi manehna. Diantarana aya ‘gettyimage‘ jeung ‘shutterstock contributor.’

Geus ah tong loba mikir. Ayeuna waktuna èksekusi sabab emih, baso, kikil jeung togèna geus sayagi ditambahan ku sambelna, cuka, kecap jeung jeruk purut meunang meulah, seungit pisan gan. Pas dihijikeun, èh mangkokna dideukeutkan, disada, “Ieu tèh Mie kocok.”

Uing unggeuk bari rada kerung, panasaran naha ngaranna mie kocok, padahal asa teu dikocok-kocok, ukur dicampurkeun. Geuningan proses awalna dina lebet wadah tina logam nu eusina cipanas kuah gajih tulang sapi, èta tèh kikil, emih, toge dikocok-kocok heula nganggè gagang bolong parantina, kitu saur detikjabar.com tèh. Kahartos ogè ayeuna mah. Nu matak reueus ieu tèh tuangan nungturun sabaraha generasi tur istuning asli kulinèr bandung sanaos seueur nu icalannana di wewengkon jawa barat.

Euleuh ngadongèng waè, hawatos ieu sumsumna ngadagleg. Margi nuang mie kocok mah balap sareng waktos, diantep mah janten kirang raos margi gajihna ngadagleg. Kedah nuju panas supados pas nuangna, “Teu percanten?.. cobian geura.”

Alhamdulillah, teu peryogi waktos lami. Cokor sapi tengahna di kucuran kuah panas, colok nganggemè sumpit. Tonggèngkeun kana mangkok, burusut sumsum ngagulusur gabung sareng emih, togè tur kikil nu ngantosan dina mangkok. Disendokan, suruput, peureum benta lur.

Keur anteng tur rampus nuang mie kocok, karaos punduk asa ranteng, boa – boa cicirèn kolesterol naèk. Duh palaur, langsung wè digancangkeun ngadahar mie kocokna. Teu hilap cokor nu luarna digorogotan sabab nyèsa kènèh kulit jeung gajihna. Ngan kudu ati – ati bisi lain kulitna nu lèsot tapi huntu anu naplok.

Tah kitu geuning dongèngna tèh.

Hatur nuhun Guru Adang.

Sakali deui, ieu mah sanès ngabibita namung hoyong ngabagi carita. Cag. Wassalam (AKW).

MACET PARAH & NULIS FIKMIN – dibejaan.

Macet parah bukan halangan untuk menulis, inilah hasilnya.

CIAWI, akwnulis.com. Sabtu siang akhirnya bisa mendarat dengan nyaman di parkiran depan mesjid keluarga besar Kartadibrata di Ciamis, Alhamdulillahirobil alamin. Sebuah perjalanan santai dalam rangka mengantar ibunda untuk mencari jejak leluhur tepatnya makam ibundanya atau nenekku dari ibu.

Perjalanan keberangkatan relatif lancar sekitar 3 jam 28 menit hingga ke lokasi tetapi perjalanan pulangnya langsung stuck semenjak daerah rajapolah. Buka google map langsung dihadapkan pada rute yang merah membara alias macet parah. Awalnya bergerak perlahan dan akhirnya terdiam menanti mobil depan merayap sesuai urutan.

Ya sudah, sambil menjalani kemacetan ini. Saatnya menulis tentang sesuatu yang bisa dibagi kepada kolega dan kawan – wan di blog pribadi ini. Meskipun tentunya mata tetap waspada mengawasi pergerakan kendaraan di depan sehingga meski terdiam dan tersendat namun tetap bisa bergerak manakala kesempatan itu datang mendekat.

Tulisan kali ini adalah mencurahkan cerita dalam genre fiksimini basa sunda sekaligus mengkampanyekan batasan penulisan fiksimini maksimal 150 kata dalam bentuk cerita fiksimini. Maka langsung saja jemari eh jempol gemukku bergerak lincah diatas virtual keyboard smartphoneku. Memuliskan kata demi kata bahasa sunda untuk menjalin suatu cerita.

Inilah tulisannya….

***

Lain sakali dua kali èta pesen dina WA pinuh kiriman ti manèhna. Sapoè bisa 8 kali ngirim pesen tèh. Shubuh – shubuh aya tausiah, mangsana panon poè meletet aya deui pesen kana tips ngajaga keluarga mèh awèt. Ngadeukeutan tengah poè aya tausiah deui. Ngan lamun geus lohor kakara curhat karungsing kahirupannana.

Nya kusabab baheula boga carita, asa teu wasa mun saukur dibaca. Dibales wè sanajan ukur ku simbol jempol atawa 2 leungeun nutup kawas nu keur sasalaman jaman covid.

Aya ogè nu jadi keuheul tèh, èta tausiah atawa tips kahirupan kulawargi sakinah tèh meunang nyalin ti nu lian jadi lain asli jieunan manèhna. Rumusna RNTB (rajin ngirim tulisan batur). Hiji mangsa mah dibèjaan, “Ceu, saèna mah nu dikintun tèh ulah copas, manawi seratan asli ceuceu atuh

Sapoè eureun teu ngirim pesen dina WA, alhamdulillah mujarab yeuh. Poè kadua, poè katilu gè suwung. Istuning jempling euweuh nu trangting. “Kamana si euceu?” Hatè norowèco.

Saminggu ti harita, aya deui pesen tèh. Tapi lain tausiah, tulisan rèkaan nu maksimal 150 kecap. Basa sundana ngagulur, sakapeung aya lèokan di paragraf pamungkasna. Tapi sapoè ukur ngirim hiji, ceunah mah kudu kitu tidituna.

Bieu nga-WA deui, “Jang, ngaran ceuceu geus diganti, hasil tina putusan pengadilan kamari, janten Fikriani Mintarsih, disingket fikmin.”

****

Tulisan konsep fiksiminiku sudah tuntas, saatnya.memghitung.jumlah kata. “Satu, dua, tiga…. dan seterusnya” eh ternyata 172 kata. Terlalu banyak lebihnya, langsung coba diperpendek lagi yang penting secara esensi ide bisa dipertahankan.

Sambil sesekali kaki menginjak gas atau rem seiring ketersendatan kemacetan yang menyesakkan eh mempegalkan. Baca lagi ulang konsep tulisan tadi dan peras eh pendekkan hingga maksimal 150 kata. Tidak lupa diberi judul yang senada. Inilah jadinya….

FIKMIN # DIBÈJAAN #

Lain sakali dua kali èta pesen dina WA pinuh kiriman ti manèhna. Sapoè bisa 8 kali ngirim pesen tèh. Tausiah, tips kahirupan jeung sajabana.

Nya kusabab karunya, teu wasa mun saukur dibaca. Dibales wè sanajan ukur ku gambar jempol.

Aya ogè nu jadi keuheul tèh, èta tausiah atawa tips kahirupan tèh meunang nyalin ti nu lian jadi lain asli jieunan manèhna. Hiji mangsa mah dibèjaan, “Ceu, saèna mah nu dikintun tèh ulah copas, manawi seratan asli ceuceu atuh”

Sapoè eureun teu ngirim pesen dina WA, alhamdulillah mujarab yeuh. Poè kadua, poè katilu gè suwung. Istuning jempling euweuh nu trangting. “Kamana si euceu?” Hatè norowèco.

Sabulan ti harita, aya deui pesen tèh. Tapi lain tausiah, tulisan rèkaan maksimal 150 kecap. Basana ngagulur, sakapeung aya lèokan di paragraf pamungkasna. Sapoè ukur ngirim hiji.

Bieu nga-WA deui, “Jang, ngaran ceuceu geus diganti, hasil tina putusan pengadilan kamari, janten Fikriani Mintarsih, disingket fikmin.”

***

Itulah sebuah tulisan yang dihasilkan dalam kemacetan ini. Lumayan meskipun mobil beranjak beberapa puluh meter saja, tapi minimal adq tulisan yang bisa dihasilkan dan langsung dibagikan. Happy weekend kawan. Bagi yang terjebak macet dan terdiam dibalik kemudi, anda tidak sendiri. Banyak teman termasuk diriku ini. Wassalam (AKW).

KOPI GUNUNGHALU HONEY ANAEROB

Kembali menikmati Kohitala… Srupuut.

CIMAHI, akwnulis.com. Bodinya begitu lembut menyentuh mulut, sementara acidity mediumnya menemani malam sabtu ini menjadi lebih segar. After tastenya jelas tegas rasa berry mendominasi, ditambah dengan manisnya gula merah alami yang menyentuh hati.

Kopi arabica gununghalu honey anaerob yang hadir pagi ini begitu menyenangkan. Memberi kembali sensasi aneka rasa dari sebuah sajian kohitala. Kopi hitam tanpa gula. Menggunakan metode seduh manual V60 sederhana, dengan takaran kira-kira 15 sd 17 gram dan menggunakan air panas dari dispenser saja karena sudah tak sabar ingin meneguk rasanya. Alhamdulillah sesuai ekspektasi dan harapan.

Makasih pak Kabid PPUP Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat yang memberikan kesempatan untuk menikmati beraneka biji kopi dan sekaligus dibawa pulang untuk diseduh sendiri di kala suasana hati sedang sepi. Nuhun juga Teh Rini Mayasari, silaturahminya ikut tersambung dengan pergerakan biji kopi arabica gununghalu honey anaerob ini. Srupuuut… eh belum, berdoa dulu atuh. Karena rasa syukur itu adalah kewajiban, termasuk rasa syukur spesial diberi sama Allah kesempatan untuk bisa menikmati sajian kopi hitam tanpa gula yang memiliki aneka rasa. Tidak semua orang lho bisa merasakan nikmatnya. Cenderung akan bilang, “Kopinya pahit ih” atau “Kok asem ya kopinya?” dan berbagai komentar lainnya.

Padahal dibalik kepahitan kopi tersimpan rahasian besar rasa jika kopinya memang bibit yang baik, diolah dengan baik hingga akhirnya diroasting dan diseduh dengan baik hingga hadir untuk bersua dengan indera perasa kita dalam tema ngopi suruput bray gaskeuun…

Kembali ke sajian kopi yang sudah hadir di depan mata, maka perlahan tapi pasti di sruput saja, biarkan cairannya bergerak bebas di mukut dan menyentuh lidah termasuk bagian belakangnya. Tahan sedikit baru biarkan meluncur menuju lambung via tenggorokan untuk proses berikutnya.

Happy weekend kawan, Wassalam (AKW).

PENGKUH (Pegang Prinsip) – fbs

Sebuah catatan singkat tentang pentingnya memilih prinsip kehidupan.

CIMAHI, akwnulis.com. Semangat pagi hari kali ini tergugah untuk menulis sesuatu yang menjadi sebuah pegangan bagi seseorang dalam menjalani kehidupan ini, yaitu prinsip hidup. Bagaimana seseorang menjalani kehidupan tentu memiliki tujuan dan dalam meraih tujuan masing – masing individu memiliki prinsip.

Tulisan singkat bergaya fiksi dalam bahasa sunda itu mengulas tentang seseorang yang memegang teguh prinsip lehidupan versi dirinya. Yang bersangkutan meyakini bahwa prinsip dalam kehidupan yang dianutnya adalah pilihan terbaik. Sementara dari sudut pandang orang lain mungkin saja berbeda.

Inilah ceritanya…

***

FIKMIN # PENGKUH #

Mang Parman keur atoh sabab jang Ibro geus boga gawè jadi pagawè alfamart.  Budak lalaki nunggal. Teu sirikna dibeja-beja ka tatangga. Malah mah numpeng sagala. Jang Ibro ginding makè seragam beureum bulao.

Tapi geuning teu lana Jang Ibro nyekel gawèna. Ayeuna geus cinutrung deui di juru stanplat, ngadon markiran mobil èlf nu naèk turunkeun penumpang.

Mang Parman ambek, sumawonna Bi Kayah, indungna.
Dasar budak bangkawarah, hèsè nèangan gawè tèh”
Jang Ibro salsè wè cingogo nyoo rokrak jeung taneuh ngebul, sugan wè meunang undur-undur.

Jang, ari silaing kumaha pipikiran tèh?”

Jang Ibro ngabetem.

Ari kolot nanya tèh dijawab, lain cicing waè” Mang Parman molotot.

Jang Ibro tanggah bari ngawaler tatag, “Justru ieu tèh sakumaha amanah Apa, Ibro tèh kedah gaduh pamadegan. Saatos dicobian kamari janten padamel, geuning seueur aturan. Ibro mutuskeun badè fokus waè janten pangangguran.”

Mang Parman ngelepek, jikanna rawah riwih. Jang Ibro pengkuh kana prinsipna.

***

Begitulah sebuah cerita singkat dengan genre fiksimini sudah hadir pagi ini. Mengulas tentang perilaku anak muda yang bernama Ibro dengan keteguhannya (PENGKUH) dalam memegang prinsip hidupnya. Tidak peduli apakah baik dan buruk dampaknya, yang penting pegang prinsip dulu hehehehe.

Hikmah tulisan pagi ini adalah memegang teguh prinsip kehidupan itu penting, namun lebih penting menentukan dulu prinsip apa yang akan, sedang kita pegang teguh. Selamat pagi semua, selamat hari jumat penuh nikmat. Wassalam (AKW).

KOPI GELATIK SARIMUKTI

Dimanapun bisa ngopi..

KBB, akwnulis.com. Segelas plastik cairan hitam telah hadir dihadapan, lengkap dengan kepulan asap putih sebagai hasil pertemuan air panas mendidih dengan bubuk kopi andalan. Rasa panas menyeruak di dalam tenda komando ini, tetapi dengan hadirnya kohitala gelatik ini suasana ‘hareudang‘ menjadi ceria.

Singkatan apalagi KOHITALA GELATIK?”

Oh itu, singkatan dari Kopi Hitam Tanpa Gula dengan Gelas Plastik. Sebuah sajian kopi darurat yang hadir di dalam trnda dapur umum yang menjadi pendukungan terhadap penanganan kondisi bencana yang terjadi di lapangan, yaitu kebakaran di tempat pembuangan sampah Sarimukti Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat.

Para relawan Tagana KBB yang juga merupakan Tagana Jabar berjibaku membantu pendukungan kegiatan ini dengan mendirikan dapur umum dengan tenda dari Dinsos Jabar serta membuat dan menguplai makanan minuman bagi petugas yang bekerja dengan jumalh 1.500 pak setiap kali makan dibawah koordinasi BPBD & Dinsos KBB selama 14 hari sampai dengan tgl 11 September 2023. Selanjutnya peran dapur umum diampu oleh BPBD provinsi seiring penetapan tanggap darurat di level provinsi untuk penanganan selanjutnya.

Kembali ke tema kopi, sudah jelas bahwa uniknya si kohitala ini adalah bukan hanya berbicara tentang rasa saja tapi banyak dimensi yang bisa kita gali dan menjadi bahan literasi. Pertama bisa dilihat dari sisi bahan baku atau bijinya, kedua bagaimana penyajiannya, ketiga siapa yang menyajikannya, keempat dimana kita menikmatinya dan kelima yang juga krusial adalah dengan siapa menikmatinya… ups agak sensitif nich hehehehe.

Maka tulisan singkat kali ini adalah masuk ke dalam poin keempat yaitu dimana kita menikmatinya. Karena dengan Kohitala Gelatik ini untuk poin pertama sudah jelas bahwa bahannya adalah kopi sachet tetapi dipilih yang tanpa gula. Poin keduanya sudah jelas penyajiannya minimalis dengan gelas plastik. Tentu ini patut disyukuri, gimana kalau disajikannya tanpa gelas? Langsung air panas ditumpahkan ke telapak tangan, atuh berabe gan.

Poin ketiga siapa yang menyajikannya, sudah pasti petugas tagana yang begitu mahir membuat aneka masakan menghadirkan makanan dan minuman yang enak lho, ngvak kalah sama rasa dan kelezatan makanan di rumah makan. Maka dilanjutkan poin keempat, ini yang menjadi titik tolak, dimana kopi ini di nikmati. Tentu berada di dalam tenda yang menjadi bagian dari dapur umum dinsos – tagana. Sebuah suasana berbeda dibandingkan ngopi di cafe. Tapi jangan salah kawan, kenikmatan sruputan, kenikmatan rasa kebersamaan dan senda gurau ala orang lapangan memberi nilai tersendiri yang tidak bisa diukur dengan angka.

Bagaimana suasana lelah membuat masakan dan minuman, kericuhan pada saat jam makan, deadline makanan dan minuman tersaji dan terbungkus sempurna untuk segera disebar kepada petugas di lapangan yang berjibaku dengan hadirnya titik api yang baru agar mereka tidak kehausan dan kelaparan adalah cerita kebersamaan yang saling menguatkan ditemani sruputan kohitala gelatik sehingga harus minta tambah dua kali.

Maka kembali dalam tulisan ini, jangan takut untuk memulai menulis. Tulislah, alirkanlah rasa yang tersimpan dan simpanan yang terasa sehingga berbuah kata dan kalimat hingga akhirnya sebagian memori kita tersimpan dalam server berbeda yaitu sebuah tulisan indah yang sarat makna.

Sruput dulu gan, kohitala gelatik kedua.

Lalu jika sudah tuntas menulis, sebarkanlah kepada dunia melalui media sosial kita, atau media sosial dimana kita bekerja. Banyak cara agar tulisan kita hadir di dunia maya. Bisa blog pribadi baik gratisan atau berbayar. Bisa juga mengikuti komunitas dan kolom netizen di beberapa media nasional ternama. Tapi ingat beberapa aturan mungkin berbeda, ya pelajari saja dan ikutu ‘role of the gamenya’.

Baiklah selamat memikmati pagi hari yang agak sendu ini, tapi mungkin nanti berganti ceria karena mentari sudah mulai naik di ufuk timur sana. Wassalam (AKW).

KIAT AGAR TIDAK STUCK MENULIS FIKSI

Inilah jawaban penting dari kebuntuan menulis, cekidot.

CIMAHI, akwnulis.com. Perjalanan pagi ini ke kantor mengingatkan terhadap sebuah pertanyaan ibu guru muda yang menjadi peserta workshop pembuatan fiksimini bertema sosial. “Bagaimana caranya agar tetap menulis, sementara terjadi stuck ide atau kebuntuan ide untuk menulis?”

Sebuah pertanyaan mendasar yang sering menjadi tantangan terbesar para penulis khususnya penulis pemula seperti diriku ini. Wajah – wajah peserta terlihat memperhatikan raut wajahku dan tak sabar untuk mendengarkan jawabannya.

Tentu bagi dirimu penulis eh ngaku – ngaku penulis tapi memang suka menulis apalagi berhubungan dengan pekerjaan dalam dekade 2,5 tahun ini cukup lekat di bidang tulis menulis malah dalam bahasa sunda disebutkan jabatannya ulis alias juru tulis hehehe.. tapi juru tulis level SKPD di provinsi.

Pertama kita bedakan dulu antara menulis fiksi dan nonfiksi. Jika penulisannya adalah non fiksi berupa laporan ilmiah atau minimal laporan program kegiatan tentu memerlukan data dan fakta yang nyata dan dapat dipertanggungjawabkan. Manakala kebuntuannya berada disini, maka perlu kerja keras ekstra untuk mendapatkan data valid tersebut sehingga penulisan non fiksi yang ditugaskan atau yang diharapkan bisa segera dituntaskan.

Nah untuk penulisan fiksi, tidak ada kendala eksternal seperti hal tersebut. Masalah kebuntuan menulis berada di tangan kita sendiri, di mindset kita, di jari jemari dan hati serta pikiran untuk segera digerakkan.

Tapi pak, kebuntuannya juga termasuk tema dan konten yang ingin saya tulis”

Senyum dulu ah, pertanyaan lanjutan ini menjadi semakin bersemangat untuk membantu memberi semangat. Bahwa menulis tulisan fiksi itu sangat mudah. Cara jitu diri ini untuk melawan atau memecah kebuntuan menulis itu adalah dengan ‘tuliskan kebuntuan menulis kita itu kira-kira karena apa? apakah karena kehilangan tema atau memang malas saja?’

Jika kehilangan tema, ya inilah tema jitu untuk menulis, TULISLAH SUASANA KEBUNTUAN MENULIS ITU SENDIRI. Percayalah tak terasa 2 – 3 paragraf akan terwujud dan tulisan sederhana kita akan kembali hadir menghiasi dunia.

Nggak percaya?”

Ini buktinya, dengan tema yang sama ternyata sampai tulisan ini sudah mencapai 8 paragraf lho.

Apakah tulisan ini penting?”

Untuk penulis eh raga ini tentu sangat penting karena menjadi bagian dari legacy yang tertuang dari curahan pikiran yang mengambil tema tentang KEBUNTUAN MENULIS. Asyik khan?

Jadi sekarang yang terpenting adalah tulislah dulu dan hadirkan legacy pribadi tanpa terbebani itu ini. Gerakkan jemari indahmu dalam keyboard virtual smartphonemu, tuangkan apa yang ada dipikiranmu. Jika sudah selesai jangan lupa baca sekali saja untuk mengecek salah pengetikan (typo) saja. Jangan baca ulang terkait konten, nanti malah nggak jadi diposting tulisan tersebut karena merasa tidak sempurna atau ada kekurangan disana sini.

Upload di medsos pribadi atau blog pribadi, share ke teman – teman dan biarkan dunia memberi penilaian. Jikalau setelah diposting di medsos pribadi atau blog ternyata minim dan zero respon, ikhlaskan saja. Nggak usah dipikirkan, yang penting kita sudah menuangkan rasa dalam kata – kata yang dititip di dunia maya dan yakini suatu saat ada seseorang yang membutuhkannya.

Begitulah sebuah tulisan hadir dari kebuntuan menulis, ayo silahkan coba. Selamat pagi semua, Wassalam (AKW).

WORKSHOP FIKSIMINI MASALAH SOSIAL – Perpusnas Writers Festival 2023

Sebuah catatan pribadi dalam momen festival literasi nasional.

BRAGA, akwnulis.com. Sebuah prinsip hidup yang selalu dipegang adalah manusia merencanakan tapi Allah yang menentukan. Tetapi dalam proses menjalaninya terkadang perlu ditambah dengan semangat ihtiar dan sedikit pemaksaan sehingga semua bisa berjalan, tentu atas ijin Tuhan. Inilah yang terjadi pada raga ini, jikalau berbicara perencanaan maka diundang menjadi bagian acara perhelatan nasional yang dibesut Perpustakaan Nasional adalah sebuah kebanggaan. Jauh – jauh hari sudah di plot bahwa pada tanggal 6 September 2023 mendapatkan amanah untuk menyampaikan materi terkait fiksimini dengan tema masalah – masalah sosial dalam kerangka workshop yang diakhir acara harus menghasilkan sesuatu, suatu tulisan fiksimini dari masing-masing peserta.

Awalnya agak gamang diminta mengampu workshop ini, apalagi ada nama – nama penulis beken disana. Ada Gol A Gong Duta Baca Nasional dan tentu penggiat sastra yang sudah malang melintang juga kang maman suherman yang sudah tidak diragukan lagi kelihaiannya merangkai kata serta bejibun buku yang dihasilkannya. Juga para narasumber lainnya yang juga halalebring, sementara diriku mah baru bisa bikin buku pribadi 3 buah itupun 1 novel dan 2 buku kumpulan fiksimini basa sunda plus 6 buah buku antologi.

Tapi bu Anita Owners Bitread Publishing justru menantang dengan memberikan ruang untuk berbagi tips dalam membuat tulisan fiksmini ini dalam helaran writing festival dari Perpustakaan Nasional yang selama ini dilakukan di jakarta. Hal yang menjadi catatan, katanya. Karena sebagai birokrat yang berkutat dengan rutinitas ternyata masih sempat membuahkan karya tulisan yang mengandung aneka makna.. wow tersanjung 5.

Nah yang menjadi cerita takdir tadi adalah kondisi tubuh. H-1 kondisi badan drop banget, panas demam tinggi, batuk pilek dan suara hampir hilang. Bingung khan, apalagi esok hari diberi kesempatan untuk berbagi dalam sebuah workshop fiksimini bertema permasalahan sosial termasuk ikut dulu acara pembukaan. Suaraa.. gimana ini nanti paparan?… kondisi demam dan bapil sudah mulai mereda tapi suara… semoga.

Maka pilihannya adalah sepulang dari kantor, mandi air panas dan makan malam. Tanpa banyak basa-basi minum obat dan beranjak tidur. Ternyata kawan, takdir berbeda. Sepanjang malam tidak bisa memejamkan mata. Kantuk jauh sekali dari kantung mata. Entah apa yang terjadi. Kelopak mata ditutup tapi pikiran kemana – mana. Aslinya sampai ingin menangis dan marah – marah nggak jelas atas kondisi ini. Namun tetap saja hingga mentari pagi menyinari bumi kembali, kedua mata ini belum terlelap sedetikpun. Tentu dampaknya jelas, rasa pusing di kepala kanan begitu kuat menyerang. Juga berjalan kaki terasa seperti sedang melayang. Apalagi suara, belum kembali seperti biasa.

Namun janji adalah janji, janji adalah amanah yang harus dituntaskan. Atas dukungan teman – teman dinsos (bu Rachmi, Bintang, rafli dan faisal), istri, anak dan keluarga maka diawali menghadiri acara pembukaan acara Perpusnas Writers Festival 2023 sebagai pembuka hajatan nasional yang dinanti oleh banyak pihak. Apalagi tahun ini penyelenggaraannya di Kota Bandung, dengan 2 venue yang luar biasa. Museum Konferensi Asia Afrika dan De Majestic Braga, kedua lokasi adalah gedung heritage bersejarah bukan hanya indonesia tapi level dunia.

Setelah mengikuti acara pembukaan secara resmi oleh bapak Kepala Perpustakaan  Nasional maka tiba disaat yang dinanti, mengampu workshop yang sudah terjadwal pasti. Ditemani moderator yang full senyum dan baik hati, Kang Adew Habtsa serta para peserta yang begitu antusias dengan beragam latar belakang. Ada siswa siswi sekolah menengah atas, duta baca, guru SMA, guru SMP dan Guru SD serta bapak dan ibu para penggiat literasi.

Bismillah we… prung ah.

Alhamdulillah, 2 jam bersama di salah satu ruang bersejarah di museum KAA bisa dilewati meskipun suara terdengar begitu seksi. Interaksi dan diskusi menjadi kunci, saling berbagi adalah hal yang hakiki. Tantangan menulis fiksimini disambut atusiasme dan bisa dituntaskan dalam waktu yang tersedia. Jika ada kekurangan dari sisi makna dan kelebihan dalam hitungan kata yang dipatok 150 kata, itulah tantangannya. Tetapi keberanian menulis itulah yang ditularkan dengan menggunakan media fiksimini yang cukup singkat namun sarat makna.

Seiring para peserta membuat tulisan fiksimininya, terasa tidak afdol kalau pemateri inipun tidak melakukan hal yang sama, membuat fiksimini berbahasa sunda bertema masalah sosial. Ini dia tulisannya :

FIKMIN # RUNGSING#

Gulinggasahan sapeupeuting, teu bisa peureum sakerejep kerejep acan. Panon mah bisa dipeureumkeun tapi uteuk ngacacang cus cos kaditu kadieu, teu puguh rampa samar kahayang.
Hayang ceurik, tapi piraku awak badag sora handaruan, ngadon lèwèh ku sabab teu bisa sarè.

Kaluar ti pangkèng ninyuh entèh, aya jeruk dua siki, dikeremus. Seger. Tapi angger sirah dungdeng. Asup deui ka pangkèng, ngajaran digolèrkeun. Sugan les peureum, tapi teu bisa, angger kawas tadi. Awak lungsè, lieur, teu bisa sarè.

Keur guling gasahan, karèungèu di buruan aya nu ngawangkong. Lalaunan muka hordèng, noong. Geuning 3an marakè stelan hideung – hideung. Tuluy nu saurang kaciri malèdogkeun bungkusan ka tèras imah. Hatè tagiwur bisi bom atawa barang nu pimatakkeun. Tapi geus kitu simpè.

Panasaran, keketeyepan muru panto hareup, kaciri bungkusan hideung dina tatapakan. Dicekel jeung diangkat, hampang. Lalaunan dibuka, brèh tèh gepokan duit saratus rebuan meuni loba. Mang Uhè ngaheneng, saharita leungit karungsing, ilang kapusing. Jigrah taya papadana.

***

Fiksimini ini mengusung tema universal yang bisa menjadi muara atau malah asal mula permasalahan sosial yaitu terkait dengan uang. Uang seringnya membutakan mata hati seseorang, uangpun bisa mengubah perilaku seseorang. Dalam tulisan ini, sebuah suasana menjadi baik-baik saja setelah berjumpa dengan uang dadakan, tidak melihat dampak atau konsekuensi yang akan dihadapi.

Ah itulah indahnya cerita fiksi, bisa dinikmati guliran kata yang sering membuncah tiada henti. Berbahagia dan bersyukurlah karena diberi berkah dari Allah SWT untuk dimampukan menulis cerita fiksi dan menikmatinya dalam setiap jalinan kata.

Itulah sebuah momentum rencana yang tersusun jauh – jauh hari hampir berantakan karena si suara sementara menghilang plus kondisi badan yang rapuh karena semalaman sang kantuk menjauh. Tapi dengan dukungan semuanya akhirnya bisa dilalui dengan sebaik-baijnya.

Selamat jam segini kawan, eh masih malam ya?… semangaaat. Wassalam (AKW).