KOPI TIBALIK

Ternyata ihtiar berbeda itu menegangkan…

SOREANG, akwnulis.id. Jemari bergetar disaat kembali bercengkerama dengan keyboard virtual untuk membuat sebuah tulisan sederhana yang selama ini menjadi jembatan penyeimbang jiwa dikala berhadapan dengan kenyataan yang sedang  menanti kepastian. Padahal selama mingu – minggu ini jemari tetap menari dan berusaha menuliskan fenomena yang terjadi. Namun bukan dalam posisi penyeimbang jiwa tetapi mencatat serpihan – serpihan kehidupan dan merajutnya menjadi kumpulan kebaikan dimana esok lusa menjadi sejarah yang hadir tanpa amarah.

Bergelas kopi hitam tanpa gula sebetulnya sudah tak terhitung menemani tarian jemari ini. Namun catatan yang hadir bukan bagaimana kopi hitam tanpa gula itu memiliki body – acidity dan aftertaste yang istimewa. Tetapi betul – betul sebagai teman saja yang terdiam tanpa ekspresi dan menyaksikan jemari ini menari tanpa diiringi musik yang mendayu. Cukup dibersamai desau keresahan dan denting kekhawatiran yang bersuara lirih namun terasa perih padahal bukan luka, hanya kumpulan kata – kata.

Maka kembali mengapa jemari ini bergetar saat ini, karena yang tertuang dalam tulisan adalah sebuah syukur nikmat yang selama 2 minggu ini tidak sempat tercatat karena suatu sebab.

Namanya KOPI TIBALIK alias kopi terbalik. “Menarik khan nama kopinya?”
Tentu membuat penasaran. Karena jika dirunut dari biji maka tidak ada yang aneh, dibolak balik ya tetep biji kopi. Jikalau menggeliat disaat hangat dan panas di roasting, pada akhirnya tetap biji kopi tidak terbalik sampai akhirnya di grinder, diseduh dan dinikmati.

Ternyata istilah terbalik ini merupakan metode penyajian saja. Simpel sekali, meskipun ternyata tidak sederhana pada saat menikmatinya. Kopi yang dibuat ternyata biasa saja, kopi base espresso yakni americano. Hanya saja penyajiannya dibalik dimana pisin tutup gelas itu berubah menjadi alas gelas. Sudah deh, tidak menarik.

Tapi ternyata ini baru permulaan karena tantangannya hadir pada momentum menikmatinya.

Mau dibalik lagi gelasnya dibawah, nggak lucu ah. Maka dengan konsentrasi penuh gelas dan pisin atau tatakan ini diangkat perlahan dan buka celah gelas dengan hati – hati. Karena jika bukanya terlalu lebar, air kopinya keluar semua dan dijamin akan tumpah karena pisinnya kecil.

Maka harus konsentrasi, terukur dan diangkat perlahan tapi pasti…. wadduh menegangkan kawan. Lalu monyongkan bibir menyentuh pisin dan sruput perlahan, agak ribet memang. Tetapi sensasinya menghadirkan suasana rasa tersendiri. Tetap rasanya pahit namun diperkaya dengan manisnya rasa ihtiar termasuk memonyongkan bibir agak ke depan agar hasil maksimal.

Setelah 7 kali prosesi membuka gelas kupi terbalik ini akhirnya bisa habis meskipun bibir kok terasa lebih maju dari biasanya. Resiko untuk meraih kenikmatan yang berbeda. Maka jemari bergetar disaat menuliskannya karena terasa menjadi penyeimbang jiwa dalam gempuran ketidakpastian yang berkelindan dengan harapan banyak pihak terhadap raga sederhana ini untuk berkhidmat dalam memposisikan sebagai bagian dari solusi.

Sebagai penghormatan terakhir maka gelas terbalik dan pisin serta ampas kopi diberikan anggukan hormat takzim karena telah memberi kesempatan untuk sedikit menghela nafas dan kembali ke jalur penikmat kohitala dengan cara yang berbeda.

Padahal sebenarnya dalam sejarah tradisional di kampung halaman, menikmati kopi dengan menggunakan pisin atau tatakan itu adalah hal yang lumrah dengan tujuan membuat suhu air kopi panas itu segera turun. Kopinya di gelas biasa tapi pas mau diminum dituangkan ke pisin. Namun sekarang yang berbeda adalah posisi gelasnya yang disajikan sudah terbalik dan nyepot ke pisin. Sehingga perlu spesial effort pada saat membukanya perlahan.

Selamat mensyukuri hadirnya malam karena berarti besok insyaalloh akan kembali berjumpa dengan pagi berseri dan siang yang benderang. Salam kohitala gelas kebalik, Wassalam (AKW).

Nongki di Kopitotomi.

Yuk ah… ngopi dulu di Kopitotomi

BANDUNG, akwnulis.com. Kebiasaan ngopi tanpa gula dengan metode seduh manual tetap bertahan hingga saat ini. Seduhan yang favorit tentu dengan menggunakan corong dan kertas filter V60. Banyak metode seduh yang lain, namun ternyata dengan corong V60 ini terasa hasilnya apa adanya. Bukan berarti metode seduh manual lainnya hasilnya tidak apa adanya, tetapi lebih kepada pendekatan selera serta kebiasaan saja.

Beda dengan sajian kopi yang dibuatkan oleh orang lain baik barista atau mbakristi, silahkan metode seduh manual apapun dibuat ataupun berbasis mesin. Yang terpenting adalah falsafah diri tentang KOHITALA (kopi hitam tanpa gula).

Kesempatan kali inipun adalah catatan singkat tentang sebuah suasana menikmati kopi tanpa gula di sebuah kedai atau cafe yang memberi kejutan berbeda. Sebetulnya tidak sengaja menemukannya, namun pas masuk ternyata cafenya cozy dan terdapat beberapa sudut tempat yang menyenangkan untuk menikmati kopi. Baik yang Ududer (tukang ngudud/merokok) ataupun non-Ududer tersedia zona nyaman. Hal penting lainnya adalah tersedia mushola yang mungil namun bersih. Jadi aman berlama-lama nongki di cafe ini, pas adzan berkumandang bisa langsung menunaikan ibadah shalat.

Namanya cafe KOPITOTOMI yang berlokasi di Jl. Sadewa 18 Kota Bandung.

Ada juga yang menarik adalah terdapat sebuah pintu mini yang menghubungkan ruang tengah ke halaman belakang yang juga ditata dengan warna menyegarkan. Jadi melewati pintu itu harus dongko atau merunduk, jadi bisa disebut ‘pintu sopan’ karena semua yang melewatinya akan merunduk. Kalau mau coba sombong, jangan merunduk, dijamin nggak bisa melewati pintu itu.

Terdapat juga tempat di ruang tengah untuk live musik. Hanya karena datangnya siang hari jadi tidak ada penampilan live musik, tapi yang penting live eh a life show must go on.

Baik lagi ke urusan kopi hitam tanpa gula dan dengan metode seduh manual maka pilihannya tetap sederhana. Ada menu manual brew V60 arabica wine gununghalu untukku dan juga japanese kopi yang dinikmati oleh rekan kami. Sajian yang dibuat sang barista begitu menggugah selera dan tentunya sambil menikmati sajian kohitala juga menikmati suasana damai yang menenangkan rasa.

Sruput bray….

Sebetulnya banyak menu lainnya tetapii karena waktu yang terbatas maka tidak bisa banyak diulas. Gampang besok lusa kesini lagi kawan, agar nongkrong dan sruput kopi serta makam dan minumnya tuntas. Wassalam (AKW).

PAPANGGIH – fbs

Selamat sore, yuk ah nyerat deui

CIMAHI, akwnulis.com. Senja belum menjadi malam tapi ide menulis hadir harus segera dituangkan dalam jalinan kata yang mungkin memberi aneka makna. Tak lupa karena semangat belajar untuk ikut melestarikan bahasa sunda, maka cara belajarku adalah dengan menuliskan sebuah cerita singkat dalam format FBS (fiksimini basa sunda).

Ini dia tulisan singkatnya :

FIKMIN # PAPANGGIH #

Ulin ka basisir jayanti tapi balikna apruk-aprukan nepi ka asup wewengkon leuweung larangan. Mimitina mah ban motor ngagaur meulah jalan satapak, ban pacul anyar nganjuk ti bengkèl Mang Kosim. Tapi beuki jauh tèh lain manggih lembur, ngadon nanjak loba tangkal geledegan.

Sabot ngaliwatan tangkal kihujan, pes tèh mesin motor ngadadak pareum, erèmna ngonci saharita. Awak ngacleng ka hareup, untungna geus jagoan labuh, jadi teu lila nangtung deui.

Ngarèrèt katukang, kaciri motor ngait kana akar. Leumpang ngadeukeutan. Gebeg!, gigireun motor aya mahluk belang koneng hideung panonna moncorong.

Tapi lain Jang Osid nu borangan ieu mah, komo geus meunang parancah ti Uyut, yèn mahluk ieu mah tong dipikagimir. Tapi deukeutan lalaunan, nyambat karuhun. Teu poho leungeun ngodok kana tas. Geus deukeut teu antaparah deui, asem kawak langsung diulaskeun kana beungeut jeung huntuna. Maung cicing bari nyengir. 

Teu lila kèom tuluy calangap, ngagaur handaruan.
Huaaaaahhhrgggg!!!”
Reup poèk mongklèng. Cag.

***

Fiksimini Basa Sunda atau FBS, sebuah genre menulis fiksi atau karangan berbahasa sunda dengan maksimal 150 kata sudah membangun sebuah cerita lepas. (AKW).

NGOPI DI TMP CIKUTRA 2024

Ngopi sebelum renungan suci, hayuu…

CIKUTRA. akwnulis.com. Sudah lama nggak sempet menulis tema kopi ataupun ngopi. Padahal ngopinya terus lho, meskipun tetap dijaga minumnya kohitala, kopi hitam tanpa gula. Baik sajian kopi manual brew V60 versi racikan pribadi ataupun sesekali di kafe atau kedai kopi manakala dompet sedang berisi. Bisa juga pilihannya americano ataupun kopi tubruk sekalipun.

Nah tadi malam itu ada momentum yang menarik jika dikaitkan dengan ngopi. Yakni mewakili pimpinan untuk hadir dalam rangkaian peringatan Hari Ulang tahun Ke-79 Kemerdekaan republik indonesia tingkat provinsi jawa barat yaitu Apel Renungan Suci (ARS) di taman makam pahlawan Cikutra Bandung.

Dalam benak sudah tersusun rencana bahwa setelah tiba di rumah maka akan menyeduh kopi manual dengan stok kopi yang ada dari Toko Seribu Kopi yakni arabica halu banana. Lalu dibawa ke acara di taman makam pahlawan lalu ‘ngonten‘ disana.
Eh ternyata rencana tinggal rencana, karena dengan segala kesibukan pekerjaan di hari jumat begitu banyak tugas sehingga baru bisa tiba di rumah itu tepat jam delapan malam. Bersegera mandi, langsung ganti baju dan bercanda sama anak tercinta juga pasti sama ibunya sambil menunggu kawan menjemput untuk berangkat bersama. Maklum acaranya tengah malam, jadi jika bersama-sama minimal ada kawan untuk tidak mengantuk.

Jam sembilan malam ternyata sang kawan sudah datang menjemput, maka setelah mengantar anak kesayangan untuk tidur, barulah berangkat dengan sedikit tergesa. Tapi ternyata itu tadi, sesuatu yang direncanakan terlupa.

Aduh buat kopi nggak keburu, lupa dech!”

Gerutu singkat tapi dalam hati, lalu sebagai antisipasinya coba kontak – kontak kolega pengelola taman makam pahlawan cikutra, minimal segelas kopi tanpa gula ada disana dan bisa digunakan membuat video konten dengan latar belakang batu nisan para pahlawan.

Perjalanan dari rumah hingga sampai ke area Taman Makam Pahlawan sekitar 35 menit dan ternyata benar saja disambut bukan hanya kohitala tetapi di mulai dari minuman bandrek dan bajigur, teh dan kopi serta berbagai kudapan rebus-rebusan yang lengkap. Ada pisang rebus, ubi rebus, jagung rebus, kacang rebus lalu makanan berkuahnya ada bakso panas yang menggiurkan.

Khusus kohitala atau kopi hitam tanpa gula, dibuatkan juga versi tanpa ampas dengan kopinya nescafe sachet. Lumayanlah buat konten meskipun terus terang saja karena lambung sudah terbiasa dengan kopi asli yang benar-benar alami, ini beresiko menghadirkan reaksi di perut nanti.

Nah, pada saat secangkir kohitala ini sudah hadir di hadapan mata, maka segera bergerak dengan membawa cangkir tersebut dengan tujuan mau minum kopi hitam di dekat jajaran pusara makam sambil di video.

Ternyata, 2 pihak langsung mendekat dan melarang dengan tegas.
Pertama, pihak dari  TNI terkait disiplin dan khidmatnya seremoni, tentu ini ditanggapi dengan loyalitas dan penghormatan. Mundur teratur. Tetapi larangan kedua lebih menguatkan untuk mengurungkan niat membuat konten ngopi di taman makam pahlawan ini. Hanya dengan satu kalimat sederhana, “Jangan, nanti menyesal!.”

Sesaat terdiam dan belajar paham atas kemungkinan yang akan terjadi jika kedua larangan ini dilanggar. Sudahlah jangan buat konten macam – macam, buat suasana ngonten biasa saja. Akhirnya diputuskan untuk membuat kontenna di ruangan tempat ibu bos satuan pelayanan TMP ini berada. Tentu dengan permohonan ijin dan persetujuan secara lisan, akhirnya bisa merekam video ngopi disini.

Kebetulan juga ternyata terdapat kudapan jajan pasar tradisional dari mulai awug, lapis dan penganan lainnya dengan tema merah putih. Pinjam satu dan dilekatkan pada secangkir kopi…

Tadaa… kopi merah putih sudah tersaji.

Akhirnya waktu pelaksanaan apel renungan suci dimulai, tentu segera bergabung di barisan untuk memberikan penghormatan formal kepada arwah para pahlawan yang dipimpin langsung inspektur apel renungan sucinya adalah bapak Kapolda Jabar.

Jadi terkait membuat konten minum kopi harus dipikirkan masak – masak karena berbagai kemungkinan bisa terjadi. Juga tidak lupa selalu bertanya dan permisi kepada pihak yang berwenang atau siapapun yang akan kita rekam video di manapun. Pantesan males banget dan terlupa buat kopi dulu di rumah, sudah menjadi tanda bahwa janganlah ngonten minum kopi di tempat yang tidak seharusnya.

Itulah sekelumit kisah ngopi di acara renungan suci tahun ini. Sebuah rangkaian momentum bersejarah dalam memperingati HUT ke – 79 Kemerdekaan Republik Indonesia. Nusantara Baru Indonesia Maju. Wassalam (AKW).

NENGOK ‘ABAH EMAK’ DI TELUK JAMBE

Sebuah kunjungan sarat makna.

KARAWANG, akwnulis.com. Cuaca panas di daerah Teluk Jambe Karaeang menyambut raga ini sesaat keluar dari kendaraan. Selanjutnya senyuman dari rekan mitra kerja di satuan pelayanan lansia Karawang membersamai kehadiran kami di tanah singaperbangsa ini dengan senyum tulus kekeluargaan dipimpin kepala satuan pelayanannya yang tinggi besar dan santun, bapak Harry.

Tanpa banyak basa – basi langkah langsung terayun menjelajahi areal satuan pelayanan lansia dengan satu tujuan utama, menemui Abah dan Emak.

Memangnya orangtuamu disini dirawat?”

Sebuah pertanyaan menyeruak tapi tidak harus reaktif dijawab. Biarkan sang waktu membuka pemahaman dan menghasilkan pemaknaan tentang arti sebutan abah dan emak ini.

Dalam terminologi bahasa sunda, istilah abah emak ini adalah sebutan anak kepada orangtua ataupun sebutan yang sopan dan hormat kepada orangtua lainnya. Jadi bukan ayah dan ibu kandung kami yang ada disini, tetapi para lansia telantar yang dirawat dan dilayani disatuan pelayanan ini. Secara jumlah terdapat 66 orang yang terdiri dari 36 orang emak dan 30 orang abah.

Mereka ditempatkan di wisma yang terpisah dan menempati tempat tidur masing – masing, meskipun secara kondisi memang kecenderungannya terutama para emak lansia disini kondisinya renta dan butuh perhatian ekstra. Juga masing – masing memiliki kisah pilu yang seringkali membuat trenyuh para perawatnya. Ada beberapa emak yang cukup ‘cangker‘ (jasmani kuat) namun sisanya lebih akrab di bed masing – masing karena kondisi raga terbatas juga ada yang ditempatkan di dekat kamar mandi karena hobinya mandi hingga 15 kali sehari, untung saja persediaan air disini cukup memadai.

Sementara para abah relatif lebih sehat dan terlihat beraktifitas normal meskupun sebagian kecil ada yang tergolek lemah di bed masing – masing. Jumlah abah atau klien lansia lami – laki adalah 30 orang.

Disaat masing – masing didatangi dan disalami, terlihat wajah wajah emak dan abah yang begitu senang didatangi seakan ditengok oleh anaknya yang selama ini hilang atau malah menelantarkan orang tuanya. Ada emak yang memeluk erat sambil berucap tak jelas, tapi yang pasti ada isak tangis yang membuat mata ini ijut sembab, mungkin dia kangen berat sama keluarganya. Ada juga yang langsung menengadahkan tangan sambil bilang nggak punya duit dan belum makan, padahal dari perawat membisiki bahwa emak ini baru selesai makan.

Tetapi latar belakangnya emak ini adalah pengemis tua telantar yang terjaring razia oleh petugas dan akhirnya diantarkan oleh pemerintah kabupaten ke panti lansia ini.

Banyak lagi cerita lainnya hadir dari mulut renta mereka, meskipun terbata tetapi intinya adalah berharap perhatian dan jangan ditinggalkan karena mereka sudah tidak punya siapa – siapa. Sementara melihat para perawat, para pekerja sosial dan petugas lainnya begitu sigap dan akrab dalam memberikan pelayanan seolah seperti merawat orangtuanya sendiri sangat patut diberikan acungan jempol dan penghormatan. 

Sebuah bentuk pekerjaan yang perlu keikhlasan dan dedikasi tinggi karena tidak mengenal hari libur, untuk selalu merawat abah emak dengan ikhlas dan penuh ketelatenan.

Ada satu emak yang memeluk dengan erat tak mau melepas, karena teringat anak semata wayangnya yang entah dimana dan dibayangkan sudah sebesar raga ini. Ada juga yang minta tolong tagihkan utang ke seseorang, padahal itu adalah ingatan terakhirnya 10 tahun silam tetapi karena demensia, seolah itu baru saja terjadi kepadanya.

Ah kadang mata ini tak kuasa menjaga air mata, menghadapi kenyataan kehidupan yang begitu berbeda. Semoga hadirnya rekan – rekan yang ikhlas merawat mereka bukan hanya tentang hadirnya negara dalam merawat rakyatnya yang telantar dan menua tetapi juga memberi harapan kedamaian pada lansia abah emak telantar ini dalam menjalani sisa – sisa umur kehidupannya.

Itulah secuil hikmah kunjungan kami ke satuan pelayanan lansia dibawah koordinasi UPTD PPS Griya Lansia yang berkantor pusat di daerah Ciparay kabupaten bandung yang memiliki satuan pelayanan di Karawang, Garut dan di Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Satu hal lagi yang terpenting adalah jagalah orangtua kita, minimal jika tidak langsung merawat karena waktu dan jarak maka sempatkanlah rutin berkomunikasi via telepon atau videocall untuk memantau kondisi orangtua kita yang merupakan ‘jimat’ bagi anak menantunya. Tapi tetap secara berkala sempatkanlah menengok dan memohon doa terbaik untuk meniti kehidupan ini serta kesiapan kita berinvestasi akherat.

Bagi para pembaca yang ingin berbagi maka bisa DM di instagram dengan alamat @rslugriyalansia.dinsosjabar atau datang langsung ke lokasi Griya Lansia Ciparay dan satuan pelayanan lainnya. Untuk di karawang terletak di jalan rayaTeluk Jambe nomor 129  Kabupaten Karawang. Wassalam (AKW).

Strategi Zero New Stunting

Doorprize & Strategi ZNS

MAJALENGKA, akwnulis.com. Sebuah acara pembagian doorprize di halaman belakang rumah dinas alias pendopo bupati majalengka yang berupa kuis pertanyaan dari pejabat yang hadir dengan hadiahnya sepeda lipat tentu menjadi penyemangat bagi seluruh hadirin yang sudah mengikuti Rakerda IKAPTK se jawa barat. Pertanyaan dari Sekretaris Daerah Provinsi Jawa barat sekaligus menjadi ajang sosialisasi strategis yang perlh dipahami oleh seluruh kalangan yang berkepentingan dan atau bertanggungjawab dalam penurunan persentase stunting di provinsi jawa barat.

Bagaimana strategi efektif dalam penurunan stunting di jawa barat dengan cara Zero New Stunting (ZenTing)?’

Inilah kesimpulan jawaban dari para peserta yang tampil ke depan dan disempurnakan oleh bapak sekda, ini dia penjelasannya :



STRATEGI dalam mewujudkan zero new stunting atau tidak ada lagi stunting baru di wilayah provinsi Jawa Barat adalah dengan melakukan langkah teknis yang terbagi dalam 2 dimensi waktu yaitu waktu sebelum melahirkan dan waktu sesudah melahirkan.

Waktu sebelum melahirkan berarti dalam posisi kehamilan sang ibu dimana disyaratkan minimal adalah :
1. Rutin mengkonsumsi vitamin penambah darah, tentu ini menjadi peran penting berbagai pihak khususnya dinas kesehatan provinsi, wabilkhusus dinas kesehatan kabupaten kota yang memiliki pasukan bidan desa dan koordinasi puskesmas di wilayah masing -masing.
2. Melakukan pemeriksaan rutin minimal selama 6 kali dalam masa kehamilan.
3. Asupan makanan khususnya protein hewani secara rutin minimalnya 4 macam : daging, telur, ikan dan susu.

Disaat setelah melahirkan adalah pada fase BADUTA (bayi 2 tahun) atau 0 sampai 24 bulan usia bayi. Ini kembali dibagi 2 fase yakni :
Pertama fase usia bayi nol sampai dengan 6 bulan adalah diberikan ASI eksklusif.
Kedua pada fase 6 bulan sampai dengan 24 bulan adalah ASI ditambah makanan pendukung yaitu MPASI baik daging, ikan, telur dan susu formula.


Itu adalah strategi teknis untuk menurunkan angka stunting di provinsi jawa barat yang disampaikan bapak Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat.

Ternyata ada kendala klasik dalam melaksanakan strategi ini yakni kesadaran bapak – bapak para suami yang secara disengaja dan tidak ternyata menjadi penghambat pemberian susu eksklusif untuk bayi buah hatinya karena rebutan ‘pabrik susu alaminya’.

Bagaimana cara mengedukasi dan menjelaskannya kepada bapak bapak para suami?”

Pertanyaan penting yang sangat perlu dibahas secara khusus. Wassalam (AKW).

TEMANKU SENJA

Hangatmu menemaniku.

CISUMDAWU, akwnulis.com. Semburatmu membuatku terpaku, padahal sebentar lagi akan bersiap menghilang di mahligai ufuk barat atas nama siklus tugas kehidupan. Namun ternyata cengkeraman sinar kuning keemasan dan oranye begitu melekat dalam pandangan dan perasaan orang sekitar.

Pertemuan kita beberapa minggu ini begitu intens karena ternyata harus menyore dikala lalu lintas bergerak menuju tempat berbeda, kehangatanmu ada. Sebuah kehangatan hakiki yang menyilaukan sekaligus memberikan kenyamanan dalam mengubah galau menjadi cingcai dan menghapus pesimisme menjadi optimisme.

Mentari senja kemarin lalu atau selumbari bersua di atas jembatan atau tepatnya jalan layang paspati Kota Bandung. Disaat kemacetan menjadi biasa, disitulah kesempatan mengabadikan rasa menjadi terbuka. Berbekal jari jemari dan ponsel hape yang ada maka dihasilkan sebuah gambar sederhana namun bermakna, karena disitu dapat dilihat bahwa semburat mentari sorè menghasilan elegi yang tak lekang oleh janji meskipun terkadang membersitkan serpihan sepi.

Begitupun dengan hari ini, disaat tadi pagi pergi menuju kertajati dan dilanjutkan memenuhi undangan di kediaman bapak bupati. Pada saat kembali ke tempat awal dimana selama ini ditinggali bukan di jembatan layang paspati tetapi pada ruas jalan tol Cisumdawu yang akhirnya bergabung dengan ruas tol padaleunyi.

Di tol Cisumdawu sore tadi, semburat hangatmu kembali menemani membawa semangat untuk tetap bersahaja dan berbagi ceria apalagi sebentar lagi berjumpa dengan keluarga setelah hari minggu terpotong oleh sebuah agenda luar kota. Maka dengan berbagai upaya mengabadikan momentum bersamamu sang pemancar sinar keemasan yang begitu perkasa.

Meskipun hanya bermodal kamera bawaan di hape saja tapi dengan ihtiar maksimal dan semangat menggebu maka puluhan jepretan momentum pendar cahayamu terus dibidik dan dijepret. Ya hasilnya banyak yang blur karena kendaraan terus bergerak sementara fokus lensa kamera terbatas. Tapi itu bukan halangan, terus saja dicoba dan akhirnya ada sebuah photo cahaya mentari senja di jalan tol cisumdawu.

Mentari tepat berada dihadapan seolah menyambut kepulangan kami menuju puncak harapan. Hangatnya cahaya sore sekaligus menyilaukan mata yang tak bisa terus terbuka tetapi sesekali berkedip agar memastikan fungsi matanya tetap terjaga.

Terima kasih semburatmu membersamai kami dalam kehangatan sore baik sore hari yang lalu juga hari ini seiring kepulangan raga ini dari majalengka  berjibaku dalam judul tugas dan pekerjaan yang dituntaskan di hari minggu ceria. Wassalam (AKW).

NGOPAY NGOJAY & GUNUNG LAWU.

Akhirnya Ngopay Ngojay terlaksana di kaki gunung… Segerr.

KARANGANYAR, akwnulis.com. Selamat bersua kembali dengan celoteh ringanku dalam bentuk tulisan sederhana namun bermakna. Tentu untuk tema tidak jauh – jauh dengan urusan si hitam nikmat yakni kopi. Karena konsistensi adalah janji, meskipun cukup janji kepada diri sendiri tapi marilah kita jaga sehingga tetap bertahan menulis dengan tema ini.

Meskipun kenyataannya tidak bisa menulis 100% tentang kopi, ada juga kerandoman trma lainnya khususnya penulisan cerita fiksi bahasa sunda yang tidak terlalu menyita halaman tulisan, karena cukup dengan 150 kata dan sudah membangun satu cerita maka tuntas sudah penulisannya yang disebut efbe-es FBS fiksmini basa sunda. Tantangannya adalah mencari kata dalam bahasa sunda untuk dikaitkan dengan kata lain sehingga menjadi bangunan cerita utuh yang tertata.

Nah kembali lagi ke tema tulisanku sebenarnya bukan hanya kopi tapi juga berkaitan dengan kolam renang atau berenang sehingga jika digabung dalam bahasa sunda menjadi tema yang murwakanti atau akhirannnya senada, yaitu NGOPAY & NGOJAY (menikmati kopi & berenang / kolam renang).

Beberapa tulisan terdahulu lebih banyak menuliskan secara terpisah. Jadi hanya membahas tema kopi saja atau bahas tentang berenang dan kolam renang saja. Ada 2 tulisan yang menggabungkan  NGOPAY & NGOJAY, mayoritasnya ngopi di pinggir kolam renang.

Jadi sekarang mau nulis bertema ngopay & ngojay?”

Benar sekali, tulisan kali ini bertema lengkap renang NGOPAY & NGOJAY ditambah kejutan lainnya adalah di tempat yang eksotis dan berlatar belakang momentum keindahan alam yang tiada tara. “Pasti penasaran deh!”

Maka perburuan momentum ini menjadi menantang, karena tentu dihadapkan dengan kondisi waktu yang terbatas. Disebut terbatas karena ada unsur alam yang bergerak dan tak pernah mau berhenti seperti takdir sang waktu. Bergerak terus dan bergerak terus.

Apakah itu?”
“Jadi penasaran”

Inilah jawabannya, jengjreeeng.

Sudah kelihatan khan?”

Berbicara keindahan itu adalah relatif tapi saya yakin sidang pembaca akan menyebut ini pemandangan indah dan memenuhi syarat sebagai tulisan bertema NGOPAY &  NGOJAY. tentu karena senua unsurnya terpenuhi.

Pertama, NGOPAY atau ngopi sudah diwakili oleh sebejana kopi seduhan drip manual dengan kopi lokal arabica Jenawi anggramanis. Kopi ini sudah dipersiapkan dari pagi sekitar jam 06.00 wib dengan berharap bahwa tidak ada kabut yang menghalangi pandangan di dataran tinggi tawangmangu ini. Tepat pukul 06.17 wib bergegas ke luar area tenda tempat merebahkan diri tadi malam menuju lokasi kolam renang dengan sudut yang pas untuk memastikan pengambilan gambar yang tepat. Apalagi selain target kopi dan kolam renang juga elemen pentingnya adalah kehadiran sang mentari di balik punggung gunung Lawu yang terkenal.

KEDUA adalah SUNRISE. Disaat mentari  merayap perlahan dan pasti melewati punggung gunung Lawu maka momentum itu hadir untuk diabadikan. Tidak lupa refleksi semburat warna keemasan harus terpantul di permukaan kolam renang yang menjadi hamparan kaca bening menenangkan.

Cetrek!
Cetrek!

Alhamdulillahirobbil alamin, sebuah capture photo dengan smartphoneku bisa menangkap momen ini secara lengkap. Memang tidak sempurna jika dibandingkan kamera DSLR, tapi sebagai dokumentasi pribadi ini sangat berarti. Dimana selanjutnya akan dibagikan di media sosial demi menghadirkan eksistensi.

Rasa syukur adalah utama, karena atas ijin Allah SWT sebuah momentum takdir ini tercipta. Dimampukan untuk membidik momen photo secara lengkap yakni NGOPAY, NGOJAY, SUNRISE, REFLEKSI dan GUNUNG.

Selamat sruput ngopat di hari ini ditemani kehangatan sentuhan mentari yang terus meninggi.  Segelah sruput kohitalanya dilanjutkan dengan aktifitas penting. Apalagi lambaian dari riak kolam renang membuat raga ini tidak bisa menolak untuk segera bercumbu dengan kesegaran pagi di kawasan Glamping Atsiri RAI. Wassalam (AKW).

BORANGAN – fbs

Wios borangan ge ah.

BANDUNG, akwnulis.com. Alhamdulillah akhirnya bisa kembali menuangkan kata menjadi cerita meskipun sedikit terbata – bata karena berbagai alasan yang nyata tapi inilah hasilnya.

FIKMIN # BORANGAN #


Tos lami teu liar wengi jalaran rumaos yuswa beuki nambihan. Tangtos nu utami ngiatkeun niat ngempelkeun bekel pikeun jaganing di ahérat. Supados lungsur langsar dina enggoning kekempel bekel téh ayeuna mah ka masigit langkung remen sanaos teu lima waktos. Netepan lohor nu tara kalangkung mah, margi moal sieun ngadadak janten imam. Cekap ku modal Allohuakbar tur samialloh, tiasa lancar ngaimaman.


Wengi ieu kapaksa kedah nyarengan dunungan, calik dina korsi nu teu patos caang. Saurna téh, “Réncangan sakedap nya Bah, ulah kamamana, calik waé bari ngaleueut.”


Mung unggeuk nu tiasa kapihatur, padahal dada ngaguruh haté tagiwur. Ningali barudak beunceuh bobolékakan ngalangkung payuneun raray. Kirang bahan, kaluhur kahandap. “Astagfirullohal adzim” mung istigfar nu teu liren di dawamkeun.


Om ikut duduk ya bentar” ujug – ujug soanten halimpu kadangu, bréh dipayuneun aya bidadari sampulur tur rancunit. Soca olohok raga teu walakaya. Sieun nu teu aya papadana, sieun nyaah sapertos baheula nu tungtungna janten sangsara. (AKW).

KOHITALA PULLMAN JKT

Rapat malam di Hotel Pullman, jangan lupa sruput kohitala gratisan tapi elegan.

JAKARTA, akwnulis.com. Sebuah catatan dalam rentang waktu tertentu pasti dibatasi oleh sesuatu objek yang jelas sehingga sebagai penanda menjadi satu kepastian memori dan memudahkan untuk mengingatkan kembali. Sebagai kelanjutan petualangan menikmati sajian kopi kali ini tidak lepas dari catatan terakhir tentang NGOPI DITAHURA & SABILULUNGAN.

Tuntas di acara tersebut bukan berarti kegiatan selesai karena raga ini harus bergerak dan meluncur ke kota jakarta untuk memenuhi penugasan selanjutnya. Tidak ada kata lain selain berangkaaaat…

Perjalanan sore hari menuju jakarta relatif lancar dan tidak terlalu banyak hambatan. Hanya kepadatan di sekitar tol cikampek KM54 saja. Selanjutnya waktu tempuh relatif normal hingga memasuki tol kota. Seperti biasa padat merayap dan kesabaran menjadi kuncinya. Lalu bundaran besar semanggi hingga akhirnya mencapai bundaran Hotel Indonesia dan memgikuti arus kendaraan yang ada akhirnya bisa tiba di hotel pullman thamrin tempat penyelenggaraan acara, meskipun ada sedikit drama karena harus putar – putar jalan dulu karena ternyata akses masuk hotelnya dari belakang dan terlewati.



Ya sudah, jadikan pengalaman untuk lebih fokus dan teliti” begitu petuah bagi diri sendiri dan sesama rekan yang membersamai.

Masuk lobi dan diarahkan naik ke lantai 2 dimana disambut dengan meja registerasi bin absensi tetapi tidak langsung berkegiatan karena dipersilahkan dulu menikmati sajian makan malam, Alhamdulillahirobbil alamin.

Disinilah batasan awal cerita kopi kali ini, karena pada saat berkeliling langsung bersua dengan mesin kopi yang komplit dan otomatis dengan petunjuk yang mudah dan tentunya kopi dan susunya penuh sehingga tinggal pencet pencet tombolnya saja. Tombol capucino yang menjadi pilihan pertama. Tunggu sesaat lalu cangkir terpenuhi dan bersiap dinikmati. Tapi tidak lupa ada hal penting yakni photo dulu, sruput nanti tapi dokumentasikan yang pasti.

Cetrek!
Cetrek!



Sruput perlahan menjadi sebuah kenikmatan secangkir kohitala. Memang capucino ada susunya tetapi perbandingan kopinya jauh lebih banyak. Terpenting harus diingat adalah hindari gula nikmati kopinya. Apalagi di hotel Pullman, kesempatan ini menjadi momen langka karena setelah acara pasti keluar hotel dan mencari hotel sesuai standar yang ditentukan.

Apakah lebih enak kopi di hotel Pullman pak?” Sebuah pertanyaan menyasar diantara kesibukan meeting malam ini, tentu jawabannya sederhana, “Alhamdulillah, enak dong”

Saya selalu berusaha menikmati secangkir kopi tanpa gula itu dari berbagai sisi dan itulah yang harus dimaknai dan disyukuri sehingga pilihan sedehananya hanya dua, kopi enak dan enak sekali. Kali ini karena berbasis mesin kopi tentu ada standarnya berbeda dengan penyeduhan manual yang bisa beraneka rupa cara serta hasilnya. Maka pilihan capucinno ini dilanjutkan dengan yang murni kopi saja yakni espresso. Cairannya sedikit tapi rasanya begitu mantabs dirasa dimulut dengan body strongnya yang membuat ‘beunta’ lebih lama.


Berulah setelah secangkir capucino dan secangkir espresso masuk ke dalam raga, meeting malam ini dimulai.  Lumayan bisa membuat mata ini tetap terjaga meskipun sang waktu beranjak menuju tengah malam untuk berganti esok hari.

Setelah meeting tuntas, bersegaralah pamitan dan keluar area hotel di daerah bundaran Hotel Indonesia ini untuk menuju daerah Halim dimana hotel itu berada. Begitulah cerita kohitala kali ini, jangan bosan ya. Besok.lusa pasti ada lagi cerita kopi dan kohitala lainnya. Wassalam (AKW).