DEFILE – AJOJING & KOPI.

Semua hadirkan kabisa dan ngopi tetep harus bisa.

CIMAHI, akwnulis.com. Keriuhan pagi hari menjelang siang di halaman tengah kantor begitu menyenangkan. Semua terlarut dan menikmati rangkaian acara yang direncanakan, diatur dan dikordinasikan oleh para ASN muda, generasi penerus birokrasi yang sekarang bertugas di Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. Sebuah prosesi regenerasi dari generasi ‘kolotnial ke millenial’ secara teknis kegiatan tetapi secara kebijakan dan dukungan keseluruhan tetap diaping dan diawasi oleh para kolotnial.

Pagi hari yang menjadi momentum dimulainya rangkaian acara di lingkup dinas dengan melibatkan seluruh elemen yang ada. Baik berdasarkan unit pelaksana teknis daerah (UPTD) dan satuan pelayanannya juga di lingkup bidang dan sekretariat. Semua tumpahkan ide kreatifitasnya untuk menjadi bagian baik dari sisi performance kekompakan kelompok ataupun individu dengan batasan waktu yang ketat.

Juga penggunaan aksesoris defile yang tidak berlebihan, apalagi menjadi beban biaya untuk sewa peralatan. Semua berusaha optimal meskipun tetap dibalut dengan kesederhanaan. Karena kembali kepada philosopi kemerdekaan di lingkup dinas, bahwa peringatan kemerdekaan bukan berarti hura-hura tetapi memperingatinya dengan bersama-sama ceria dengan konsep dari kita, oleh kita dan untuk kita.

Judul resminya adalah defile masing-masing dan dipersilahkan menampilkan aneka kreatifitas yang ada tentu dengan batasan waktu yang tertata. Maka berbagai kreatifitas hadir beraneka, dari mulai gerakan baris berbaris yang kompak tapi lucu, marching band, vocal grup, joged bersama, pantun jenaka, yel-yel hingga retsing (kabaret singkat). Semuanya dilakukan dengan gembira, apalagi dikala terjadi kendala membuka konfeti atau ada juga musik pengiring telat hadir, maka tawa membahana menjadi penanda keceriaan.

Sebagai implementasi penilaian yang mengusung tema independensi maka dewan juri diambil dari para expert yang fashionable serta paham tentang rumus baris berbaris. Ada bunda juju perwakilan mitra, ibu Nina pimpinan DWP juga bapak Azis Zulfikar seorang ASN kreatif yang selalu tampil elegan. Inilah yang diembani amanah oleh panitia memberikan penilaian yang akhirnya akan diumumkan pada acara penutupan nanti di akhir bulan agustus 2023.

Ada satu kata yang menjadi kesimpulan setelah semua defile melalukan tugasnya untuk menampilkan kamonesannya yaitu lagu sunda yang lagi hits bingit, yaitu lagu AJOJING. Lagu ceria ini memaksa segera bergoyang dengan ketukan gendang yang khas malah dikolaborasikan dengan musik koplo pantura-an.

Lagu eh musik ini menjadi primadona dalam defile ini, karena ada 4 kontingen menggunakanannya sebagai latar musik dan rata- rata semua bergoyang dengan kapasitas masing-masing. Dari mulai goyang dalam hati, goyang sedikit jari kaki hingga ngarengkenek bergaya jaipong yang pas banget dengan alur musik candu ini gan.

Ajojing ala ala ajojing…..  Ajojing ala – ala ajojing!!”

Maka sesuai arahan pimpinan untuk mentahbiskan AJOJING ini menjadi tema pendukung rangkaian acara memperingati hari kemerdekaan ini diperlukan penelaahan singkat jangan sampai sesat makna dan berakibat sesat rasa.

Berdasarkan KBBI, kata ajojing berarti ‘Dansa dengan cara berjingkrak. Sementara kalau terjemahan bebas lebih cocok sebuah singkatan : Ayo Bergoyang sambil jingkrak (Ajojing). Tapi ada juga seorang kawan membisikkan arti ajojing adalah, “Ayo berjoged… Jing!”

Upss..

Jangan gunakan arti yang terakhir karena sarat makna kata – kata kasar hehehehe. Supaya pikirannya cekas dan fokus maka perlu di doping dengan sajian kopi arabica sunda typica yang diseduh manual dengan corong V60. Sebuah cara menikmati kohitala tentu dengan metode sederhana dan menghasilkan cairan kopi yang apa adanya tapi mampu hadirkan body, acidity dan aftertaste yang berbeda.

Sajian kopi arabica sunda typica diabadikan terlebih dahulu dengan latar belakang sorai – sorai ramai para peserta, panitia, penonton, penggembira dan masing-masing manajer area yang beradu ketangkasan pada rangkaian lomba tradisional yang seru dan penuh canda tawa. Diawali dengan lomba tepung sehingga banyak peserta yamg cemong dan wajah putih, lomba kelereng sendok, balap bakiak dan balap karung berhelm.

Kembali sang pejuang tepung harus ditambah bau amis karena mengikuti lomba memasukkan belut estafet ke dalam botol terus balap makan kerupuk dengan kecap yang enak dan seru hingga akhirnya ditutup dengan lomba pecah balon. Lomba penutup yang dirancang oleh para milenial pengampu acara agar dari mulai lumuran tepung berpadu keringat, bau hanyir belut dan bubuk krupuk berbalut kecap serta jelas cucuran keringat ditutup dengan air segar dari balon yang pecah memberi kesegaran dan gelak tawa. Kalian semua luarrrr biasaa.

Nah urusan sajian kopi, ternyata arabica sunda typica menghadirkan keseimbangan rasa antara body dan acidity di level medium. Sementara aftertaste-nya ada rasa kacang tanah dan selarik lemon yang menyegarkan. Srupuut gan. Trus inget lagi tentang AJOJING, sebagai anak yang lahir dan besar dalam keluarga sunda itu maka makna ajojing adalah berjoged dalam suasana gembira. Baik sendiri ataupun berkelompok dengan iringan musik yang mendayu, bisa ketuk tilu, dangdutan ataupun jedag jedug atau jep ajep. Intinya bergembira dan bergoyang. Tapi tidak salah juga jika buat singkatan lain tentang ajojing ini yaitu : Aplikasi Jaringan Organisasi dan Jaringan Informasi Non Goverment.

Halah maksa pisan, terserah aja ah. Udah kita sruput kopi aja”

Maka sruputan ketiga menutup catatan bahagia sore kali ini. Sebuah acara pembukaan dan lomba-lomba ceria dan bahagia. Have a nice weekend kawan. Wassalam (AKW).

***

Catatan : bagi yang merasa photonya tidak tercantum disampaikan permohonan maaf, tapi kalau mau ya kirim saja photonya. Cekidot.

EMOSI & KATA

Ternyata sejumlah kata bisa damaikan suasana.

CIMAHI, Akwnulis.com. Sebuah luncuran kalimat menohok ternyata diteruskan dengan rangkaian kata yang begitu memojokkan. Membuat jiwa ini tersudut dan seakan mengecil dari kenyataan dunia ini. Seluruh pandangan mata seolah tertuju kepada raga rapuh ini yang terus menjadi bulan-bulanan.

Mengapa begini?”

Kalimat tanya menjadi pembuka, tetapi ketahanan mental dan gejolak emosi harus terkendali karena melihat serbuan kalimat – kalimat penuh tekanan dan tendensius ini mulai menggoyahkan kendali emosi dan menghapus nalar sehat untuk segera berucap demi harga diri.

Gejolak batin harus tertata dengan helaan nafas teratur berbalut kepasrahan. Sebuah kesadaran rasa kembali terbentuk dan menjadi pondasi hakiki dalam menghadapi sebuah kondisi yang kurang mengenakkan ini. Apalagi aura ketegangan mulai terlihat dari wajah – wajah hadirin. Tentu dengan gejolak dan celoteh hati yang berbeda. Ada yang degdegan takut kena giliran disemprot, tapi ada juga yang merasa senang melihat raga ini menjadi sasaran dan tak bisa sama sekali memberikan perlawanan.

Sementara hamburan kalimat terus mendera, jiwa terdiam dan emosi stabil menjadi pegangan. Tentu dengan berdzikir dalam hati yang terdalam, kita harus kuat dan tenang dalam hadapi kenyataan. Apalagi sikap kita dalam menghadapi ini tentu menjadi penentu bagi sikap teman – teman yang semakin kikuk dengan ketegangan.

Maka wajah tetap tegak dan menatap pembicara tanpa menghadirkan ekspresi berlebihan. Kata anak sekarang mah, B aja alias ‘biasa’ aja. Pikiran yang relatif stabil dengan hati yang damai memberi kestabilan emosi yang sejajar maka apapun kalimat yang dagang, biarkanlah sebagai bagian dari perbaikan di masa mendatang.

Lagian kenapa juga harus tegang?”
“Padahal tegang itu ada saatnya, ada tempatnya khan?”

Alhamdulillah dengan semua ketenangan ini, perjumpaan formal akhirnya usai dan semua bubar dengan membawa segala persepsi dan kekesalan. Penulis sih santey aja, lha wong pembahasan tadi bertujuan untuk perbaikan, meskipun disampaikan dengan penuh penekanan.

Ingatan tiba-tiba terbang ke 20 tahun lalu, disaat menjadi birokrat muda yang baru menapaki karir. Sebuah doktrin dari atasan harita, “Sabar Jang, jadi staf mah ukur 2 urusan, dititah jeung dicarèkan (Sabar, menjadi staf itu hanya 2 pilihan, yaitu disuruh & dimarahin).

Jadi senyum sendiri dan menjadi catatan penting bagi diri ini, bahwa secuil kalimat apresiasi bagi anak buah menjadi berharga dan menumbuhkan motivasi bekerja lebih baik, disamping dengan kemarahan dan perintah.
Maka untuk menetralisir semua gejolak rasa ini, diperlukan penyeimbang yang hakiki. Tentu doa penenang adalah utama, tetapi secangkir kopi akan menjadi penetralisir rasa dan rupa. Maka segera bergerak meninggalkan tempat pertemuan menuju pertemuan lanjutan dengan sang kohitala, Kopi hitam tanpa gula.

Bergerak kemana?”… tunggu tulisan selanjutnya. Hatur nuhun (AKW).