KOPI Modern vs KOPI Jadul

Perbandingan yang menikmatkan.

YOGYAKARTA, akwnulis.com. Sejuknya pagi menambah kenyamanan kali ini. Setelah berjalan santai di taman yang rindang dan menghijau, tiba saatnya sarapan dengan beraneka sajian. Meskipun tetap, kopi menjadi catatan penting. Karena dengan kopi, tema tulisan tetap terjaga sekaligus marwah blog ini sesuai janji dan taglinenya NGOPAY & NGOJAY.

Makanan yang disajian beraneka pilihan, membuat sebuah catatan penting bahwa hotel Royal Ambarrukmo ini sebuah hotel recomended buat liburan keluarga dan atau suatu saat bisa berkesempatan mengajak orangtua.

Terkait tentang sajian kopi, ternyata para penginap begitu dimanjakan. Karena aneka macam kopi berbasis mesin hadir disini, dari mulai versi kohitalanya adalah Espresso dan Americano, ataupun cappucino dan cafelatte. Ditambah juga kopi asli yang diseduh manual tanpa brew, alias ditubruk langsung di gelas dan kocek dengan sendok dengan nama yang tak kalah menariknya yaitu Kopi Lawasan.

Maka dua sajian beda jaman ini melengkapi kopi pagi yang penuh arti. Versi mesin kopi diwakili oleh sajian secangkir americano, jelas tanpa gula. Lalu versi masa lalu, Kopi tubruk Lawasan menjadi wakilnya. Lengkap sudah.

Terkait rasa, jelas sajian americano lebih lembut tanpa ada ampas dibandingkan kopi lawasan. Namun kopi lawasan menang dari sisi rasa kenangan kejayaan kopi di masa silam. Sementara kesamaannya adalah tinggal sruput aja jangan bikin repot sendiri. Jikalau kohitala baik americano dan kopi lawas bisa berbicara, maka kalimat yang hadir adalah : “Biarkan kepahitanku memanisi hidupmu.”

Begitulah cerita kopi pagi di kota gudeg kali ini, tunggu tulisan berikutnya menyusuri ‘hidden gems’ dengan tetap bertema kopi. Sekarang berkeliling dulu untuk menyantap sajian sushi, nasi uduk, jamu, omelet, coklat fountain dan dimsum. Nikmaat, Wassalam (AKW).

Jejak Leluhur 2

Bergerak agak jauh untuk lanjutkan jejak ziarah para leluhur.

SOLO, akwnulis.com. Berbaur dengan banyak orang di kereta KRL Jogja – Solo menjadi pengalaman tersendiri. Dengan harga yang bikin kaget, hanya Rp 8.000,- sangat jauh beda jikalau menggunakan moda transportasi lainnya. Eh bisa murah pake sepeda, tapi nyampenya kapan yaa?…… juga adaptasi teknologinya bagus, semua cashless. Dari mulai masuk peron, duduk di kereta hingga turun di stasiun tujuan.

Pas naik udah penuh, tapi anak kecil, ibu hamil afau orang sakit dan wanita ada hotseat guys dan kalau kayak kita nich, cowok kece dan sehat… caileeee…. maksain duduk di hotseat tersebut karena kursi lain penuh.  Siap-siap didatangi petugas dan disuruh berdiri. Maka semua mata penumpang lain akan ikutan lihat, malunya itu nggak nahan.

Maka mengalahlah, bapakke berdiri, anak istri bisa duduk dengan sedikit nyaman. Trus masker wajib terpasang dan nggak boleh makan minum apalagi merokok, jadi suasana tenang dan bersih tanpa sampah berserakan.

Tiba di Stasion Solo Balapan maka bergegas menuju hotel yang sudah dipesan dengan menggunakan becak bisa kembali bercengkerama dengan deburan… eh salah, semilir angin malam di kota solo.

***

Kehangatan sinar mentari pagi menyambut perjalanan kali ini. Sebuah pergerakan yang sedikit menguras rasa dan emosi karena harus belajar berdamai dengan diri dan memaknai sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi.

Betapa tidak, jika setelah mencoba menghitung tahun. Ternyata sudah 5 tahun, tidak pernah menjejakkan kaki kembali di tanah leluhur sekaligus melakukan ziarah kubur di makam kakek nenek dari garis keturunan ayahanda.

Maka setelah sarapan pagi, berangkat ke daerah Sumber Girimulyo, dimana lokasi makam mbah kakung berada. Alhamdulillah lokasi dapat ditemukan dengan mudah dan GPS hanya sebagai pendukung aja. Jadi ingat dialog sewaktu kecil bercengkerama dengan Almarhum Mbah S. Partoredjo.

“Tumbas seket mbak”
“Koncomu piro?”
“Oalah cucuku lanang”
“Dahar mbah, Dahaaaar!!”

Ah kisah masa kecil yang menyenangkan, meskipun ada juga suasana malas mudik ke solo di kala libur lebaran. Karena disaat salaman harus antri begitu panjang dan sesuai urutan keturunan sambil berucap, “Ngaturaken sembah sujud bla bla bla….”

***

Makam Mbah Kakung terletak di samping komplek perumahan dan dekat dengan rumah om sentot, adik bungsu ayahku. Sehingga tidak sulit menemukan makamnya karena ada guide khusus hehehe… dilanjutkan dengan ziarah kubur ke makam Mbah Putri, Mbah Sayem Binti Kromobini yang berjarak cukup lumayan.

Maka untaian doa kembali hadir, semoga bisa diterima Illahi Robbi dan para leluhur kami ini berbahagia abadi di surga-Mu.

Bismillahirrohmannirrohim, Allohummagfirlahu Warhamhu Waafihi Wa fuanhu Waakrim nujulahu Wawasi’mad kholahu… Alfaatihah”

***

Terasa berat meninggalkan kedua makam yang menjadi asal muasal kehadiranku di dunia fana ini. Jika dari garis ibu adalah keturunan PERANCIS (peranakan ciamis) maka dari gadis ayahanda adalah keturunan OSLO eh solo.

Udah ah, kembali ke dunia nyata. Sesi ziarah kubur berakhir dan kembali merajut hari dengan berbagai aktifitas yang diharapkan bisa menjadi arti bagi mahluk lain dan diri sendiri. Wassalam (AKW).

Mesjid RM Ciamis

Menelusuri jejak leluhur

CIAMIS, akwnulis.com. Perjalanan kali ini memberi arti tersendiri. Bukan tulisan tentang tentang kopi tetapi lebih mendalam melebihi urusan duniawi.

Apa itu?”

Sebuah momentum perjalanan yang mengingatkan akan fananya dunia ini sekaligus dari mana diri ini berasal. Perberhentian saat ini adalah sebuah mesjid kecil yang ciamik dan bersih bernuansa putih dengan nama Raudhatul Mukminin.

Bukan sekedar singgah dan shalat sunat, tetapi jauh lebih mendalam lagi adalah dibalik tembok mesjid sebelah kiri. Berjajar rapi makam – makam para sesepuh keluarga besar Kartadibrata termasuk almarhumah nenek, ibu kandung dari ibuku.

Maka bergegaslah menuruni tangga batu, mengambil posisi terbaik dan berdoa untuk keselamatan di akherat sana semua leluhurku termasuk nenek Sumirah binti Kartadibrata.

Suasana lengang di makam keluarga ini, memberikan pesan tenang dan damai sekaligus kembali mengingatkan bahwa besok lusa giliran kita yang harus kembali ke haribaan Illahi Robbi. Maka persiapan bekal amal dan pahala harus tetap dan terus diupayakan demi keselamatan dan keberkahan abadi di akherat sana.

Oh ya, mesjid putih yang diatas kanan makam adalah mesjid keluarga besar Kartadibrata yang dihadirkan sebagai penanda, tempat shalat sekaligus dapat bermanfaat bagi banyak orang yang beristirahat sjenak, ngaso, atau sekedar menikmati makanan ringan di warung yang hadir sebagai penyemarak juga menjaga agar mesjid tetap bersih.

Bismillahirrohmannirrohim, Allohummagfirlaha Warhamha Waafihi Wa fuanha Waakrim nujulaha Wawasi’mad kholaha”

Itulah sejumput makna yang menemani perjalanan diri ke daerah priangan timur yang melintasi wilayah kabupaten ciamis ini, kabupaten leluhurku dari garis keturunan ibu.

Wassalam, AKW.

HOAX yg NIKMAT

Ternyata Hoax ini mah beda euy.

JAKARTA, akwnulis.com.  Sebuah pertemuan yang mengantarkan raga bergerak ke ibukota. Secarik undangan menjadi dasar bahwa kehadiran adalah sebuah keharusan. Apalagi berkaitan dengan anggaran negara, semua harus hati-hati, teliti dan betul – betul mempelajari regulasi yang sering berubah dan  berganti.

Namun kembali, cerita tentang kerjaan maka tertuang dalam laporan. Kotretan resmi dan sesuai naskah dinas akan hadir sebagai nota dinas. Namun kesempatan hadir di pinggir pantai ibukota negara tepatnya di daerah ancol harus dioptimalkan dengan berbagai aktifitas.

Trus ngapain aja bro?”

Gampang jawabannya, yang pertama disaat sesi istirahat sore menjelang malam segera bergerak dengan skuter (suku muter) atau jalan kaki dan usahakan minimal 6.000 langkah.

Diitung perlangkah gan?”

Ya enggak atuh, khan ada teknologi. Cukup pake gelang smartfit dan ber-skuterlah. Maka hitungan akan berjalan. Lalu supaya skuternya full motivasi, search dulu cafe kopi seputar ancol yang menjadi srandar tujuan. Nyalain googlemap, lets go.

Langkah mantabs bergegas menyusuri pinggir pantai, masih berbaju kemeja dinas ‘smiling west java’ tapi sepatu slip on karena pasca operasi ternyata belum bisa pake sepatu biasa.

Setting tujuan diperkirakan 30 menit saja, biasanya cukup 6.000 langkah. Kalau kurang ya ditambah lagi aja. Gitu aja kok repot.

Nah, perjalanan inilah yang menemukan sebuah nilai penting. Yaitu cerita tentang HOAX. Kita tahu semua bahwa Hoax ini sering menyengsarakan karena berupa berita bohong dan menyesatkan. Bisa membuat kegaduhan di keluarga, kedinasan, masyarakat juga bangsa dan negara.

Tapi Hoax kali ini berbeda, karena ternyata ini adalah HOAX yang nyata kawan. Ceritanya setelah perjalanan dari hotel mercure – putri duyung cottage – bunderan Symponi of the sea – danau ancol hingga Bandar Jakarta – Colombus cafe – Le Bridge – dan ada yang menarik yaitu sebauh Cafe dengan nama HOAX, cuma karena target langkah nelum terpenuhi  lanjutkan skuternya sampai ke Ereveld Ancol (Dutch War Cemetery Ancol)….. tapi pas mau naik jembatan yang membelah pantai, kok serasa nggak enak hati. Apalagi suasana agak temaram dan sepi.

Ya sudah balik kanan dech, lagian sudah 6.321 langkah. Mencari mushola lalu bergerak kembali ke arah tadi berangkat. Cafe HOAXlah yang menjadi tujuan.

Alhamdulillah, tempatnya nyaman dan pilihan menunya variatif, bukan hoax guys. Lalu yang paling penting adalah ada sajian kopi meskipun kopi berbasis mesin. Lumayanlah, cafelatte bisa menemani kesendirian pada malam hari ini.

Jadi sekali lagi, di daerah ancol inilah baru menemukan nama hoax yang bermanfaat. Srupuut gan. Wassalam (AKW).