BOJONGHALEUANG, akwnulis.com. Dari fase ngabeubeurang (beurang = siang) menuju fase ngabuburit (burit = sore) pada hari libur memang harus pintar memanage waktu, apalagi di bulan ramadhan ini. Bawaanya yang aman adalah tidur seperti lagu,
Kalau pendekatan religi maka bertadarus atau melanjutkan hafalan surat – surat pendek dalam. Alquran. Tapi jikalau memilih jalan tengah, maka menulislah. Ini dia…..
***
FIKMIN # KONGKUR #
Keuheul ningali nu kongkur ampir unggal poè. Nu jadi lantaran mah lain teu panuju ka tukang nguseup tèh. Ari judulna ngabuburit nungguan adzan magrib, ngan nyekel jeujeurna bari udud. Ngelepus bari gogonjakan, padahal kobong tèh gigireun. Aranteng wè diparelongkeun ku santri.
Babaturan tingkuciwes, tapi pas wawartos ka Ama haji tèh mung diwaler, “Cing salabar, keun janten pertangelwaleran aranjeuna ka Gusti Alloh”
Uing ogè keuheul tapi inget papagah Ama Haji, ditahan wè. Dinten ka 16 romadhon mah ngududna ditambih nyandak bekel sangu bungkus, ngadon botram.
Lodong badag congona lempeng ka balong, karbit sakilo jeung minyak tanah tos ngagolak dijerona.
“Punten Ama, Uing teu tumut kedah sabar tèh”
Lodong diseungeut, DHUAAAAAR….. bumi inggeung, nu kongkur becir, aya ogè nu ngajengkang kapiuhan. Joran paburantak. Lauk ngarajleng rareuwaseun. Balong bedah saat saharita.
Alhamdulillah ti harita teu aya deui kongkur jeung botram di bulan ramadhan. Cag.
***
Demikian celoteh singkat suasana ramadhan masa kecilku di kampung halaman. Selamat melanjutkan fase ngabuburit menjadi fase berbuka puasa. Wassalam(AKW).
BANDUNG, akwnulis.com. Suasana rapat di bulan ramadhan terasa begitu menenangkan hingga perlahan tapi pasti kepala tertunduk dan mata tertutup. Maka cara terbaik adalah lawanlah dengan sekuat tenaga dan alihkan dengan aktifitas yang membuat kita terjaga tapi tetap tegak di tempat acara.
Nah dikala waktunya ishoma, shalat menjadi utama selanjutnya masih ada jeda waktu tersisa maka sempatkanlah menulis sesuatu yang singkat tapi bermakna. Karena ini bulan puasa maka tulisan ringan tentang aktifitas di bulan ramadhan menjadi satu pilihan. Tentu tetap setia dengan tulisan genre fiksi berbahasa sunda.
Silahkan…
***
FIKMIN # DITALIAN #
“Allohuakbar Alllloooohuakbar.. Laa ilaa haillallah” Adzan isya karèk lekasan, tapi di luar masjid asa ramè loba jelema. Uing panasaran, ngolèsèd nempo kaluar. Geuning ngagimbung santri kobong jeung pengasuhna.
Geus deukeut kareungeu Ustad saepul ngagorowok, “Ayeuna solat isya jeung tarawèh berjamaah heula, kin kakara urang nguriling neangan Jang Usman” “Mangga Ama” rèang saur manuk.
Uing ngadeukeutan si Jae, “Jang Usman kunaon?”
“Leungit a ti bada asar”
Gebeg tèh, geuning Usman babaturan Uing nu rèk ditèangan. Padahal tadi beurang panggih, ngadongèng rèk nyingsieunan nu balik tarawèh ceunah.
Wanci janari babaturan tèh karèk kapanggih. Di deukeut makam, ngagoler bari awakna dibakutet ku tali rapia jeung tambang, teu bisa ngomong da bahamna pinuh ku lamak.
Buru – buru ditarulungan, sabot awakna diangkat aya lamak bodas murag, kaciri aya tulisan, ‘Salila bulan puasa sètan ditalian, tertanda PERJULECI (Persatuan jurig legok cipo).
***
Disclaimer : Tulisan ini hanya fiksi belaka, bagi yang tidak puas silahkan isi di kolom komentar atau japri, DM dan kirim email kepada penulis. Karena penulis bukan pemuas. Terima kasih, Wassalam(AKW).
Keceriaan bersama emak – emak jago pantun dan jago jualan.
BANJARMASIN, akwnulis.com. Melanjutkan tulisan terdahulu tentang perjalanan dini hari membelah sungai untuk menuju area pasar terapung Lok Baintan yaitu DINI HARI NGOPI & SUNRISE DI SUNGAI BARITO. Maka sekarang jalinan kata yang tertuang adalah cerita kelanjutannya.
Tulisan inipun mengkoreksi terkait penamaan sungainya karena setelah dilakukan studi literasi ternyata nama sungai ini adalah sungai martapura yang merupakan anak sungai barito. Jadi tetep anaknya sungai barito ya, sungai raksasa yang membentang di sepanjang pulau kalimantan. Secara urutan sungai barito ini masuk rangking ketiga terbesar di kalimantan. Rangking keduanya sungai mahakam sepanjang 920 kilometer dan sungai terbesar di kalimantan sekaligus terbesar dan terpanjang di indonesia adalah sungai kapuas dengan panjang sekitar 1.143 kilometer.
“Nggak percaya panjangnya segitu?.. ukur aja sendiri” Singkat cerita setelah perjalanan sekitar 1 jam 30 menit yang mendebarkan dan menjadi pengalaman spesial karena mengusuri sungai dari kota hingga ke desa sungai dan kejutan selanjutnya adalah menikmati hadirnya mentari pagi dari tengah sungai martapura itu amazing banget bro.
Pengalaman berharga ini sudah tertuang pada tulisan terdahulu, inilah lanjutan ceritanya.
Setelah menikmati hadirnya mentari sambil tidak lupa menyeruput kopi panas. Kohitala yang sangat spesial, karena jelas berbeda dari lokasi menyeruputnya. Kalau kopinya sama, kohitala kopi hitam tanpa gula yaitu kopi arabica java preanger.
Perahu bermotor ini terus bergerak sekitar 25 menit lagi dan akhirnya tiba pada titik yang dituju, yaitu pasar terapung Lok Baintan. Dari kejauhan sudah terlihat kumpulan perahu dayung kecil mengelililingi beberapa perahu motor yang sudah datang lebih dulu.
Perlahan tapi pasti, perahu bermotor ini langsung tiba di lokasi dan serbuan perahu kecil dengan mayoritas di nahkodai oleh ibu-ibu begitu sigap mendekat. Langsung menempel ke badan perahu motor dan berteriak dengan mengacungkan dagangannya.
Seru sekali kawan, melihat semangat emak – emak yang ternyata untuk tiba di titik pertemuan ini harus mendayung sampan yang sarat bawaan sekitar 1 jam. Tentu dengan aneka hasil pertanian, buah – buahan, sayuran, olahan pangan hingga bedak dingin berupa sukro – snack bulat berwarna putih plus juga kopi panas serta nasi kuning terbungkus daun. Ada juga buah mangga kasturi dan olahan pangannya adalah kue bingka.
Ada yang menarik disini selain suaranya yang seperti teriak – teriak juga emak – emak jago pantun. Baik pantun dengan bahasa lokal atupun pantun berbahasa indonesia. Sehingga diskusinya cair dan penuh keceriaan.
Seorang emak berteriak, “Disini gunung disana gunung Di tengah tengah mawar melati
Sekarang ini kita bergabung Ada bapak yang baik hati”
Langsung penulis jawab dengan tergagap,
“Anak ayam jatuh ke jurang” “Maaati”
Euh pantun apaan tuh. Pantun nggak nyambung tapi semakin menyemarakkan pagi dengan terbahaknya tawa dan saling membercandai.
Selanjutnya penulis berusaha membuat pantun sekaligus menutup sesi belanja ini karena perbekalan sudah menipis. Inilah pantunnya,
“Pagi – pagi di bawah meja Dibawah meja ada kubis”
Maafkan sudah tidak bisa belanja Karena uangnya habiiis”
Wkwkwkwkwkwkw…..
Ada tawa kemenangan karena sudah jelas emak – emak pedagang tidak akan menawarkan dagangannya lagi. Tapi ternyata…. perkiraan itu salah besar. Ada kejutan yang dihadirkan di tengah sungai martapura ini dikala seorang emak – emak penjual berteriak lantang sambil berpegangan di pinggir perahu,
Kalau bapak duitnya habis Bisa pake qiuriss (QRIS)”
Emak pedagang dg Barcode QRIS / Dokpri.
Sambil emak – emak ini mengeluarkan sesuatu dari gantungan lehernya… ternyata barcode qris salah satu bank. Luar biasa, akses keuangan digital sudah hadir disini, di tengah sungai di kerumunan pasar apung lok baintan.
Kalah sudah penulis sehingga akhirnya mencoba scan barcodenya dan berbagi uang virtual untuk berbagi nasi sekaligus pak bos Ade Hadeansyahpun tak mau kalah, ikut memberikan uang untuk berbagi nasi bagi para pedagang tangguh di pasar apung ini.
Ngopi di sungai martapura / Dokpri.
Tidak lupa secangkir kohitala kopi hitam tanpa gula yang didapat dari emak – emak menjadi momentum penting kembali yakni menikmati dan menyuruput secangkir kopi ditengah sungai yang begitu riuh penuh keakraban.
CIREBON, akwnulis.com. Panas terasa begitu menyengat kulit disaat keluar dari kendaraan dan menuju tempat yang terlihat sepi. Wajar sepi karena ini berada di bulan ramadhan, tentunya umat muslim sedang berpuasa. Agak ragu juga, tapi teriakan tadi ke tukang parkir diberi jawaban pasti, “Rumah makannya buka pak, dari pintu sebelah sana” tangannya menunjuk ke pintu kaca di samping kiri.
Ya sudah maka bergeraklah perlahan dan berfikir mungkin sengaja masuk dari sini agar tidak terlalu twrlihat dari luar. Gagang pintu dipegang dan didorong kedalam.
Kreeek…. bray…
Wajah terbelalak karena ternyata didalam banyak orang. Tentu sambil menikmati sajian makanan nasi jamblang yang khas. Tempatnya memang sejuk karena ada AC di beberapa titik tetapi para penyantap makanan terlihat bercucuran keringat. Kayaknya gara-gara sambal khasnya disini. Tapi tidak bisa protes karena dari paras mukanya dipastikan berwajah oriental dan berhusnudzon bahwa mereka adalah nonis (non islam) yang sedang makan siang. Meskipun air liur tak bisa boong minimal bisa mengendalikan diri dan cukup membungkusnya untuk dimakan nanti sehabis adzan magrib berkumandang.
Sing kuat jang.
Antriannya memang sedikit sehingga leluasa untuk memilih menu favorit. Tapi primadonanya mrmang ini dia si hitam enak yakni ‘balakutak hideung’. Sebuah menu makanan yang khas cirebon dimana balakutak atau sotong dengan dimasak bersama tinta hitamnya menghadirkan aroma khas tiada duanya. Pokoknya dijamin rnak. Maka segera diambil beberapa balakutak hideung ini untuk dibungkus plastik demi keutuhan nusa dan bangsa… eh kenapa jadi kesinih. Maklum lagi shaum ya.
Balakutak lagi / dokpri.
Penasaran dengan sebutan balakutak maka segera jemari menari di layar smartphone dengan kata kunci ‘balakutak‘ dengan harapan ada pembahasan atau tulisan tentang asal usul sebutan ini. Ternyata tidak ada atau belum ada artikel tentang balalutak ini. Apalagi yang membahas secara etimologi dimana bala kutak berasal dari kata bala dan kata kutak… nggak mungkin ya?..
Ya sudah we dibungkus dan dibawa pulang meninggalkan kota cirebon untuk kembali ke kediaman di kawasan bandung coret dengan kecepatan normal melewati tol cipali – cisumdawu – cipularang.
Yang pasti sebuah keyakinan bahwa balakutak itu adalah kuliner khas wilayah cirebon yang memberikan sensasi spesial karena senada eh sewarna dengan kohitala, kopi hitam tanpa gula. Jika kohitala tetap nikmat karena kepahitannya maka balakutak meskipun hitam karena dimasak dengan tintanya tetapi menghasilkan rasa yang khas dan tak cukup satu centong nasi untuk menemaninya.
Tak percaya, maka perlu dicoba. Jika beredar di wilayah cirebon sempatkanlah mampir di nasi jamblang yang tersebar di seantero cirebon. Pilihlah sajian balakutak. Karena sedang berpuasa, bungkus saja dan bawa pulang. Kecuali beredar di cirebonnya sampai magrib maka berbukalah dengan balakutak dan tahu gejrot…. eh jangan ketang, berbuka dengan kurma dan air putih atau potongan buah dulu yach.
Selamat menjalani shaum menapaki hari ke 15 ramadhan. Wassalam(AKW).
Teu karasa bulan puasa geus nincak poè ka tilu belas. Asa cikènèh aduregeng urusan hilal, iraha rèk mimiti puasa. Tatangga sabeulah keukeuh poè senèn, tatangga nu di tonggoh yakin pisan mimiti poè salasa. Duanana mamawa toropong toong nu ceunah canggih jeung marahal.
Uing mah rumasa teu boga kamampuh keur meuli alat noongna, tapi ngilu pusing da ngadèngèkeun èta tatangga parèa-rèa omong. Sabab ceunah ceuk panoongan sèwang-sèwangan teu sarua. Tungtungna diajar rada badeg wè. Geus ah antepkeun, kalieur-lieur. Pan aya pamarèntah nu boga kawasa pikeun mastikeun iraha mimitina.
Pas balik tarawèh, kareungeu nu keur guntreng gigireun masigit.
“Ji, tong bèda waè atuh, geus ayeuna mah urang sarua wè nangtukeun poè lebaran”
“Teu bisa Mang, ieu geus yakin. Toropongna gè pangmahalna, moal aya nu boga deui di kampung ieu”
Mengejar mentari di sungai maetapura sambil tak lupa ngopi kohitala.
Perahu berangkat di sungai martapura / Dokpri.
BANJARMASIN, akwnulis.com. Dini hari raga ini sudah terjaga di kamar hotel. Mata terbuka menatap langit kamar yang seolah tetsenyum dan memberi informasi bahwa petualangan seru akan segera terlaksana yaitu menikmati suasana pasar terapung yang menjadi ikon pariwisata di kalimantan selatan sekaligus geliat ekonomi masyarakat tradisional yang sarat dengan kearifan lokal. Tangan kanan meraih smartphone yang tergeletak di meja kecil sebelah kanan, pukul 03.25 wita, itu yang tertera.
Tanpa banyak berfikir panjang, segera raga terbangun dari peraduan dan menuju kamar mandi untuk sekedar membasuh wajah dan memberi kesegaran. Lalu smartphone di isi daya dulu serta powerbank sebagai batere cadangan juga dicolokan dayanya ke listrik agar tenang dalam mengikuti perjalanan kali ini yang jelas perlu dokumentasi photo video dengan smartphone yang full batere.
Sambil menonton televisi dan berselancar di laptop tak terasa pukul 04.30 wita sudah tiba. Sesuai dengan petunjuk tadi malam bahwa direncanakan shalat shubuh diperjalanan maka peralatan shalat sudah masuk tas ransel, maka segera keluar kamar dan menuju lobi hotel dimana ternyata susah terdapat beberapa orang yang sedang bersiap – siap untuk berangkat.
Melewati bawah jembatan / Dokpri.
Tak dinyata ada perubahan rencana, keberangkatan dilaksanakan setelah shalat shubuh karena tidak dimungkinkan shalat shubuh di perjalanan. Ya sudah segera kembali ke kamar, menanti adzan shubuh menggema dan segera menunaikan shalat. Setelah semua tuntas akhirnya kembali ke lobi hotel dan diatur oleh petugas hotel dan guide lokal bergerak menuju halaman hotel dan ada gerbang khusus dari hotel yang langsung akses ke pinggir sungai. Termasuk perjalanan ke pasar terapung inipun adalah salah satu fasilitas hotel yang menjadi daya tarik utama para penginapnya.
Nama hotelnya adalah Swiss bell Hotel Banjarmasin yang terletak di Jl. Pangeran Antasari No. 86A Kelayan Luar Kecamatan Banjarmasin tengah. Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Ternyata di sungai sudah ramai dengan perahu – perahu bermotor yang akan menjemput para penumpang. “Mana pasar terapungnya?” Sebuah tanya menyeruak di hati karena dalam temaram gelap ini tidak terlibat hilir mudik ibu – ibu di atas sampan dengan aneka dagangannya. Tanpa banyak tanya segera memasuki perahu yang sudah ditentukan dengan kapasitas 20 sampai 25 orang.
Semarak pagi dari tengah sungai / Dokpri.
Pada saat perahu motor bergerak meninggalkan sungai di depan hotel. Barulah ada penjelasan dari guide bapak Subaemi bahwa perjalanan kita dengan memggunakan perahu bermotor ini sekitar 1 jam 45 menit menuju lokasi pasar terapung tersebut.
“Woah lama ternyata” seru seorang peserta. Tapi bapak guide yang baik hati menenangkan dengan memberikan informasi bahwa membelah sungai ini akan disuguhi suasana yang spesial dan luar biasa karena akan melewati berbagai taburan cahaya kota di kanan kiri jalan serta melewati beberapa jembatan dan juga akan menikmati indahnya mentari pagi di perjalanan nanti.
Diri ini tidak banyak bicara tetapi lebih berucap syukur karena kesempatan seperti ini tidak hadir begitu saja. Apalagi diperlukan perjalanan panjang mulai dari naik bus ke bandara soekarnohatta melewati kota jakarta lalu terbang dengan pesawat ke bandara syamsudin noor di banjarbaru. Itu belum selesai, masih dilanjutkan dengan perjalanan mobil sekitar 45 menit menuju tempat hotel menginap. Jadi mari kita nikmati dan syukuri.
Sunrise di sungai martapura / Dokpri.
Benar saja pergerakan perabu motor ini menyuguhkan suasana berbeda. Dimhlai taburan cahaya lampu hingga melewati alun – alun dengan patung bekantan besar yang terang benderang serta berbagai bangunan yang terasa berbeda jika dilihat dari arah sungai. Setelah itu memasuki daerah rumah penduduk, terlihat jelas aktifitas pagi khususnya di beberapa mesjid yang penuh dengan aneka kegiatan. Sehingga waktu 1 jam tidak terlalu terasa, meskipun mulut jangan terlalu sering dibuka, takutnya masuk angin hehehehehe.
Sebagai antisipasi pribadi tentunya yang pertama adalah sebelum keluar kamar sudah memakan roti dulu bekal tadi malam. Lalu menyeduh kopi manual dengan metode drip bag karena jika dengan corong V60 agak ribet. Alhamdulillah dengan tumbler warna putih merchandise dari PT BPR Karya Utama Jabar, kopi hitam tanpa gula sudah aman di tas gendong, siap kapanpun dinikmati.
Kenikmatan selanjutnya adalah perlahan tapi pasti, perahu bergerak membelah air sungai yang memantulkan warna kuning orange serta biru. Wah mentari mulai hadir menyinari bumi. Begitu indah dipandang dan terasa mendamaikan. Sunrise on the river ceunah kata orang jaksel mah.
Ngopi kohitala di atas perahu / Dokpri.
Sungguh menakjubkan pemandangannya kawan, cahaya keemasan hadir di permukaan sumgai begitupun disaat menatap batas horison, sinar yang sebenarnya perlahan tapi pasti menghangatkan dengan penuh keberkahan. Merekah indah dan mendamaikan, sungguh suatu momen langka yang kembali harus ditafakuri dan disyukuri.
Lalu melengkapi kebahagiaan ini adalah dengan hati-hati mengeluarkan perbekalan kohitala hangat yang perlahan tapi pasti disiapkan diatas atap perahu. Tentu selanjutnya dinikmati bersama antara penulis, pelihat dan juga bapak suhaemi sang guide yang selanjutnya lebih akrab disebut bapak sashimi. Ah ada ada aja.
Kopi manual yang dibuat dengan drip bagnya tentu kopi jawa barat. Masih panas pada saat dituangkan di gelas kecil dan sewaktu disruput begitu pas di lidah dan melengkapi kenikmatan pagi ini di atas sungai martapura yang merupakan anak sungai barito kalimantan selatan ini. Selanjutnya perjalanan masih diteruskan sekitar 45 menitan lagi menuju Pasar Terapung Lok Baintan. Wassalam(AKW).
CILEDUG, akwnulis.com. Pagi ini sudah berada di ujung Kabupaten Cirebon. Sambil menunggu mentari hadir menyinari bumi maka sebuah tulisan singkat berbahasa sunda menjadi teman sejati dalam memaknai kehidupan yang penuh suka duka.
Masih setia dengan genre fiksimini berbahasa sunda dengan batasan maksimal 150 kata. Inilah cerita fiksi singkatnya :
Fikmin # VIP dikawal #
Calik dina jok asa lènglang, ningal kaluar meuni bèngras. Di pengker kaca, kènca katuhu sumawonna, meuni raos ningal patalimarga ogè èndahna alam nu kalangkungan ku mobil ieu. Tangtosna syukuran pisan dipasihan rejeki nu teu pameng janten karaos nikmat salami diperjalanan.
Katambih deui, ningal ka payun langkung reugreug. Nu nyupiran dipayun tapis pisan mungkal mengkolkeun setir teu matak janten olab, disapalihna ngarèncangan bodyguard.
Bagja tinekenan, Jikan payuneun teu welèh marahmay bari soca mah ningal kaluar, asa èndah hirup tèh.
“Nuhun Aa tos ngajakan amengan numpak mobil VIP. Caraang ogè dikawal bodyguard” “Sami-sami geulis”
Mobil nyemprung nanjak pungkal pèngkol, mapay jalan ka Situ Cileunca. Kènca katuhu tutuwuhan harèjo, pepedut masih anteng nyarengan, asa jaman bobogohan. Anjog ka sisi situ, mobil nyisi milari parkir, liren. Bodyguard nu duaan rikat ngalungsurkeun cacandakan.
“Hatur nuhun parantos dijajap, engkè siang dijemput deui nya” “Sami-sami” Waler supir angkot sareng baladna.
***
Demikian tulisan singkatku kali ini, selamat berkarya dan selamat beraktifitas, tetap semangat. Wassalam(AKW).