Diary Coffee 8

Catatan nyruput si hitam volume 8

Hari berganti hari
Tantangan dan harapan terus berbagi
Saling memuji meski tetap hati-hati
Makna hidup adalah ketenangan hakiki

Sentani Papua diseduh perlahan
V60 tetap manual brew andalan
Hendra barista tosca berkenan
Sajikan kenyamanan dalam keharuman

Terasa mantap rasa dark coklat
Ada juga kacang tanah sedikit kuat
Yang pasti body medium tetap terhormat
Acidity low tapi tetap rasanya mantap

Kopi hitam tetap tersaji
Argo parahyangan di ruang restorasi
Satu cangkir black coffee
Perjalananpun berseri-seri

Manual brew Ahertiani
Ditemani buku sejarah kopi sejati
Mengukuhkan priangan pusatnya kopi
Masa lalu dan masa kini

Rest Area 125 Cimahi
Ada tempat kopi yang menarik hati
Sajian Cemex Kalita dan V60
Sajikan manual brew kopi asli

Pilihan kopinya masih terbatas
Hanya malabar, gayo, toraja terbungkus kertas
Silahkan memilih bebas
Dahaga kopi minimal lepas

Nongkrong sambil bawa buku
Baca situasi sampai waktu berlalu
2 kali sajian kopi membantu
Jalani hidup tak selalu syahdu

Diajak Nyasar

Teriakannya bikin pede yang denger, tapi ternyata awal mula dari ketersesatan.

Alhamdulillah, tepat pukul 08.00 waktu ibukota, kami menjejakkan kaki di stasiun Gambir. Tak banyak tungak tengok karena kaki sudah otomatis menuruni tangga menuju lantai bawah bersama para penumpang kereta lainnya. Tak lupa ritual setelah tiba di lantai bawah, belok kanan menuju toilet pria dan bersaing dengan penumpang lain untuk mendapatkan urinoir yang kosong… ahay dapet. Cerrrr……

Tuntas menyimpan urin di stasiun gambir.. eh membuang ding, lanjut bergerak keluar stasiun. Biasanya sudah order takol via aplikasi tapi hari ini nyoba taksi konvensional yang nongki di Gambir, biasanya bluebird dan pusaka. Langkah kaki keluar pintu utara menuju petugas taksi. Tak hitungan menit, sedan biru muda mendekat dan kamipun numpak.. eh menaiki taksi tersebut tanpa banyak tanya.

Seorang bapak berumur menyambut kami dengan pertanyaan yang sopan, “Mau kemana pak?” “Ke hotel Grand Kemang pa” kami menjawab serempak.

Bapak sopir mengangguk lalu memijit handphone androidnya dan mendekati layar android sambil bilang, “Grand Hotel Kemang!!”… layar android berputar sesaat dan tadaaa….. tujuan sudah terpampang di aplikasi googlemap yang akan menjadi pemandu perjalanan kami pagi ini.

“Gaul juga nich si bapak, akrab dengan teknologi, mantabs!” Suara dalam hati memuji, taksipun berjalan mengikuti track yang dipandu oleh android dihadapan kami.

Tak banyak tanya dan fokus buka-buka hape di email… eh buka email di hape, urusan kerjaan yang musti segera dibaca dan diputuskan. Sehingga tak melihat taksi meluncur menyusuri jalan ibukota, tapi pasti percaya lha wong tadi udah pede banget menggunakan aplikasi googlemap.

Ternyata……. kecurigaan mulai muncul pas taksi maksa masuk komplek Blok M. Lho kok kesini?…
“Pak kok masuk kesini?” Reflek sebuah pertanyaan muncul. “Menurut petunjuk peta, ini yang lebih dekat!” Sang sopir menjawab tegas. Weitt pede banget tuh jawaban, padahal jelas di komplek blok M itu nggak ada Hotel Kemang. Tapi daripada berdebat sama orangtua, malah kualat yo wiss.. monggo ikuti petunjuk peta digital…

Akhirnya taksi mutar-muter nggak jelas hingga berakhir di parkiran motor yang sempit deket tumpukan sampah. Terlihat di spion tengah wajah sang sopir agak tegang, berkeringat dan memutih. Ditanya lagi dech, “Bapak udah lama pegang taksi di Jakarta?”
“Baru de, baru 1 bulan” Jawabnya pelan-pelan.

Aihhhh…. yakin dech bapak ini belum tau rute…

“Ya sudah pak, saya pandu aja. Sekarang kita keluar dari komplek ini!”

“Iya de..” jawab sopir tua itu tergagap. Dari tanya jawab singkat selanjutnya ternyata bapak sopir bertitel haji ini dari pulau sumatera dan baru dua bulan ini mencari rejeki menjadi sopir taksi di Ibukota.

Rasa iba muncul mengalahkan kedongkolan, meskipun jelas kami sudah terlambat 20 menit mengikuti acara juga harga ongkos taksi yang hampir 2x lipat, tapi apa mau dikata.

Taksi bergerak mengikuti arahan kami dan akhirnya tiba di lobby Hotel Grand Kemang. Masalah terakhir adalah tidak tersedia kembalian, akhirnya kami yang muda ngalah. Tips diberikan karena agak terpaksa… eh jangan gituuu… ikhlaskann.

Pelajaran berharga bagi kami disaat menaiki taksi konvensional adalah ikut mengecek tujuan yang diteriakkan ke aplikasi android googlemap. Karena bisa saja lokasi sasaran tujuan yang muncul belum tepat seperti apa yang diharapkan. Sehingga terhindar dari keterlambatan datang ke acara serta tambahan ongkos yang tak terduga.

Tiba di hotel segera menuju ruang meeting, meski terlambat tetapi tidak terlalu fatal, hanya 35 menit saja. Ya siap-siap semua mata peserta rapat akan menghunjami diri dengan sejuta tanya yang tak terucap. Sebagai basa-basi sebuah cerita tentang sopir taksi ini, menjadi pelajaran bagi diri bahwa tidak boleh percaya begitu saja dengan seseorang, termasuk kemampuannya menggunakan kemajuan teknologi terkini.

Alhamdulillah bisa meredam tanda tanya dari pimpinan rapat dan mayoritas peserta rapat. Secara kebetulan informasi yang kami sampaikan selanjutnya bisa melengkapi optimisme dari tujuan rapat tersebut…. dan akhirnya rapat berjalan dengan lancar ceria. (AKW).

RUJIT

Geuning sabar téh teu aya watesna..

Photo : Aki nuju mapatahan Néng nini / Doklang.

#FikminSunda

Sakecap natrat sakalimah ngagurat, lambey nu janten cukang lantaran dibantos ku létah nu teu weléh ngumbar amarah. Tapi ulah hilap réhna sadaya ucap tur paripolah téh diatur ku wirahma manah nu sakapeung mah pasalia sareng uteuk nu ngutamikeun asak pikir.

Kecap ‘rujit‘ tiasa janten mamala upami diréncangan ku kecap ‘aing mah’ komo bari raray ngabalieur, beuki angot ningalikeun kaceuceubna.

“Salah sawios landong pikeun ngicalkeun rujit haté nyaéta kedah seueur syukuran kana naon waé anu aya dina kahirupan urang, ulah nungtut waé hoyong sampurna sagala rupi téh, kitu néng” Soanten leuleuy Ki Sumanta mapatahan Nini Uti nu manyun bangkenu nincak poé ka duapuluh tilu.

“Rujit aingah ngadéngéna!” Nini Uti ngagorowok tuluy ngaléos.

Ki Sumanta ngaheruk, rumasa can bisa mapatahan jikan nu baheula dipikacinta. Kecap ‘rujit‘ ngorowotan duriat. (AKW).

Diary Coffee 7

Cerita si hitam di Kota Surabaya terangkum dalam bait puisi DCvol7.

Panasnya Kota Surabaya
Tidak urungkan semangat berkelana
Malah jadi pengen nyoba
Sensasi kopi di Kota bu Risma

Tapi nggak bisa sebebasnya
Karena agenda acara sudah jelas adanya
Jadi ikuti semuanya
Hunting kopi di sela agenda

Memang rejeki tidak kemana
Disaat ada sesi belanja
Ibu-ibu berhamburan semua
Tuntaskan penasaran dan hasratnya

Segera menyelinap ke bangunan tua
Yang menyajikan si hitam nyata
Espresso manual dan kopi arabica
Menjadi pemuas dahaga

Rasa espresso manualnya lumayan
Kopi tubruknyapun bikin nyaman
Bersandar sambil nikmati keadaan
Terasa nikmat nian

Beranjak sore menuju bangkalan
Pulau madura jadi tujuan
Suramadu sangat berperan
Bikin lancar perjalanan

Di madurasa segera tersaji
Segelas kopi Toraja kalosi
Meski ditubruk pake air panas asli
Yang penting kopi dan kopiii

Disaat yang lain berburu batik maduratna
Daku duduk merdeka
Menikmati secangkir suasana
Menuju temaram di pulau madura

Esoknya double espresso secangkir
Bikin otak terus berfikir
Hidup ini suatu saat berakhir
Jadi inget belum berdzikir.

Garuda Indonesia sudah di udara
Datanglah sang pramugara
Tawarkan si hitam menggugah selera
Kopi hitam yang menggelora

Akhirnya selesai dulu ya
Diary coffee akan ada lanjutannya
Si hitam segar pasti menggoda
Dimanapun ia berada.

*) Edisi diary coffee sambil beredar di Surabaya (AKW).

Cirambay

Aya-aya waé ari nuju di jalan téh.

Pas eureun na lampu beureum. Brakk!!! Kaca tukang aya nu ngababuk, sajorélat ngalieuk. Kaciri ditukang loba motor. Uing muka panto supir, turun katukang.

“Nanaonan ari sia, bet neunggeul kaca mobil teu pupuguh?” Uing muncereng napsu ngaguruh. Manéhna molotot euweuh kasieun. Uing maju bari ngaluarkeun jurus monyét ngagugulung kalapa, méh bisa nonjok tah si pikasebeleun téh. Pas peureup rék antel kana beungeutna, kaciri éta jelema téh geuning cirambay. Kabeneran manéhna maké hélm sapotong.

Reg peureup eureun, uing galaw. “Tuluykeun ngahabek atawa tanya heula?” tapi tibatan jadi matak mending nanya heula. “Kunaon siah jagoan téh bet ceurik?” Uing nanya bari rada muncereng. Manéhna tungkul bari nempo kahandap. Ana bréh ramo suku katuhuna katindihan ban mobil nu uing. Gebeg téh, beretek uing lumpat naik kana mobil, maju saeutik.

Si bapa ngagolér tuluy dipayang asup na mobil uing, muru ka rumah sakit. karunya ramo suku limaannana jadi jempol sakabéhna.

***

Catetan :

Ieu fiksimini basa sunda Seratan simkuring 2 taun kapengker, ping 12 April 2016. Diropéa saciwit. Wassalam.(AKW).

Melukis diri

Menatap malam menggambar harap.

Tengah malam akhirnya terlewati, tetapi ternyata mata belum sesekali terpejam sendiri. Seolah bersekutu dengan otak dan kompakan dengan tubuh yang semakin segar tanpa ada tanda-tanda kantuk datang.

Serasa tidak biasanya. Ditambah dengan sesekali gatal tenggorokan meningkahi, munculkan batuk yang sedikit mengganggu.

Biasanya mah pelor alias nempel molor, nemu bantal ataupun nggak. Asal nempel di kasur maka terlelaplah tanpa perlu berhitung menit.

Akhirnya mencoba melukis asa diatas langit-langit kamar, mengambil kuas harapan dan menyapukan pelan-pelan untuk hasilkan angan yang memberi pengharapan.

Tidak lagi berfikir kenapa kok tidak bisa tidur memejamkan mata seperti biasa, tapi disibukkan dengan badan telentang tapi pikiran sibuk melukis angan di atas langit-langit kamar kehidupan. Siluet aneka warna mulai terbentuk dan mewujud abstrak tapi penuh makna.

Seekor naga berwarna-warni melindungi bola kaca kuning keemasan berpadu dengan birunya langit dan hijaunya savana, hadirkan sinergi warna yang begitu memikat. Meski itu hanya angan. Biarkan pikiran bebas terus berkumandang.

Seiring lukisan angan hampir mencapai bentuk sempurna, tak terasa mata tertutup badan terlelap. Serasa badan menjadi ringan dan sedang menunggangi naga warna diatas langit bumi pancatengah. Kesuburan tanah dan areal persawahan serta perkebunan yang hijau memanjang dibatasi kelokan sungai yang menjadi batas alam.

Udara segar dan begitu segar sepanjang mata memandang… nikmat sekali, Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban…

Tiba-tiba, “TRIIIIIING TRIIIIING!!!!” suara alarm membuyarkan lukisan alam dan hancurkan sang naga yang sedang asyik berkeliling. Semua gambaran hilang. Tergantikan suasana kamar yang temaram. Jam menunjukan pukul 3 dini hari… ooow alhamdulilah ternyata tertidur jugaaa.

Tapi dengan segenap kekuatan yang ada, bergerak bangun tanpa menunda. Menyambar handuk dan menyalakan air panas di kamar mandi. Bukan apa-apa, karena Pesawat di Bandara Husein jurusan surabaya pasti nggak bakalan menunda penerbangan gara-gara salahsatu penumpangnya bangun kesiangan… ‘jebur.. jebuur.’

Lawan dingin perangi kantuk, segera bergerak meski tenggorokan masih serak. Menjalani tugas meskipun harus dini hari bergegas menuju bandara yang akan menjadi tempat pengantar tugas DL hari ini. Hayuuu. (AKW).

Diary Coffee 6

Volume 6 Diary Coffeeku…

Pagi menjelang penuh harapan
Secangkir kopi bukan hanya angan
Tetapi salah satu tujuan
Karena dibalik kepahitan ada kenikmatan

Pahit itu hanya persepsi
Karena terkandung aneka sensasi
Dari secangkir kopi
Sajian yang hitam mewangi

V60 Gayo Takengon tampilkan diri
Aroma nikmat rasa sweety
Medium acidity bikin mau lagi
Di Noah Barn ini tersaji

Pagi menjejak siang
Mengantar hari dengan riang
Dari bandung bergeser sekarang
Menuju Cimahi utara selagi terang

Cafe kupu-kupu menyambut haru
Kedatangan kami yang terburu-buru
Demi menikmati sajianmu
Manual brew Arabica Gunung tilu

V60 memberi rasa tersendiri
Dilanjut double espresso lebih dini
Mengejar nikmat yang hakiki
Mengecap rasa kopi alami

Kopi hitam di Cipageran
Bikin mata agak segeran
Setelah ujian yang menegangkan
Longgar otot jalani kehidupan

Sore menjelang bersama si cayang
Dapur keraton ucap selamat datang
Sajian kuliner rasa menantang
Tak lupa espresso berwarna terang

Itulah diary coffee edisi enam
Melengkapi lanjutan perjalanan
Menikmati si hitam yang menyenangkan
Dan bikin hidup lebih ringan. (AKW).

Diary Coffee 5

Antara Cimahi & Kertajati, Sang Kopi beraksi.

Pergi ke Kertajati
Tentu membawa suatu misi
Target besar di bulan mei
Bandara internasional disini

Tapi tetap jangan lupa kopi
Meski tubruk di cafe engki
Rasa pahit mewangi
Kopi lampung kini dinikmati

Kopi item makin sering
Di deket bandara ada RM saung kuring
Kapal api hilangkan tenggorokan kering
Tetap semangat suara nyaring

Didampingi pedesan entok
Sang penyaji nyai denok
Tapi bikin késang morolok
Dijamin nggak bikin montok

Manual brew makin ngangenin
Akhirnya Stocklot Cimahi di jabanin
V60 Toraja di sajiin
Ahiiw.. segerrnya min.

Supaya nggak keder
Single espresso di order
Cape hilang badan seger
Siap lagi udar ider

Nggak lupa kopi bening
Dua kerut muncul dikening
Beneran ini kopi atau ngayal maning?
Ternyata memang masih pusing. (AKW).

BENING

Kewaspadaan adalah nyata tapi kerisauan bisa hancurkan rasa.

Segelas sajian cairan bening menggugahku malam ini.

Awalnya mencoba meyakini bahwa itu adalah air mineral yang berpindah tempat dari botol plastik ke gelas bening itu.

Tapi ternyata, …..

Bisa saja itu adalah wine yang menyamar berselimut keanggunan dalam balutan cerdas tanpa warna yang tetap saja memabukkan.

Atau mungkin segelas kopi bening yang jelas mengandung unsur kafein tetapi dihasilkan dari inovasi terkini sehingga mampu mendobrak pakem bahwa cairan kopi itu tidak harus melulu hitam.

Dua pilihan ini saja sudah membuat adrenalin kewaspadaan meningkat tajam meskipun kadar kepasrahan atas bergesernya kemajuan jaman adalah kenyataan yang harus diterima.

Belum klo ada asumsi lain yang membangunkan diskusi tanpa kejelasan akhir.

Tanpa perlu berfikir lebih banyak dan malah menghasilkan hoak-massal dari para kaum non-cekricek yang memviralkan sesuatu, padahal yang bersangkutan belum paham atau malah belum baca tuntas tapi hanya menggugu sebuah judul bombastis saja.

-***-

Langsung sambar tuh gelas, baca Basmallah dulu dink… glek minum.

….
….

Ternyata segelas air mineral yang menyegarkan.

Alhamdulillah.
Gitu ajah. (AKW).

Telat

Ah pokona mah.. kitu wéé.

#FiksiminiSunda

Lénglang jalan ngahudang kamelang. Tiis tingtrim nyelesep kana jajantung. Rasa rumasa nyeblak teu loba carita. Kakeueung nganteur kahayang nu tacan kacumponan.

Leungeun sampulur nu ti tadi nyangsaya dina lahunan, ayeuna ukur lamunan. Ngiles seungitna leungit rupana, dibulen mongkléngna peuting.

Tapak lacak laku lampah, ngagambar atra dimana jeung iraha. Sosonoan jeung anjeun, sanajan judulna dosa tapi dikeureuyeuh, da geuning raos atuda.

Ayeuna sadayana janten matak sagalanan baruntak. Padahal teu loba kecap nu jadi ucap, ukur sakalimah nu ngajadikeun amarah, “Enéng telat Kang!.”

Asa ngajelebèt kana mamaras,

“Naha ayeuna bébéjana?”
“Pan ceunah geus tarapti?”
“Boa-boa ukur ékting?”

Pagaliwota panyangka gancang diropéa ngarah teu jadi carita, komo deui asup mèdia. Anjeun ngoléséd bangun surti, ngécagkeun bangbaluh teu loba ngarahuh. Didieu, di batas jalan tol Km123 Cipali, anjeun nyangsaya salilana. (AKW).