Rindu bersandar.

Mencari sandaran & pegangan….

Photo : Lagi mikir / dokpri.

BANDUNG, akwnulis.com. Sejumput rindu bersandar dan bersenandung di bahu, memberikan kedamaian meskipun nirharapan. Itulah salah satu fragmen kehidupan.

Mengapa kamu perlu bersandar di bahu seseorang sebelum bersenandung?, padahal bahumupun lebar tak kurang suatu apapun

Sebuah tanya yang dijawab dengan senyuman, dilengkapi dua kedip mata kanan yang bisa menyelesaikan semua permasalahan.

Bukan bahunya sebetulnya yang diperlukan, tetapi sebuah simbol kerapuhan yang harus dipertontonkan sehingga pilihan terakhir adalah bersandar pada bahu seseorang, yang ternyata sebenarnya lebih rapuh dari yang bersandàr.

Yang bikin keren adalah, keduanya tidak menyadari itu. Sehingga dapat ditarik garis merah persoalan bahwa kerapuhan bisa disandari kerapuhan yang lain asalkan masing-masing tidak paham dengan kenyataan.

Jadi sebuah istilah ‘Ketidaktahuan adalah berkah’ memang sedang berjalan disini.

Kesimpulan lainnya adalah, manakala sebuah kerapuhan bersua dengan kerapuhan lain maka mungkin saja terjadi simbiosis mutualisme yang berakhir dengan semangat saling menguatkan dan berusaha bangkit kembali dalam keterpurukan ini…. ataau saling merapuhkan dan akhirnya luruh menjadi puing-puing ketiadaan.

Photo : Awas jatuh, ayo pegangan / dokpri.

Itulah kehidupan, banyak makna yang mendalam dari seluruh kejadian. Semua kejadian dan kenyataan tidak ada yang terjadi begitu saja, tetapi skenarios super rumit tersebut sudah disiapkan jauh jauh hari oleh Allah Sang Maha Pencipta langit dan bumi beserta isinya.

Mari berjuang bersama dan memberi sandaran kepada yang sedang merana, meskipun kita sebenarnya sedang butuh sandaran juga.

Selamat weekend kawan, jangan lupa memberi sesaat kesempatan untuk seseorang yang perlu sandaran, meskipun sebenarnya kitapun perlu dukungan. Dengan begitu semoga jiwa kita tetap tegar dan fokus dengan segala beban dan tantangan. Wassalam (AKW).

Air mata

Hapuslah dengan senyuman…

BANDUNG, akwnulis.com. Uraian kalimat yang disampaikan begitu panjang dan tanpa jeda, meskipun dari sisi nada terkadang melemah menahan duka dan beban yang dirasa.

Akhirnya ada juga masa dimana kalimat dan kata terhenti karena mulut tercekat oleh perasaan dan menahan diri agar air mata tidak tumpah di hadapan khalayak warga.

Jikalau hanya berdua, mungkin lelehan airmata adalah salah satu cara membersihkan penglihatan dan mengurangi beban stok air mata yang tersimpan diantara kulit dan tulang kenyataan. Tetapi dihadapan banyak orang, air mata tertumpah malah menghadirkan ketidakberdayaan dan bukan dukungan yang datang tetapi tatapan sinis dan dianggap lemah mental…. mungkinn…

Bisa saja ada satu dua pihak yang merengkuh luruh untuk membantu saudaranya yang sedang jatuh. Membantu kembali berdiri tegak dengan sokongan ikhlas yang penuh pengertian.

Sebuah kata yang menjadi utama adalah sikap kita menghadapi dilema. Tahanlah airmata tertumpah dihadapan banyak manusia, simpan untuk nanti dikala bersimpuh di malam hari, sambil bernunajat kepada Robbul Izzati.

Kesedihan bukan akhir dari segalanya, karena kesedihan adalah pelengkap dari kebahagiaan yang setia mendampinginya. Berbahagialah kita yang masih bisa merasakan sedih, karena dengan merasakan sedih kita akan tahu betapa bahagianya merasakan bahagia.

Seiring uraian kata selanjutnya, ketegaran mulai terasa. Menampilkan secercah harapan diantara puing asa yang tertunda. Biarkan kesedihan itu ada, tetapi semangat bangkit kembali adalah yang paling utama.

Sebuah pantun semoga bisa mewakili keadaannya :

Berhimpun di meja menyantap ikan,
Langsung berkeringat berebut suapan’

‘Biarpun kenyataan masih menyedihkan,
Tapi semua tetap semangat untuk perbaikan’

Selamat beraktifitas di jumat sore ini kawan, Wassalam (AKW).

Waspada yuk.

Harus itu, penting sekali.

Photo : Handsanitizer dan bunga / IG akwnulis

BANDUNG, akwnulis.com. Media sosial semakin booming pasca pandemi covid-19 melanda negeri. Kaum rebahan yang sebelumnya dicap golongan pemalas unfaedah menjadi bertambah banyak meningkat signifikan karena diperintahkan negara dengan slogan singkat #stayathome juga #workfromhome.

Kenapa booming?.. karena medsos menjadi tempat berinteraksi baru, bersilaturahmi sekaligus menginformasikan aktifitas diri kepada khalayak banyak

Tiga bulan telah berlalu, ternyata mencoba menjadi kaum rebahan itu tidak mudah, rasa bosan melanda, tertekan karena ingin melihat dunia luar, sementara belum ada kepastian bahwa vaksin buat sang virus hadir segera di hadapan kita.

Nah, sekarang muncul istilah new normal juga adaptasi kebiasaan baru (AKB) yang mulai melonggarkan pergerakan dengan pola terbatas dan protokol kesehatan yang ketat, tentu disambut antusias oleh masyarakat dan semua pihak untuk kembali beraktifitas.

Tapii…. protokol kesehatan menjadi mutlak diperlukan.

Kenyataannya ternyata belum semua paham, baik kaum rebahan dan non kaum rebahan. Mayoritas adalah anggapan sepele dan kembali beraktifitas biasa… sehingga kasus-kasus baru bermunculan dari momentum kerumunan salah satunya yang pasti tak bisa dihindarkan adalah pasar.

Maafkan jika pilihannya dengan istilah kaum rebahan dan rebahan, karena mungkin juga ada yang variatif antara seneng rebahan tapi sibuk beredar, jangan risau kawan, ini hanya istilah saja.

Jadi jikalau harus berinteraksi dengan kerumunan, pastikan kita siap dengan peralatan perang. Minimal menggunakan masker, bersarung tangan dan menjaga jarak dengan orang lain, gunakan handsanitizer dan mencuci tangan…. minimmmmal itu teh. Klo bicara maksimal… usahakan jangan berinteraksi dengan kerumunan….. tapi khan kita banyak kebutuhan yang perlu interaksi.

Ibu-ibu mayoritas berkomentar terkait belanja di pasar adalah, “Tapi da aku mah nggak bisa onlen, paling ke warung tetangga atau nyegat mang sayur yang lewat”

Photo : Ruang rapat jaga jarak / dokpri.

Maka kembali ke rumus tadi, gunakan masker dan sarung tangan serta jaga jarak. Senantiasa mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun setiap selesai berinterkasi dengan orang lain.

Begitupun jikalau harus meeting secara phisik, pastikan bahwa protokol kesehatan sudah diterapkan. Penyediaan handsanitizer bukan lagi hiasan, tetapi suatu kewajiban yang harus kita gunakan. Kursi meja berjarak minimal 1 meter harus didesain sedemikian rupa dan penggunaan masker sudah pasti, itu mutlak bin harus kawan.

Jangan sampai ketidakwaspadaan kita menjadi celah bagi sang virus covid-19 ini merajalela. Selamat beraktifitas kawan, Wassalam (AKW).

Catatan : akwnulis juga ada di IG, kepoin aja IG : akwnulis.

290515ku.

Tak perlu kata tetapi tindakan nyata.

CIMAHI, akwnulis.com. Waktu 5 tahun memang baru seumur jagung dalam perjalanan kehidupan membangun sebuah tali cinta kasih pernikahan, tetapi inilah fase pertama yang fundamental dalam membangun mahligai kebersamaan dalam kehidupan dunia akherat.

Insyaalloh dengan fondasi kuat maka perjalanan selanjutnya tidak akan terasa berat tapi akan semakin erat dan melengkapi kekurangan dengan penuh semangat.

Tiada kata seindah doa, dan tiada kalimah semenarik amanah. Maka biarkanlah bunga mawar dan bunga kapas ditemani baby breathe dan canvas mini mewakili segunung rasa syukur dan terbentang kasih sayang abadi sepanjang masa.

290520, Wassalam (AKW)

Lobster & Persepsi

Garang tapi nikmat.

CIMAHI, akwnulis.com. Disaat jempol menari dilayar smartphone dan menikmati berbagai seliweran gambar photo dan video di media sosial yang biasanya langsung membangun persepsi bahwa seseorang tercermin dari apa yang ditampilkan di media sosialnya masing-masing.

Maka jikalau kita lemah kendali mental dalam memaknai bombardirnya gambar video menyenangkan di dunia medsos, bisa mengakibatkan kegalauan, kesedihan, iri dengki dan akhirnya malah menyiksa diri.

Misalnya yang paling mudah dengan postingan sajian makanan yang mem-bibita eh ngabibita (membuat ketertarikan, bhs sunda) seperti gambar lobster di awal tulisan ini.

Maka kecenderungannya adalah keinginan untuk menikmati, trus kemungkinan besar muncul persepsi bahwa penulis selalu atau sering makan-makanan mahal ini, tapi nggak ngajak-ngajak cuman pamer saja.

Padahal belum tentu pesepsi itu yang benar, karena perlu dibuktikan, perlu di cek, perlu tabayun… baru men-judge dengan persepsi awal yang hadir dalam lintasan pikir dihati dan kepala kita.

Siapa tahu, sebenarnya postingan tersebut adalah kekangenan yang memuncak karena sudah lama, sudah bertahun-tahun tidak makan lobster, sehingga kerinduan itu diwujudkan dalam mencari photo lama tentang lobster dan bersegera mempostingnya di medsos.

Atau memang iseng aja pengen posting tanpa ada kerinduan terhadap sajian lobster ini, atauu…. memang sesuai asumsi awal bahwa niatnya memang pamer di medsos bahwa seumur hidup baru bisa makan makanan ini, atau mungkin juga ini postingan orang lain yang diposting ulang karena merasa cocok dengan captionnya ‘Dibalik kegarangan keras dan berduri, tersimpan kelezatan dan kenikmatan‘, padahal bisa aja yang diposting adalah buah durian siap santap… bener khan maa bro?.

Jadi hati-hati dengan persepsi dan tetap jaga mental diri untuk tidak terlalu percaya dengan postingan – postingan gambar dan video di medis sosial, cukup anggap sebagai informasi yang menghibur saja, titik.

Begitupun dengan tulisan ini, singkat saja bacanya, senyumin, selesai.

Have a nice wekeend kawan, Wassalam (AKW).

TEU PIRA – fbs.

Mung jejedudan wungkul, tapi…

Photo : Sketsa menahan sakit / dokrpi.

Fikmin # TEU PIRA #

*)Sebuah tulisan fiksi berbahasa sunda, terinspirasi dari rasa sakit yang begitu menyiksa.

TEU PIRA (TIDAK SEBERAPA)

Teu pira da ngan saukur, tapi geuning geus karasa nyayautan mah teu bisa ditulung batur.

Teu pira kabeuki tèh ngaheumheum sangu, karasa amis disela huntu. Unggal poè nu aya di pawon ukur sangu jeung uyah beuleum. Teu ngarasula nampi kana qodarna, sawarèh di dahar sèsana dibaheum.

Teu pira tadi beurang aya kurubuk dina beuteung, pas inget boga kèrèwèd pamèrè juragan lebè. Buru-buru dibersihan, diteukteukan laleutik, digalokeun jeung cèngèk ogè sèsa uyah beuleum.

Teu pira dikosrang kosrèng nyieun sangu gorèng, seungit kacida matak bangir irung pèsèk. Pinikmateun geus aya dina tikoro, dahar ngeunah lain kokoro.

Teu pira, karèk gè tilu huap. Aya gajih kèrèwèd asup kana liang huntu nu geus lila mèlènģè. Jeduddd…… aduuuuh anjrit, baham calangap, panon cirambay.

Teu pira ukur nyeri huntu, tapi geuning bisa ngeureunkeun waktu, ngahuleng jiga bueuk dibabuk batu, geus teu kapikir deui nyatu, nu penting mah geura cageur teu judad jedud kawas gunung bitu. (AKW).

***