PROTES SANTRI KECIL

Cerita protes di masa kecil.

*PROTES SANTRI KECIL*

Cerita bermula dari rasa kesal yang membuncah melihat bapak – bapak dan pemuda serta beberapa anak sibuk dengan kongkur, sebuah sebutan untuk memancing ikan berjamaah di satu kolam yang sudah disepakati bersama. Ya sebutannya kongkur, raga ini belum tahu pasti asal muasal istilah tersebut tetapi menjadi pelafalan umum dan semua yakin dengan pengertian dan pemahaman yang sama.

Mengapa dikau kesal adinda?”
Sebuah tanya menyeruak dan langsung fokus padaku. Seorang santri kecil yang sedang belajar agama. Sejenak terdiam tetapi selanjutnya jawaban lantang hadir untuk meraih keadilan, “Bukan tidak suka aktifitasnya, tetapi teriakan dan celoteh serta sumpah serapahnya yang mengganggu konsentrasi kami membaca dan menghafal kitab sapinah dan jurumiah. Padahal sebentar lagi Imtihan Guru”

Guruku, Ustad Saemul tersenyum. Wajahnya yang teduh dan kharismatik memberikan rasa damai padaku, kepada kami pada santri cilik yang berkumpul dihadapannya dalam formasi sorogan kitab kuning. Beliau berkata, “Bersabar dan bertawakal saja, kita doakan mereka tersadar untuk tidak terlalu ribut sehingga tidak mengganggu kita”

Iya pak Kiai, maafkan kami”
“Iya tidak apa-apa, ayo kita kumpul lagi dan membahas hadits pendek dan artinya”

Tapi esok harinya setelah diperhatikan secara seksama, kegiatan kongkur terus berlanjut seakan mengejar jadwal jangan jeda konkur sepanjang bulan ramadhan. Jam 07.00 wib sudah hampir sepertiganya hadir di pinggir kolam dan bersiap ‘menyelamatkan ikan yang tenggelam’. Teriakan dan gaya ngobrolnya yang keras, agak mengganggu suasana pagii di pesantren asrama laki-laki. Tapi itulah kenyataannya.

Hanya saja hari ini berbeda, disaat mulai menaiki jalan menanjak dan cukup ekstrim maka tiada kata seindah doa kepada Allah Subhananu Wataala agar dilancarkan dan dimudahkan dalam pekerjaan juga kehidupan pribadi. Perbedaannya adalah para pemain ini dalam aktifitas kongkur ini terlihat merokok padahal jelas – jelas ini bulan ramadhan dan diwajibkan berpuasa. Maka jiwa mudaku berontak melihat fenomena merokok siang hari tersebut, mengingarkan untuk jadwal shaum harus segera diikuti.

Tapi langkah kaki mungil ini terdiam sesaat, mempertimbangkan kemungkinan yang terjadi. Apalah daya badan anak kecil ini dihadapan orang – orang dewasa yang terlihat begitu kuat dan garang. “Perlu cari strategi yang tepat”.

Maka segera pergi ke belakang kobong (asrama santri) menuju area rahasia. Menyibakkan beberapa daun pisang kering dan segera diambillah lodong, sebuah meriam bambu lengkap dengan amunisinya. Ada botol plastik kecil berisi cairan minyak tanah, satu botol berisi air dan satu botol berisi pecahan karbit siap pakai.

Meriam bambu dipikul karena ukurannya lumayan sambil menenteng peralatan. Menuju lokasi yang tepat di dekat kolam yang masih banyak semak – semaknya. Lalu meriam bambu di pasang dalam posisi yang tepat dengan perhitungan akurat menuju sasaran di kolam.  Tapi tetap tersembunyi dari pandangan para pemancing tersebut.

Setelah dirasa semua siap, maka mulai mengamati sasaran. Ternyata beberapa peserta kongkur sedang menikmati bekal makan siang, padahal ini bulan ramadhan. Semakin bergemeretaklah gigi ini dan menahan rasa kesal yang begitu dalam kepada orang – orang yang tidak berpuasa padahal diyakini mereka beragama islam. Tanpa fikir panjang, langsung saja racikan air dan minyak tanah menjadi adonan pembuka. Terakhir pecahan karbit sebagai pembangkit tenaga dorong.

Setelah terlihat bahwa racikan bahan peledak sederhana ini sudah memanas dan tepat moncongnya menuju sasaran. Maka langkah terbaik adalah menyalakan api pada posisi cairan dalam lodong sudah mendidih.

Tep… Dhuaaaar…

Suara membahana memekakkan telinga, seiring dengan lidah api keluar dari moncong meriam bambu ini. Suara yang menggelegar membuat para pemancing terjengkang kaget. Ada 2 orang yang tigejebur.. eh loncat ke kolam karena rasa kaget yang tidak tertahan. Sisanya terjengkang ke belakang. Ikan di kolampun berloncatan, menyambut kegembiraan dan keseruan.

Dirikupun merasa senang, karena bisa memberikan pengalaman tak terlupakan dari para pemancing yang tidak berpuasa ini. Meskipun mereka ternyata masih melanjutkan aktifitas di pinggir kolamnya. Tapi minimal sebuah peringatan hadir tanpa diduga dengan perantara tangan mungil ini.

Tidak hanya di sekitar kolam pancing yang heboh, tapi juga di asrama atau di kobong. Beberapa senior santri berlarian menuju sumber suara. Tetapi tidak ditemukan siapa – siapa, hanya meriam bambu yang hampir belah saja yang ada. Sementara raga mungil ini sudah menghilang dengan menggunakan ilmu lanvkah seribu dan berdiam di tempat aman. Wassalam (AKW).

I’tikaf & muntaber

Perjuangan di 10 malam terakhir…

CIMAHI, http://www.akwnulis.id. Pelaksanaan shaum di ramadhan tahun ini sudah memasuki fase 10 hari terakhir. Dimulai agenda i’tikaf di mesjid pada malam. – malam ganjil sekaligus berharap meraih dan mendapatkan lailatul qodar.

Dalam kerangka agama tentu banyak tulisan, ulasan juga penjelasan versi video baik dengan wajah para ulama dan ustad ataupun seieing teknologi menggunakan AI (artifisial intelegent) uang berupa video yang interaktif, penuh warna serta dengan visualisasi yang menakjubkan. Sehingga banyak diantara kita yang merasa cukup menjadi jemaah Alyutubiah dan Al intagramiyah serta disusul menjadi jemaah al Tiktokiyah.

Padahal semakin sempurna manakala ceramah di media sosial itupun dibarengan atau disempurnakan dengan kehadiran langsung dalam majlis mengaji, tadarus bersama, kajian agama, menghadiri ceramah tablig akbar dan berbagai aktifitas langsung lainnya dengan tema besar adalah menjaga interaksi langsung dalam balutan silaturahmi.

Kalau shalat tarawih dan shalat 5 waktu lainnya tentu berjamaah di Mesjid apalagi bagi lelaki. Jangan sekali-kali shalat tarawih di rumah dan diimami via youtube, teu aya tidituna. Kabayang klo ada yang maksain begitu karena nvgak mau keluar rumah, rokaat kedua ada iklan di youtubnya. Kita sebagai makmum onlinenya gimana?…..

Jadi mari kita manfaatkan momentum bulan ramadhan ini untuk merekatkan silaturahmi kebersamaan dalam berbagai aktifitas keagamaan sekaligus menguatkan keimanan dalam perkembangan jaman yang terus berubah dan bergerak dengan segala dinamikanya.

10 hari terakhir menjadi kesempatan terbatas untuk mer i’tikaf di mesjid. Memanfaatkan seluruh waktu dan atau mayoritas waktu untuk beribadah kepada Allah Subhana Wataala.

Meskipun ternyata dalam pelaksanaan i’tikaf itu ada istilah yaitu ‘muntaber‘…. bukan berarti penyakit yang pernah mendera masyarakat kita di jaman baheula yakni muntah dan berak… dan ditangani dengan penanganan pertama oralit.

Tapi ini singkatannya berkaitan dengan kehadiran i’tikaf di mesjid. Muntaber disini artinya berbeda, yakni ‘mundur tanpa berita‘ yakni disaat tadi malam adalah malam ke-23 ternyata peserta i’tikaf berguguran. Ada beberapa yang muntaber, alias menghilang pelan-pelan dari area mesjid. Mugi-mugi pulangnya ke rumahnya, jangan sampai ke tempat lain hehehe.

Baiklah itu dulu saja tulisan singkat kali ini, selamat menikmati dan mensyukuri 10 hari terakhir ini tentu dengan semangat ibadah, semangat kebersamaan dan juga semangat harapan besar meraih lailatul qodar. Wassalam (AKW).

IMUT anjeun – refbs

Mugi caang baranang salawasna..

CIMAHI, Akwnulis.id. Tak sengaja berselancar di media sosial pribadi dan menemukan sebuah catatan sederhana 10 tahun lalu. Tulisan singkat berbahasa sunda.

Diserat nganggè basa sunda, pondok waè seratanna nanging tiasa ngabudalkeun rasa nu aya dina manah basa harita.

Haturan….

# Imut anjeun #

Hapunten ulah janten bendu, wiréhna kaayaanna tos kieu, moal kapuluk, ngalelebar artos, hawatos” soanten halimpu doktér rancunit téh karaos neumbrag kana jajantung, ngaheumbat angen meupeuskeun harepan nu mucuk eurih salami nyarengan dina ambulan. Asa teungteuingeun. Tapi nguping halimpu ogé soméahna dokter, lalaunan mulungan rénghap.

Ngaroncé kawantun negerkeun pangacian bari pok, “Teu sawios néng dokter, ieu mah ihtiar pribados. Mugi-mugi aja mu’zizat, keun perkawis rejeki mah parantos aya nu ngatur.” Dokter unggeuk perawat tatan-tatan, plong karaosna. Réngsé nawis serat pertanggelwaleran kulawarga, anjeun dicandak ka tempat anu merenah. Pasosonten nu alum lalaunan béngras. Anjeun imut sanaos mung dina implengan.

Enjingna anjeun gugah sanaos pinuh alat nu nyiksa raga, masihan amanat pikeun ngajagi ibu rama. Dokter ngiring dumareuda da étanganna mah moal tiasa sanaos mung saukur beunta. Imut anjeun ngiatkeun rasa, ngobrol sagala rupi bari teu weléh gumujeng ngadongéngkeun dunya. Ayat kursi janten bubuka, lailahaillallah panganteurna. Anjeun mulang ka Mantenna.

***

Bismillahirrohmanirrohim.
Allohummagfirlaha Warhamha Waafihi Wa’ fuanha.

Wasaalamualaikum Wr Wbr.

RAMO PATARÈMA – fbs

Lalakon harita dina mangsana.

FIKMIN # RAMO PATARÈMA #

Mung sakedap ramo anjeun nyepeng pageuh, tapi geterna matak geunjleung batin. Sakilat mulangkeun ilapat, sajorèlat katresna baheula ngajadi dihin pinasti. Mung sakedap ramo patepang ramo, mapah pagèyè-gèyè. Asa bumi alam èndah lir ibarat sawarga. Sumawonna nu ngaralangkung kalebet nu naringalikeun téh, istuning dianggap teu aya. Dunya milik duaan tèa.

Kecap sono, rindat deudeuh tos teu ngalangkungan baham deui, tapi diwakilan ku ramo nu tos badami pageuh. Sanaos mung sakedap.

Ngarènghap mah antarè, tapi gedur jajantung matak tagiwur. Nahan rasa nu rumasa sanajan sèsa tapi geuning masih kuateun maksa. Basa harita kadeudeuh duaan teu manggapulia, èndah matak betah, bingah amarwatasuta.

Ramo nu lentik diusapan lalaunan, deudeuh nyai kikindeuwan. Ayeuna nyata aya sasarengan.

Sabot keur anteng, kadangu aya gorowok gigireun, “Kii, nuju naon. Naha ngusapan pager?” Sora halimpu incu ngagareuwahkeun. Gebeg!! Culang cileung, geuning sorangan di dieu tèh.

Itu Nini Ijah mah nuju mulungan runtah” Curuk bentik incu nojo ka juru taman. (AKW).