BANDUNG, akwnulis.com. Alhamdulillah akhirnya bisa kembali menuangkan kata menjadi cerita meskipun sedikit terbata – bata karena berbagai alasan yang nyata tapi inilah hasilnya.
FIKMIN # BORANGAN #
Tos lami teu liar wengi jalaran rumaos yuswa beuki nambihan. Tangtos nu utami ngiatkeun niat ngempelkeun bekel pikeun jaganing di ahérat. Supados lungsur langsar dina enggoning kekempel bekel téh ayeuna mah ka masigit langkung remen sanaos teu lima waktos. Netepan lohor nu tara kalangkung mah, margi moal sieun ngadadak janten imam. Cekap ku modal Allohuakbar tur samialloh, tiasa lancar ngaimaman.
Wengi ieu kapaksa kedah nyarengan dunungan, calik dina korsi nu teu patos caang. Saurna téh, “Réncangan sakedap nya Bah, ulah kamamana, calik waé bari ngaleueut.”
Mung unggeuk nu tiasa kapihatur, padahal dada ngaguruh haté tagiwur. Ningali barudak beunceuh bobolékakan ngalangkung payuneun raray. Kirang bahan, kaluhur kahandap. “Astagfirullohal adzim” mung istigfar nu teu liren di dawamkeun.
“Om ikut duduk ya bentar” ujug – ujug soanten halimpu kadangu, bréh dipayuneun aya bidadari sampulur tur rancunit. Soca olohok raga teu walakaya. Sieun nu teu aya papadana, sieun nyaah sapertos baheula nu tungtungna janten sangsara. (AKW).
Rapat malam di Hotel Pullman, jangan lupa sruput kohitala gratisan tapi elegan.
Capucino Pullman Hotel Jakarta / Dokpri.
JAKARTA, akwnulis.com. Sebuah catatan dalam rentang waktu tertentu pasti dibatasi oleh sesuatu objek yang jelas sehingga sebagai penanda menjadi satu kepastian memori dan memudahkan untuk mengingatkan kembali. Sebagai kelanjutan petualangan menikmati sajian kopi kali ini tidak lepas dari catatan terakhir tentang NGOPI DITAHURA & SABILULUNGAN.
Tuntas di acara tersebut bukan berarti kegiatan selesai karena raga ini harus bergerak dan meluncur ke kota jakarta untuk memenuhi penugasan selanjutnya. Tidak ada kata lain selain berangkaaaat…
Perjalanan sore hari menuju jakarta relatif lancar dan tidak terlalu banyak hambatan. Hanya kepadatan di sekitar tol cikampek KM54 saja. Selanjutnya waktu tempuh relatif normal hingga memasuki tol kota. Seperti biasa padat merayap dan kesabaran menjadi kuncinya. Lalu bundaran besar semanggi hingga akhirnya mencapai bundaran Hotel Indonesia dan memgikuti arus kendaraan yang ada akhirnya bisa tiba di hotel pullman thamrin tempat penyelenggaraan acara, meskipun ada sedikit drama karena harus putar – putar jalan dulu karena ternyata akses masuk hotelnya dari belakang dan terlewati.
Ini mesin kopinya / Dokpri.
“Ya sudah, jadikan pengalaman untuk lebih fokus dan teliti” begitu petuah bagi diri sendiri dan sesama rekan yang membersamai.
Masuk lobi dan diarahkan naik ke lantai 2 dimana disambut dengan meja registerasi bin absensi tetapi tidak langsung berkegiatan karena dipersilahkan dulu menikmati sajian makan malam, Alhamdulillahirobbil alamin.
Disinilah batasan awal cerita kopi kali ini, karena pada saat berkeliling langsung bersua dengan mesin kopi yang komplit dan otomatis dengan petunjuk yang mudah dan tentunya kopi dan susunya penuh sehingga tinggal pencet pencet tombolnya saja. Tombol capucino yang menjadi pilihan pertama. Tunggu sesaat lalu cangkir terpenuhi dan bersiap dinikmati. Tapi tidak lupa ada hal penting yakni photo dulu, sruput nanti tapi dokumentasikan yang pasti.
Cetrek! Cetrek!
Sebuah karya seni di lt2 / Dokpri.
Sruput perlahan menjadi sebuah kenikmatan secangkir kohitala. Memang capucino ada susunya tetapi perbandingan kopinya jauh lebih banyak. Terpenting harus diingat adalah hindari gula nikmati kopinya. Apalagi di hotel Pullman, kesempatan ini menjadi momen langka karena setelah acara pasti keluar hotel dan mencari hotel sesuai standar yang ditentukan.
“Apakah lebih enak kopi di hotel Pullman pak?” Sebuah pertanyaan menyasar diantara kesibukan meeting malam ini, tentu jawabannya sederhana, “Alhamdulillah, enak dong”
Saya selalu berusaha menikmati secangkir kopi tanpa gula itu dari berbagai sisi dan itulah yang harus dimaknai dan disyukuri sehingga pilihan sedehananya hanya dua, kopi enak dan enak sekali. Kali ini karena berbasis mesin kopi tentu ada standarnya berbeda dengan penyeduhan manual yang bisa beraneka rupa cara serta hasilnya. Maka pilihan capucinno ini dilanjutkan dengan yang murni kopi saja yakni espresso. Cairannya sedikit tapi rasanya begitu mantabs dirasa dimulut dengan body strongnya yang membuat ‘beunta’ lebih lama.
Meeting malam hari / Dokpri.
Berulah setelah secangkir capucino dan secangkir espresso masuk ke dalam raga, meeting malam ini dimulai. Lumayan bisa membuat mata ini tetap terjaga meskipun sang waktu beranjak menuju tengah malam untuk berganti esok hari.
Setelah meeting tuntas, bersegaralah pamitan dan keluar area hotel di daerah bundaran Hotel Indonesia ini untuk menuju daerah Halim dimana hotel itu berada. Begitulah cerita kohitala kali ini, jangan bosan ya. Besok.lusa pasti ada lagi cerita kopi dan kohitala lainnya. Wassalam(AKW).
Kesegaran alami dan kenikmatan rasa berpadu dengan meeting dan Sabilulungan.
Jembatan Tahura / Dokpri.
BANDUNG, akwnulis.com. Rindangnya pepohonan dengan kehijauan alami menyambut kehadiran diri dengan senyuman ramah tanpa tendensi. Maka tanpa ragu langkah kaki menjejak mantap menelusuri jalan setapak yang nyaman dilalui meskipun berkelok tetapi diyakini memiliki tujuan akhir yang sesuai dengan ekspektasi.
Selangkah, dua langkah dan seterusnya terasa begitu menyegarkan udara yang terhirup ke dalam rongga dada. Itulah sebuah keadaan yang tidak bisa ditemukan dalam rutinitas sehari-hari yang berkelindan keluar masuk gedung serta ruangan berdinding yang terkadang mengurung kita tanpa disadari. Sementara sekarang ini tarikan nafas bisa begitu bebas meraup oksigen yang ada dan menyegarkan raga kita juga membuat otak kembali gembira tanpa memikirkan masalah yang ada.
Setelah berkelok dan jalan setapaknya sedikit menurun maka bersua dengan jembatan besi kecil berwarna hijau dibawahnya terdapat sungai kecil atau lebih tepatnya parit dengan airnya yang cukup deras bergerak menuju kolam raksasa berupa danau buatan yang semakin memperindah kawasan ini. Ada juga seorang bapak dibawah jembatan sedang menikmati kebahagiaan hidup versinya dengan berdiam tenang memandang permukaan air sungai dan tangan kanannya waspada memegang alat pancing dalam kerangka menolong ikan yang tenggelam alias memancing ikan hehehehe.
Barista sedang beraksi / Dokpri.
Perjalanan masih berlanjut karena jalan setapaknya terus mengular dan banyak pencabangan. Tetapi dengan insting dan petunjuk arah maka bisa sampai di tempat yang ditentukan sesuai waktu yang direncanakan. Apalagi ada petunjuk khusus yang begitu mudah dikenali yakni keharuman seduhan kopi manual yang semerbak menembus udara dan menelusup diantara dedaunan.
Yes, ada kohitala disana.
Benar saja, mendekati lokasi acara sudah terlihat patung bapak Ir H. Juanda menyambut di boulevard dan disamping kiri sebuah aktifitas yang begitu didamba telah hadir. Sang barista dengan seragam putih hitamnya lengkap dengan papan nama dan emblem korprinya sedang menyeduh kopi secara manual menggunakan metode filter V60 juga tersedia mesin kopi espresso base bagi penyuka latte, capucinno dan americano.
Patung Ir. H. Juanda di Tahura / Dokpri.
“Alhamdulillahirobil alamin, pak pesen satu, manual brew V60 hot ya”
“Oke pak, silahkan ditunggu” begitu ramah barista menyambut permintaanku sementara tangannya terampil menyiapkan peralatan perangnya dan memilih biji kopi yang tersedia.
“Mau biji kopi apa pak?” barista bertanya.
“Yang rekomended dari aa barista aja, apa sebaiknya untuk diseduh pake V60?” Menjawab tapi balik bertanya.
“Saya pilihkan biji kopi arabica palasari ya pak, dijamin cocok”
Secangkir Capucino / Dokpri.
“Baik pak, terima kasih, ditunggu racikannya” sebuah senyuman hadir dan dengan excited melihat bapak barista ini mengolah kopi, menggiling, menyeduh membuat ektraksi menjadi sebuah atraksi yang hadirkan sensasi dan sebuah philosopi bahwa ‘Sebuah proses yang terlihat lama adalah untuk hasilkan asa dan rasa yang ssmpurna’. Itu buat penikmat kohitala versi manual. Kalau untuk penikmat kopi instan mungkin berbeda, tetapi tidak perlu khawatir kawan karena perbedaan itu adalah anugerah.
Akhirnya secangkir plastik eh cangkir kertas berisi kopi manual brew V60 telah hadir di hadapan dan pelan tapi pasti langsung di eksekusi… hmmmm segar dan nikmat kawan. Bodynya yang lembut, acidity sedang serta aftertaste fruttynya melengkapi keceriaan acara hari ini.
Khusuk menyimak arahan / Dokpri.
Tak lupa juga meminta versi esspreso basenya yakni secangkir capucino sehingga lengkap sudah sajian kohitala kali ini. Baik versi kopi seduh manual juga kopi pakai mesin. Hidup ngopi, srupuuut.
Alhamdulillah kebahagiaan yang sederhana dilanjutkan makan siang bersama dan menghadiri rapat pimpinan di alam terbuka tak lupa menyaksikan para pejabat tinggi pratama para eselon II menandatangani shadow target dan diakhiri dengan sebuah kebersamaan menyanyikan lagu sabilulungan.
Para JPT eselon II nyanyi Sabilulungan / Dokpri.
Sebuah lagu tanah pasundan yang diciptakan maestro sunda Mang Koko, menjadi satu cara untuk kembali merekatkan kebersamaan dalam ngaheuyeuk dayeuh ngolah nagara dari bapak Sekretaris daerah dan Penjabat Gubernur Jawa barat saat ini. Bagi yang penasaran ingin melihat para gegeden bernyanyi bersama, kebetulan penulis merekamnya dan disimpan di platform youtube, silahkan klik saja SABILULUNGAN RAPIM ESELON II.
Demikianlah perjalanan memaknai waktu kali ini, meskipun masih enggan raga ini beranjak dari keintiman pepohonan dan kedamaiam dedaunan tapi tugas selanjutnya memaksa raga ini bergerak berpisah dengan tahura. Sampai jumpa di cerita selanjutnya, Wassalam(AKW).
BANDUNG, akwnulis.com. Ternyata seiring waktu berjalan banyak hal yang trlah dilalui dan dijalani. Tentu campur aduk sebegaimana konsepsi kehidupan yaitu antara suka dan duka seperti hadirnya malam untuk melengkapi siang sebagai pasangannya. Banyak hal yang sudah dilalui tentu terekam jelas dalam ingatan dan juga sanubari, apalagi jika kejadiannya bermakna mendalam dan spesial. Tentu semakin terngiang dan selalu hadir dalam ingatan.
“Bagaimana dengan rutinitas ataupun hal – hal sederhana yang sudah dilalui, apakah ingat semuanya?”
Disinilah letak perbedaan satu sama lain meskipun yakin secara umum banyak hal sederhana atau dianggap sederhana dalam keseharian terutama urusan rutinitas terlewati begitu saja dan terlupakan, seolah itu adalah hal biasa. Padahal menurut penulis, semua momentum kejadian kehidupan itu tidak ada yang sederhana. Semuanya bisa terjadi atas ijin Allah Subhana Wataala. Sehingga sebagai hambanya yang tak berdaya sudah menjadi kewajiban untuk senantiasa mensyukurinya.
Raga ini bersama jemari berusaha menuliskan ini adalah bagian dari rasa syukur sekaligus juga melengkapi dokumentasi diri bahwa saat ini sedang apa, sedang memikirkan apa, sedang punya ide apa ataupun memang sedang duduk santai sambil menikmati secangkir kohitala (kopi hitam tanpa gula).
Maka saya sampaikan bahwa menyimpan memori rutinitas kehidupan sebaiknya tidak hanya dalam ingatan tetapi juga dilengkapi dengan media lain yang dengan mudah kita cari, buka dan mentafakuri kejadian yang telah berlalu tersebut. Karena kejadian yang telah berlalu langsung menjadi sejarah kehidupan kita dan tidak akan terulang kembali. Cara paling jitu adalah mensyukurinya dan jangan lupa menyimpannya dalam catatan, gambar dan video baik di media riil seperti kertas, file digital di hardisk ataupun mengumpulkannya dan mencetak menjadi sebuah buku. Bisa juga seiring kemajuan jaman adalah menyimpannya di media sosial.
‘Titip file ya‘ itu sebuah caption yang ditulis untuk membersamai puluhan photo kegiatanyang sudah dilaksanakan seseorang. Lalu muncullah klik like dan juga komentar dari postingan tersebut lalu dibalas oleh pemilik akun dan ramailah poatingan tersebut. Tetapi ada juga postingan photo yang sepi dari like, jempol dan tak ada satupun komentar. Tidak perlu bersedih jikalau tidak ada interaksi atau respon, karena kita bukan siapa – siapa. Poafing dan simpan titip di media sosial sebagai sarana pengingat memori yang akan berguna di kemudian hari.
“Media sosial apa yang ideal?”
Ini tergantung selera dan pilihannya beragam baik di facebook, instagram, twitter, tiktok hingga youtube ataupun aplikasi lainnya termasuk blog online yang bertebaran jumlah dan pilihan fiturnya.
Masih belum puas takut suatu saat lupa pasword media sosialnya ya sudah gunakan metode lama. Simpan di hardisk komputer atau eksternal dan simpan di kamar saja. Besok lusa mau lihat lagi tinggal dicolokan kabel datanya ke PC atau laptop.
Bisa juga berbagai photo jepretan smartphone kita dicetak dengan kertas glossy dan ditempelkan di album photo. Seperti masa masa yang lalu.
Termasuk menulis ini, ini adalah sarana pembelajar pribadi untuk menyimpan dokumen berupa ide, gagasan, kegalauan yang dituangkan dalam kata kata dan besok lusa menjadi dokumen pribadi yang membantu kita mengingatkan tentang berbagai hal. Bisa tulisan serius, santai atau sekedar guyon demi mengendurkan urat syaraf yang mulai menegang. Selamat menulis dan menyimpan memori anda dimanapun. Wassalam (AKW).
Kajantenan teu disangki-sangki (kejadian mendadak)
Ilustrasi by canva – akw
Bojonghaleuang, akwnulis.com. Semilir angin pagi menemani diri untuk kembali menuangkan kata dalam sebuah cerita sederhana tapi tetap berusaha membuatnya dalam genre bahasa sunda.
Ide dasar cerita hadir dari sebuah perbincangan santai ayahanda tercinta yang selalu memiliki cerita – cerita kehidupan yang menggemaskan. Salah satunya yang tertuang dalam tulisan sunda dibawah ini.
Sebagai disclaimer tentu perlu disampaikan bahwa tulisan sunda ini bergenre fiksi atau cerita rekaan. Meskipun mungkin in-line dengan keadaan atau kejadian sehari-hari tetapi penulis bisa mengklaim bahwa cerita yang hadir 60% kisah nyata dan sisanya adalah cerita rekaan semata.
Jadi terkait pembaca mempercayai kejadian dalam cerita ini, itu silahkan karena memang seolah umum terjadi. Kalaupun tidak percaya juga tidak apa – apa. Hal terpenting adalah pembaca bisa menikmatinya dan sedikit tersenyum dalam hitungan 1 – 2 menit saja karena tulisannya dibawah 150 kata. Nggak percaya? hitung saja.
Inilah ceritanya :
Ilustrasi by canva – akw
***
Fikmin # DIGABRUG #
Keur leumpang mapay jalan gedè, peuntaseun masjid kacamatan. Kaciri dihareupeun aya pulisi numpak motor. Gebeg, inget kamari nyingcet di Cililin, pas keur pamariksaan SIM. Mèngkol ka kebon da rumasa SIM bèak, kaliwat dua warsih.
Pèk tèh nyaan, èta pulisi motorna ngadeukeutan. Bari mencrong. Duh dada beuki ratug. Beungeutna beuki ècès kaciri, enya pulisi nu kamari.
Reg motor hareupeun. Pulisi muka hèlm bari nanya, “Pak Umar?”
Uing calangap bari lalaunan unggeuk. Ujug – ujug ngagabrug pulisi tèh. Teu bisa walakaya. Geus kabayang pasti leungeunna mawa bangkol. Jiga wè nu akrab ngagabrug padahal rèk nèwak.
Pas geus pageuh nangkeup, pulisi nanya deui, “Pak Umar?” “Mmuu.. hunn”
“Alhamdulillah bapak, ieu Jaè. Murid bapak kapungkur nu bangor tèa. Tos janten pulisi ayeuna mah”
Bray rarasaan caang, kasieun ngilang. Geuning lain pèdah SIM bèak ieu mah. Alhamdulillah. Ditangkeup tipepereket pulisi tèh. Bagja.
***
Itulah cerita singkat berbahasa sunda kali ini. Salam literasi sederhana, salam konsistensi. Menulislah meskipun hanya 5 paragraf saja, tapi sudah menjadi sebuah jalinan cerita dalam fragmen kehidupan kita. Wassalam(AKW).
CIMAHI, akwnulis.com. Melanjutkan dan menjaga sebuah kebiasaan baik memang memerlukan perjuangan. Tetapi manakala semua itu dijadikan rutinitas dan juga dengan target minimal dipertahankan kebiasaan itu, maka sebuah prestasi akan dihasilkan. Sebagai seseorang yang ngaku – ngaku penulis padahal hanya senang saja mengolah kata memainkan kalimat tentu perlu pembuktian meskipun sederhana. Salah satunya adalah sesuatu yang dihasilkan, sebuah karya. Meskipun sederhana tetapi ada bentuknya.
Agar karya ini tidak mudah dilupakan ataupun hilang, maka pendokumentasian dan pengarsipannya menjadi tantangan tersendiri. Begitupun diri ini dengan segala keterbatasan baik waktu, ide dan juga anggaran tentu punya cita – cita untuk kembali membuat buku pribadi. Tapi apa mau dikata, sementara harus puas dengan buku antologi saja.
Di awal tahun 2024 sudah hadir buku antologi berjudul ‘SINFONIA YANG TERKENANG” dan di bulan april 2024 ini kembali terbit buku kumpulan cerita di bulan ramadhan 1445 hijriah dengan tema kejadian khusus yang dilakukan oleh masing – masing penulis dan dituangkan dalam buku ini dengan judul’POTRET RAMADHAN – Kenangan kebersamaan yang tak lekang oleh waktu.”
Tulisanku di halaman 163 / Dokpri.
Di halaman 163 tulisanku hadir, bercerita singkat tentang kelakuan anak kecil di sebuah kampung didekat kaki gunung yang begitu antusias menyambut berakhirnya bulan ramadhan di malam takbiran dan terjadilah insiden yang tak terlupakan.
Selamat pagi. Selamat berkarya.
Itulah mantra sederhana yang selalu menjadi bara semangat dalam menjaga konsistensi menulisku. Wassalam(AKW).
Penjelasan Singkat tentang Rundayan R. Siti Sumirah Binti Kartadibrata.
JAKARTA, akwnulis.com. Sebuah perjalanan sejarah dari masing – masing keluarga tentu berbeda. Namun ada satu hal yang sama yaitu bagaimana cara melestarikannya. Maka tulisan sederhana ini memulai sebuah langkah tentang sejarah keluarga penulis dari sisi jalur keturunan Ibunda yaitu Ibu Hj R. Kustini.
Untuk memulainya maka sesuai kesepakatan keluarga besar maka dibagi menjadi tahapan generasi atau disingkat menjadi G dan ibunda adalah G3 atau generasi ketiga dari keluarga besar Kartadibrata.
14 putra putri Kartadibrata / Dokpri
Maka mari kita mulai catatan sejarah keluarga ini diawali dari sebuah nama yaitu KARTADIBRATA yang merupakan leluhur penulis saat ini dengan nama lengkapnya menggunakan gelar Raden di depannya. Raden Kartadibrata menikah dengan Nyi mas Raden Siti Moe’minah dan inilah yang menjadi pegangan keluarga sebagai generasi pertama atau G1.
Dari pasangan R. Kartadibrata dan Nyi Mas Siti Moe’minah ini memiliki 14 putra dan putri yang menjadi generasi kedua atau G2 yaitu :
1. R. Siti Khadidjah 2. R. Noenoeng 3. R. Siti Hapsah/Tamansari 4. R. M. Enoch Kartadibrata 5. R. M. Saleh Kartadibrata 6. R. Siti Soeliah 7. R. Oewin / R. Siti Susilah 8. R. Siti Djoewariah 9. R. Yusuf Kartadibrata 10. R. Usman 11. R. Abdullah 12. R. Siti Suminar 13. R. Gadjali 14. R. Siti Sumirah
R. Siti Sumirah / Dokpri.
Ternyata dari 14 orang putra dan putri ini yang menjadi putri bungsu atau anak terakhir adalah leluhur kami yaitu R. Siti Sumirah yang menikah dengan kakek kami yaitu R. Abdullah kusumah. Dari pernikahan ini lahirlah 4 orang putra dan putri yaitu : 1. R. Joehari – Alm 2. R. Kustini 3. R. Barkah – Alm 4. R. Kadarsyah (Dadang). – Alm.
Dari empat putra dan putri pasangan R. Siti Sumirah dengan R. Abdullah Kusumah hingga tulisan ini dibuat hanya tersisa satu orang yaitu Ibunda kami R. Kustini. Ketiga anak lainnya telah meninggal dunia. Ibu R. Kustini ini yang menjadi satu-satu generasi ketiga G3 Kartadibrata dari rundayan R. Siti Sumirah.
Ibu R. Kustini selanjutnya menikah dengan ayahanda Soetrimo, pemuda baik hati dari Solo yang sama – sama bertugas menjadi pemgajar di sekolah dasar di daerah Gununghalu Kabupaten Bandung Barat.
“Bagaimana dengan generasi ke.empat G4 dari rundayan R. Siti Sumirah?”
Inilah kami sebagai generasi ke empat alias G4 ada 3 orang dengan perincian sebagai berikut : Dari G3 R. Kustini adalah Andrie Kustria Wardana dan Indah Kustria Wardana. Dari G3 Almarhum Kadarsyah (Dadang) adalah Aldino.
Dan sampai pada generasi ke lima atau G5 di rundayan R. Siti Sumirah adalah 3 orang penerus yakni : Ayshaluna Binar Wardana, Mohammad Madden Julian dan Mohammad Mikael Parahita.
Itulah sekilas penjelasan tentang rundayan anak bungsu dari KARTADIBRATA yaitu R. SITI SUMIRAH, nenek kami yang makamnya berada di pemakaman keluarga di kota Ciamis Provinsi Jawa Barat.
Makam R. Siti Sumirah / Dokpri.
Sebuah catatan ini semoga menjadi jalan ihtiar untuk menjaga rangkaian informasi tentang silsilah singkat keluarga yang kemudian bisa menjadi penerus cahaya obor keluarga sehingga dalam bahasa sunda dikenal dengan sebutan, ‘Kade ulah pareumeun obor’ (Hati – hati, jangan kehilangan informasi tentang keluarga dan saudara -saudara). Wassalam(AKW).
BANDUNG, akwnulis.com. Suasana rapat di bulan ramadhan terasa begitu menenangkan hingga perlahan tapi pasti kepala tertunduk dan mata tertutup. Maka cara terbaik adalah lawanlah dengan sekuat tenaga dan alihkan dengan aktifitas yang membuat kita terjaga tapi tetap tegak di tempat acara.
Nah dikala waktunya ishoma, shalat menjadi utama selanjutnya masih ada jeda waktu tersisa maka sempatkanlah menulis sesuatu yang singkat tapi bermakna. Karena ini bulan puasa maka tulisan ringan tentang aktifitas di bulan ramadhan menjadi satu pilihan. Tentu tetap setia dengan tulisan genre fiksi berbahasa sunda.
Silahkan…
***
FIKMIN # DITALIAN #
“Allohuakbar Alllloooohuakbar.. Laa ilaa haillallah” Adzan isya karèk lekasan, tapi di luar masjid asa ramè loba jelema. Uing panasaran, ngolèsèd nempo kaluar. Geuning ngagimbung santri kobong jeung pengasuhna.
Geus deukeut kareungeu Ustad saepul ngagorowok, “Ayeuna solat isya jeung tarawèh berjamaah heula, kin kakara urang nguriling neangan Jang Usman” “Mangga Ama” rèang saur manuk.
Uing ngadeukeutan si Jae, “Jang Usman kunaon?”
“Leungit a ti bada asar”
Gebeg tèh, geuning Usman babaturan Uing nu rèk ditèangan. Padahal tadi beurang panggih, ngadongèng rèk nyingsieunan nu balik tarawèh ceunah.
Wanci janari babaturan tèh karèk kapanggih. Di deukeut makam, ngagoler bari awakna dibakutet ku tali rapia jeung tambang, teu bisa ngomong da bahamna pinuh ku lamak.
Buru – buru ditarulungan, sabot awakna diangkat aya lamak bodas murag, kaciri aya tulisan, ‘Salila bulan puasa sètan ditalian, tertanda PERJULECI (Persatuan jurig legok cipo).
***
Disclaimer : Tulisan ini hanya fiksi belaka, bagi yang tidak puas silahkan isi di kolom komentar atau japri, DM dan kirim email kepada penulis. Karena penulis bukan pemuas. Terima kasih, Wassalam(AKW).
CIREBON, akwnulis.com. Panas terasa begitu menyengat kulit disaat keluar dari kendaraan dan menuju tempat yang terlihat sepi. Wajar sepi karena ini berada di bulan ramadhan, tentunya umat muslim sedang berpuasa. Agak ragu juga, tapi teriakan tadi ke tukang parkir diberi jawaban pasti, “Rumah makannya buka pak, dari pintu sebelah sana” tangannya menunjuk ke pintu kaca di samping kiri.
Ya sudah maka bergeraklah perlahan dan berfikir mungkin sengaja masuk dari sini agar tidak terlalu twrlihat dari luar. Gagang pintu dipegang dan didorong kedalam.
Kreeek…. bray…
Wajah terbelalak karena ternyata didalam banyak orang. Tentu sambil menikmati sajian makanan nasi jamblang yang khas. Tempatnya memang sejuk karena ada AC di beberapa titik tetapi para penyantap makanan terlihat bercucuran keringat. Kayaknya gara-gara sambal khasnya disini. Tapi tidak bisa protes karena dari paras mukanya dipastikan berwajah oriental dan berhusnudzon bahwa mereka adalah nonis (non islam) yang sedang makan siang. Meskipun air liur tak bisa boong minimal bisa mengendalikan diri dan cukup membungkusnya untuk dimakan nanti sehabis adzan magrib berkumandang.
Sing kuat jang.
Antriannya memang sedikit sehingga leluasa untuk memilih menu favorit. Tapi primadonanya mrmang ini dia si hitam enak yakni ‘balakutak hideung’. Sebuah menu makanan yang khas cirebon dimana balakutak atau sotong dengan dimasak bersama tinta hitamnya menghadirkan aroma khas tiada duanya. Pokoknya dijamin rnak. Maka segera diambil beberapa balakutak hideung ini untuk dibungkus plastik demi keutuhan nusa dan bangsa… eh kenapa jadi kesinih. Maklum lagi shaum ya.
Balakutak lagi / dokpri.
Penasaran dengan sebutan balakutak maka segera jemari menari di layar smartphone dengan kata kunci ‘balakutak‘ dengan harapan ada pembahasan atau tulisan tentang asal usul sebutan ini. Ternyata tidak ada atau belum ada artikel tentang balalutak ini. Apalagi yang membahas secara etimologi dimana bala kutak berasal dari kata bala dan kata kutak… nggak mungkin ya?..
Ya sudah we dibungkus dan dibawa pulang meninggalkan kota cirebon untuk kembali ke kediaman di kawasan bandung coret dengan kecepatan normal melewati tol cipali – cisumdawu – cipularang.
Yang pasti sebuah keyakinan bahwa balakutak itu adalah kuliner khas wilayah cirebon yang memberikan sensasi spesial karena senada eh sewarna dengan kohitala, kopi hitam tanpa gula. Jika kohitala tetap nikmat karena kepahitannya maka balakutak meskipun hitam karena dimasak dengan tintanya tetapi menghasilkan rasa yang khas dan tak cukup satu centong nasi untuk menemaninya.
Tak percaya, maka perlu dicoba. Jika beredar di wilayah cirebon sempatkanlah mampir di nasi jamblang yang tersebar di seantero cirebon. Pilihlah sajian balakutak. Karena sedang berpuasa, bungkus saja dan bawa pulang. Kecuali beredar di cirebonnya sampai magrib maka berbukalah dengan balakutak dan tahu gejrot…. eh jangan ketang, berbuka dengan kurma dan air putih atau potongan buah dulu yach.
Selamat menjalani shaum menapaki hari ke 15 ramadhan. Wassalam(AKW).
Mengejar mentari di sungai maetapura sambil tak lupa ngopi kohitala.
Perahu berangkat di sungai martapura / Dokpri.
BANJARMASIN, akwnulis.com. Dini hari raga ini sudah terjaga di kamar hotel. Mata terbuka menatap langit kamar yang seolah tetsenyum dan memberi informasi bahwa petualangan seru akan segera terlaksana yaitu menikmati suasana pasar terapung yang menjadi ikon pariwisata di kalimantan selatan sekaligus geliat ekonomi masyarakat tradisional yang sarat dengan kearifan lokal. Tangan kanan meraih smartphone yang tergeletak di meja kecil sebelah kanan, pukul 03.25 wita, itu yang tertera.
Tanpa banyak berfikir panjang, segera raga terbangun dari peraduan dan menuju kamar mandi untuk sekedar membasuh wajah dan memberi kesegaran. Lalu smartphone di isi daya dulu serta powerbank sebagai batere cadangan juga dicolokan dayanya ke listrik agar tenang dalam mengikuti perjalanan kali ini yang jelas perlu dokumentasi photo video dengan smartphone yang full batere.
Sambil menonton televisi dan berselancar di laptop tak terasa pukul 04.30 wita sudah tiba. Sesuai dengan petunjuk tadi malam bahwa direncanakan shalat shubuh diperjalanan maka peralatan shalat sudah masuk tas ransel, maka segera keluar kamar dan menuju lobi hotel dimana ternyata susah terdapat beberapa orang yang sedang bersiap – siap untuk berangkat.
Melewati bawah jembatan / Dokpri.
Tak dinyata ada perubahan rencana, keberangkatan dilaksanakan setelah shalat shubuh karena tidak dimungkinkan shalat shubuh di perjalanan. Ya sudah segera kembali ke kamar, menanti adzan shubuh menggema dan segera menunaikan shalat. Setelah semua tuntas akhirnya kembali ke lobi hotel dan diatur oleh petugas hotel dan guide lokal bergerak menuju halaman hotel dan ada gerbang khusus dari hotel yang langsung akses ke pinggir sungai. Termasuk perjalanan ke pasar terapung inipun adalah salah satu fasilitas hotel yang menjadi daya tarik utama para penginapnya.
Nama hotelnya adalah Swiss bell Hotel Banjarmasin yang terletak di Jl. Pangeran Antasari No. 86A Kelayan Luar Kecamatan Banjarmasin tengah. Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Ternyata di sungai sudah ramai dengan perahu – perahu bermotor yang akan menjemput para penumpang. “Mana pasar terapungnya?” Sebuah tanya menyeruak di hati karena dalam temaram gelap ini tidak terlibat hilir mudik ibu – ibu di atas sampan dengan aneka dagangannya. Tanpa banyak tanya segera memasuki perahu yang sudah ditentukan dengan kapasitas 20 sampai 25 orang.
Semarak pagi dari tengah sungai / Dokpri.
Pada saat perahu motor bergerak meninggalkan sungai di depan hotel. Barulah ada penjelasan dari guide bapak Subaemi bahwa perjalanan kita dengan memggunakan perahu bermotor ini sekitar 1 jam 45 menit menuju lokasi pasar terapung tersebut.
“Woah lama ternyata” seru seorang peserta. Tapi bapak guide yang baik hati menenangkan dengan memberikan informasi bahwa membelah sungai ini akan disuguhi suasana yang spesial dan luar biasa karena akan melewati berbagai taburan cahaya kota di kanan kiri jalan serta melewati beberapa jembatan dan juga akan menikmati indahnya mentari pagi di perjalanan nanti.
Diri ini tidak banyak bicara tetapi lebih berucap syukur karena kesempatan seperti ini tidak hadir begitu saja. Apalagi diperlukan perjalanan panjang mulai dari naik bus ke bandara soekarnohatta melewati kota jakarta lalu terbang dengan pesawat ke bandara syamsudin noor di banjarbaru. Itu belum selesai, masih dilanjutkan dengan perjalanan mobil sekitar 45 menit menuju tempat hotel menginap. Jadi mari kita nikmati dan syukuri.
Sunrise di sungai martapura / Dokpri.
Benar saja pergerakan perabu motor ini menyuguhkan suasana berbeda. Dimhlai taburan cahaya lampu hingga melewati alun – alun dengan patung bekantan besar yang terang benderang serta berbagai bangunan yang terasa berbeda jika dilihat dari arah sungai. Setelah itu memasuki daerah rumah penduduk, terlihat jelas aktifitas pagi khususnya di beberapa mesjid yang penuh dengan aneka kegiatan. Sehingga waktu 1 jam tidak terlalu terasa, meskipun mulut jangan terlalu sering dibuka, takutnya masuk angin hehehehehe.
Sebagai antisipasi pribadi tentunya yang pertama adalah sebelum keluar kamar sudah memakan roti dulu bekal tadi malam. Lalu menyeduh kopi manual dengan metode drip bag karena jika dengan corong V60 agak ribet. Alhamdulillah dengan tumbler warna putih merchandise dari PT BPR Karya Utama Jabar, kopi hitam tanpa gula sudah aman di tas gendong, siap kapanpun dinikmati.
Kenikmatan selanjutnya adalah perlahan tapi pasti, perahu bergerak membelah air sungai yang memantulkan warna kuning orange serta biru. Wah mentari mulai hadir menyinari bumi. Begitu indah dipandang dan terasa mendamaikan. Sunrise on the river ceunah kata orang jaksel mah.
Ngopi kohitala di atas perahu / Dokpri.
Sungguh menakjubkan pemandangannya kawan, cahaya keemasan hadir di permukaan sumgai begitupun disaat menatap batas horison, sinar yang sebenarnya perlahan tapi pasti menghangatkan dengan penuh keberkahan. Merekah indah dan mendamaikan, sungguh suatu momen langka yang kembali harus ditafakuri dan disyukuri.
Lalu melengkapi kebahagiaan ini adalah dengan hati-hati mengeluarkan perbekalan kohitala hangat yang perlahan tapi pasti disiapkan diatas atap perahu. Tentu selanjutnya dinikmati bersama antara penulis, pelihat dan juga bapak suhaemi sang guide yang selanjutnya lebih akrab disebut bapak sashimi. Ah ada ada aja.
Kopi manual yang dibuat dengan drip bagnya tentu kopi jawa barat. Masih panas pada saat dituangkan di gelas kecil dan sewaktu disruput begitu pas di lidah dan melengkapi kenikmatan pagi ini di atas sungai martapura yang merupakan anak sungai barito kalimantan selatan ini. Selanjutnya perjalanan masih diteruskan sekitar 45 menitan lagi menuju Pasar Terapung Lok Baintan. Wassalam(AKW).